Seorang siswa MTS kelas 7, yang juga santri pondok pesantren di Kajen, Kabupaten Pekalongan, diduga menjadi korban bullying dan pengeroyokan belasan temannya. Ironisnya, para pelaku sebagian besar merupakan seniornya.
Akibat penganiayaan itu, kondisi korban berinisial RG (13) saat ini penuh luka lebam. Ibu korban, Khusnul Khotimah, warga Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, menyebut saat ini anaknya masih dalam kondisi syok hingga enggan masuk sekolah.
Khusnul mengatakan, peristiwa ini terjadi pada Sabtu (9/9) malam. Korban saat itu dipanggil seniornya kelas 8, diajak ke kamar kelas 8.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat di kamar itulah, lanjutnya, korban mengalami penganiayaan, bahkan dikeroyok oleh 14 anak yang sebagian besar seniornya di kelas 8 dan 9.
Khusnul mengaku mengetahui kejadian itu keesokan harinya, saat dirinya menelepon korban.
"Saya tahu kejadian itu pada pagi harinya yakni Minggu. Saya ngebel (telepon) anaknya, saya dapat cerita, dan awalnya saya tidak percaya. Setelah saya datangi, saya baru percaya setelah melihat luka-luka yang ada di tubuh anak saya," kata Khusnul, saat ditemui di rumahnya, Selasa (19/9/2023).
"Keadaannya sudah beram semuanya, sudah bengkak semua, dari wajah sampai kemaluan," tambahnya.
Kemudian, pada ibunya, korban menceritakan bagaimana ia mendapat penganiayaan oleh teman seniornya. Khusnul menyebut, anaknya diancam agar tak melapor ke ustaz maupun orang tua.
"Kemudian pas itu anak saya tidak bisa apa-apain, diludahin sama diancam untuk tidak melaporkan itu ke ustaz maupun orangtuanya," ungkapnya.
Atas peristiwa tersebut, dirinya langsung melakukan pengaduan ke Mapolres Pekalongan, pada Minggu (10/9), setelah sebelumnya melakukan visum di rumah sakit.
"Saya ingin adanya hukum, hukum harus berjalan, supaya tidak terjadi lagi adanya korban seperti yang terjadi pada anak saya," harapnya.
Diwawancarai terpisah, Kasat Reskrim Polres Pekalongan, AKP Isnovim, membenarkan adanya aduan dari keluarga korban. Saat ini, kasus itu masih dalam penanganan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA), Satreskrim Polres Pekalongan.
"Bahwa benar, pada tanggal 10 September, kami menerima pengaduan terkait peristiwa tersebut dan peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 9 September, pengaduannya korban dipukuli teman-temanya di ponpes," kata Isnovim saat ditemui di Mapolres Pekalongan.
Pihaknya telah mengambil langkah-langkah, termasuk melakukan pemeriksaan pada korban dan pelakunya secara terpisah dan tertutup.
"Hari ini kita lakukan pemeriksaan lanjutan," ucapnya.
Ia menambahkan, hasil visum dari rumah sakit belum diterimanya. "Kalau untuk visum, dia sudah periksa di rumah sakit, namun hasilnya belum jadi, tetapi nanti akan kita minta. Kalau dari fisiknya, memang memar-memar," ungkapnya.
"Nanti menunggu hasil pemeriksaan selanjutnya ya," tambah Isnovim.
Simak penjelasan pihak ponpes di halaman selanjutnya.
Sementara itu, Kepala Ponpes yang juga Kepala Muhammadiyah Boarding School (MBS) Pondok Pesantren Assalam Kajen, Zaenudin, membenarkan adanya peristiwa tersebut. Pihaknya mengakui adanya kelalaian atas kejadian itu.
Pihaknya berharap, agar kasus ini, bisa diselesaikan secara kekeluargaan, mengingat baik korban maupun para pelaku masih anak di bawah umur.
"Awalnya, menerima informasi itu, kami langsung menuju ke rumah korban, yang pertama tentunya untuk melihat kondisi anak seperti apa, yang selanjutnya tentu minta maaf kepada ibu korban atas kelalaian karena bagaimanapun itu kelalaian," ucapnya saat ditemui detikJateng di tempat kerjanya.
Pihaknya, juga telah mengumpulkan para orang tua terduga pelaku pemukulan. Mereka kemudian diminta membuat surat pernyataan.
"Anak-anaknya pun sudah kami minta untuk minta maaf kepada orang tuanya dan kita buatkan surat pernyataan untuk tidak melakukan kesalahan itu lagi, kalau melakukan kesalahan tentu akan mendapatkan sanksi yang lebih berat, bisa dikeluarkan dari pesantren. Kalau jumlah anak yang memukuli, ada empat belas," jelas Zaenudin.