Sidang Perdana Korupsi SSA, Jaksa Ungkap Modus Nota Fiktif PNS Bantul

Sidang Perdana Korupsi SSA, Jaksa Ungkap Modus Nota Fiktif PNS Bantul

Adji G Rinepta - detikJateng
Rabu, 14 Jun 2023 19:36 WIB
Sidang perdana kasus korupsi dana perawatan Stadion Sultan Agung di Ruang Chandra, Pengadilan Negeri (PN) Jogja, Rabu (14/6/2023).
Sidang perdana kasus korupsi dana perawatan Stadion Sultan Agung di Ruang Chandra, Pengadilan Negeri (PN) Jogja, Rabu (14/6/2023). (Foto: Adji G Rinepta/detikJateng)
Yogyakarta -

Bagus Nur Edi Wijaya, PNS Bantul tersangka kasus korupsi dana perawatan Stadion Sultan Agung (SSA) Bantul menjalani sidang perdana hari ini. JPU mendakwa Bagus merugikan negara sebesar Rp 170.979.349.

Kasi Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bantul tersebut hadir langsung dalam persidangan yang digelar di Ruang Chandra, Pengadilan Negeri (PN) Jogja.

Dalam dakwaannya, JPU menyebut Bagus telah merugikan negara sebesar Rp 170.979.349 sesuai laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dalam kegiatan peningkatan sarana dan prasarana olahraga tahun anggaran 2020 dengan total anggaran Rp 885.533.280.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu juga pada kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan pada jenjang pendidikan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota tahun anggaran 2021 dengan total anggaran Rp 935.885.121.

"Dalam pelaksanaannya dikelola dan dilaksanakan oleh terdakwa dan anggaran tersebut dibelanjakan ke beberapa penyedia barang/jasa," bunyi dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan, Rabu (14/6/2023).

ADVERTISEMENT

Total kerugian negara Rp 170 juta tersebut, didapatkan Bagus dengan cara meminta nota kosong atau fiktif kepada penyedia barang/jasa. Dalam prosesnya, Bagus memerintahkan saksi TPN sebagai pekerja harian lepas di Disdikpora Bantul.

Bagus dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 5021 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara itu, penasihat hukum tersangka, Muhammad Taufiq menyampaikan akan mengajukan eksepsi atau keberatan. Menurutnya, tindak pidana korupsi adalah tindak kejahatan bersama-sama.

Selain itu, lanjut Taufiq, dalam dakwaan JPU terdapat kata 'memerintahkan' yang berarti menurutnya dalam kasus ini ada pihak lain yang juga patut menjadi tersangka.

"Tentunya tidak mungkin di dalam delik korupsi itu ada kata memerintahkan tetapi tidak ada orang lain yang ditersangkakan," jelasnya kepada wartawan usai sidang.

"Karena jelas Pak Bagus ini posisinya hanya pengguna hasil, jadi tentu ada yang belanja, ada yang menyuruh belanja. Nah pertanyaannya kenapa yang pengguna hasil saja yang ditersangkakan," tambahnya.

Jika hanya ada satu tersangka yakni Bagus dalam kasus korupsi ini, Taufiq menerangkan, seharusnya tersangka Bagus bukan dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi.

"Tetapi pasal penggelapan dalam jabatan. Kalau pasal penggelapan dalam jabatan saya sepakat tersangkanya hanya satu," tutupnya.




(aku/rih)


Hide Ads