Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo, putra eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo berbuntut panjang. Gaya hidup mewah keluarga itu juga menjadi sorotan.
Pakar sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Andreas Budi Widyanta menyebut gaya hidup mewah yang ditunjukkan salah satu pejabat Ditjen Pajak ibarat fenomena gunung es. Praktik-praktik serupa diduga masih terjadi di kalangan pejabat lainnya.
"Ini seperti fenomena gunung es, yang kelihatan baru puncaknya saja sementara di bawah lautan jumlahnya banyak dan belum teridentifikasi. Inilah yang menyebabkan kenapa ketimpangan ekonomi bangsa menganga lebar," jelas Andreas melalui keterangan tertulisnya yang diterima detikJateng pada Senin (27/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan gaya hidup yang memposisikan aspek-aspek materialisme sebagai penanda seseorang memiliki gaya hidup lebih dari yang lain kini semakin terlihat jelas. Masyarakat menunjukkan kelas sosial elite berbeda dengan kebanyakan orang sebagai bentuk eksistensi.
Ujung-ujungnya, mereka terjebak pada masuk ke dalam perangkap besar liberalisasi ekonomi, konsumerisme, dan gaya hidup elite.
"Gaya hidup semacam itu membawa dampak berat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi tidak pernah punya kepekaan, ada begitu banyak orang yang sumber keuangan negara akan dihabiskan dengan perlombaan gaya hidup seperti itu. Apalagi itu pejabat publik, seharusnya lebih bersahaja," paparnya.
Andreas menyebut praktik gaya hidup yang kompetitif dan berlomba mengejar kelas elite yang diglorifikasi tanpa disadari telah mengkhianati kehidupan bersama sebagai sesama warga negara.
"Ini menjadi bentuk pengkhianatan solidaritas hidup bersama sebagai bangsa-negara," tuturnya.
Kondisi ini membuat pemerintah perlu melakukan pembenahan terhadap para pejabatnya, terutama yang terkait dengan keuangan.
"Ada kemerosotan moral pejabat publik kita sehingga perlu segera dilakukan tindakan revolusi mental," kata Andreas.
(ahr/sip)