Motif Perempuan Rusak Masjid di Salaman Magelang: Sakit Hati dengan Bank

Motif Perempuan Rusak Masjid di Salaman Magelang: Sakit Hati dengan Bank

Eko Susanto - detikJateng
Selasa, 13 Des 2022 17:55 WIB
Jumpa pers kasus perusakan masjid di Salaman, Magelang, Selasa (13/12/2022).
Jumpa pers kasus perusakan masjid di Salaman, Magelang, Selasa (13/12/2022). Foto: Eko Susanto/detikJateng
Kabupaten Magelang -

Perempuan berinisial F (50) ditetapkan sebagai tersangka penistaan dan perusakan masjid di Salaman, Kabupaten Magelang. Polisi mengungkap motif tersangka.

"Motif yang dilakukan oleh tersangka atau pelaku, kesal, sakit hati terhadap salah satu bank. Yang mana sertifikat tanah dan rumahnya dijadikan agunan, yang bersangkutan datang ke sana ingin mengambil karena masih menjadi barang jaminan dan belum dilunasi otomatis dari pihak bank tidak memperbolehkan," kata Plt Kapolresta Magelang AKBP Mochammad Sajarod Zakun dalam rilis pers di Polresta Magelang, Selasa (13/12/2022).

"Sehingga terjadinya kekesalan dan ingin dilampiaskan dengan melakukan pembakaran pembatas di salah satu masjid tersebut antara jemaah laki-laki dan perempuan. Juga melakukan perusakan di dalam masjid," sambung Sajarod.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Sajarod, F ditangkap anggota Polsek Salaman bersama warga setempat saat melakukan perbuatannya, Senin (12/12), sekitar pukul 09.00 WIB. Sebelumnya, pelaku ternyata pernah melakukan perbuatan serupa.

"Setelah kami dalami ternyata yang bersangkutan telah melakukan perbuatan yang sama sebanyak empat kali. Yang pertama, dilakukan sejak bulan Agustus sampai September 2022. Yang kedua, sekitar bulan Oktober 2022 dan peristiwa ketiga, Sabtu (10/12) serta peristiwa keempat itu pada, Senin (12/12)," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Saat ini F tengah observasi di RSJ Prof dr Soerojo Magelang dan tidak dilakukan penahanan oleh polisi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite Etik dan Hukum/Psikiater RSJ Prof dr Soerojo Magelang, dr Ni Kadek Duti ASPL SpKJ (K) mengatakan untuk kasus seperti ini harus melakukan pemeriksaan secara terstandar terlebih dahulu.

"Jadi untuk pasien-pasien yang diduga mengalami gangguan jiwa kemudian melakukan tindak pidana itu biasanya kami akan melakukan prosedur seperti wawancara, kemudian observasi. Observasinya kalau di rumah sakit itu sesuai dengan Permenkes 77/2015 harus berada dalam ruangan terstandar," kata Kadek.

Proses pemeriksaan memakan waktu sekitar dua pekan. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri minimal tiga orang diketuai oleh seorang psikiater.

"Dalam proses observasi itu, kami juga membutuhkan data-data kolateral. Dari mana saja, bisa dari berbagai pihak yang kami anggap netral, bisa dari keluarga, tetangga, kemudian perangkat desa atau pihak-pihak berwajib yang memang mengetahui permasalahannya," imbuhnya.




(rih/aku)


Hide Ads