Pengacara Bryan Pertanyakan Penanganan Kasus Penganiayaan Holywings Jogja

Pengacara Bryan Pertanyakan Penanganan Kasus Penganiayaan Holywings Jogja

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Senin, 12 Sep 2022 15:29 WIB
Tim kuasa hukum Bryan Yoga Kusuma, Johnson Panjaitan, saat ditemui di Mapolda DIY, Senin (12/9/2022). Kedatangannya terkait kasus penganiayaan Holywings Jogja.
Tim kuasa hukum Bryan Yoga Kusuma, Johnson Panjaitan, saat ditemui di Mapolda DIY, Senin (12/9/2022). Kedatangannya terkait kasus penganiayaan Holywings Jogja. Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng
Sleman -

Kasus penganiayaan di Holywings Jogja, Sleman, DIY, yang melibatkan anak komisaris utama bank pelat merah di Jawa Timur, Bryan Yoga Kusuma, pada Sabtu (4/6) lalu masih terus bergulir. Dalam kasus ini diduga ada keterlibatan anggota kepolisian.

Johnson Panjaitan, salah satu tim kuasa hukum Bryan Yoga Kusuma, mendatangi Polda DIY siang ini dan bertemu dengan Wakapolda DIY Brigjen R Slamet Santoso untuk meminta kejelasan kasus yang menimpa kliennya. Ia menilai dalam kasus ini penuh dengan rekayasa.

"Mas Albert dan Yoga adalah korban pengeroyokan yang dilakukan oleh pihak kepolisian ya. Yang terjadi di kantor polisi dan Holywings. Kami datang ke sini dalam rangka menindaklanjuti proses yang kami anggap penuh rekayasa dan prasangka," kata Johnson ditemui di Mapolda DIY, Senin (12/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menjelaskan kasus ini pada dasarnya telah berjalan di dua trek. Pertama soal adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oknum anggota Polres Sleman dan kedua terkait dugaan penganiayaan.

"Kasus ini sekarang sedang berkembang di dua trek secara pro justitia. Yang pertama adalah kode etik yang satu lagi adalah soal pengeroyokannya Pasal 170 (KUHP)," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Akan tetapi dalam perkembangannya, ia menyebut banyak hal yang tidak beres. Seperti dua perwira Polres Sleman berinisial LV dan AR yang menjadi terduga pelaku penganiayaan masih berdinas. Selain itu terduga pelaku penganiayaan lainnya yakni KN juga masih belum ditahan.

"Memang yang bisa kita identifikasi ada 4 sebenarnya 5, 6 (orang) begitu ya yang secara jelas bisa kita indentifikasi. Sebenarnya bisa sangat jelas kalau CCTV-nya bisa diambil dilihat dan ada," ujarnya.

"Di situ saya dapatkan tekanan, ancaman, juga tawaran hengki pengki (pengondisian) ini damai," imbuhnya.

Ia pun menuding adanya dugaan rekayasa penanganan perkara. Salah satunya yakni adanya laporan model A yang dibuat oleh anggota Polres Sleman berinisial AP.

Berdasarkan Perkap No 6 tahun 2019, lanjutnya, laporan model A dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi. Padahal menurut keterangan kliennya, saat kejadian AP tidak berada di lokasi.

Oleh karena itu, ia ingin agar kasus ini ditangani oleh Polda DIY. Baik dalam kasus pidana penganiayaan maupun kode etik.

"Ada main-main itu makanya jadi poin-poin kita makanya sekarang semua ditangani Polda jangan lagi Polres karena itu berkepentingan dan berjaringan gitu," tudingnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Di sisi lain, Johnson menyebut penanganan kasus ini tidak on the track karena adanya konflik kepentingan. Di mana ada salah satu terduga pelaku punya relasi dengan perwira tinggi kepolisian.

"Salah satunya ada yang (punya relasi dengan) pangkatnya bintang ya satu. Kemudian salah satu lagi di dinas di oditur militer bahkan ada yang orang tuanya pengacara juga," bebernya.

Dia juga meminta agar orang-orang yang terlibat dalam kasus ini ditahan guna kelancaran proses penanganan perkara.

"Kita coba luruskan supaya ini on the track supaya kasusnya ini kode etik harus ditangkap, ditahan dan saya kira harus diadili dan dipecat kalau memang benar-benar. Jangan ada lagi kasus bonsai ya korting-korting gitu lho," tegasnya.

Sementara itu, Wakapolda DIY Brigjen R Slamet Santoso memastikan penanganan kasus ini sudah sesuai prosedur. Walaupun diakuinya terdapat beberapa hambatan sehingga polisi belum menentukan tersangka dalam kasus ini.

"Terkait dengan ada beberapa hambatan itu dikarenakan ada beberapa korban, saksi, yang sampai bulan Agustus itu masih dalam kondisi sakit belum bisa diperiksa," kata Slamet.

Ia memastikan penanganan perkara terus berlangsung. Baik untuk kode etik maupun pidana penganiayaan.

Dia juga membantah klaim adanya obstruction of justice yang dilontarkan oleh tim kuasa hukum Bryan.

"Kasusnya selama ini sudah berjalan baik itu dari pidananya maupun dari kode etiknya sampai saat ini masih berjalan dan itu saya pastikan bahwa kita laksanakan sesuai dengan prosedur dan tidak ada rekayasa-rekayasa ataupun obstruction of justice tidak ada yang seperti itu karena di Jogja selama ini ya kita laksanakan sesuai dengan prosedur yang ada," tegasnya.

Di sisi lain, polisi telah menonaktifkan dua perwira Polres Sleman yakni LV an AR yang diduga terlibat dalam kasus penganiayaan ini. Keduanya pun kini ditarik ke Yanma Polda DIY.

"Dari awal begitu kejadian langsung kita nonaktifkan sudah kita nonaktifkan dulu kemudian nanti dari begitu kita sudah sidang kode etik. Baru kita akan ada keputusannya dari sidang kode etik itu apakah dinonaktifkan permanen atau ada putusan lain didemosi ataupun yang lainnya," pungkasnya.

Untuk diketahui, anak Komisaris Utama sebuah bank BUMD di Jawa Timur, Bryan Yoga Kusuma diduga dikeroyok puluhan orang di kafe Holywings, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (4/6) dini hari. Dua perwira pertama atau inspektur di Polres Sleman, berinisial AR dan LV, diduga terlibat dalam pengeroyokan itu.

Halaman 2 dari 2
(rih/aku)


Hide Ads