Ini 4 Pelanggaran HAM dalam Kasus Pembunuhan Brigadir Yoshua

Ini 4 Pelanggaran HAM dalam Kasus Pembunuhan Brigadir Yoshua

Tim detikNews - detikJateng
Kamis, 01 Sep 2022 15:56 WIB
Konferensi pers Komnas HAM (Anggi-detikcom)
Foto: Konferensi pers Komnas HAM (Anggi-detikcom)
Solo -

Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menemukan empat pelanggaran HAM dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Temuan ini berdasarkan analisis Komnas HAM terhadap kasus yang diduga diotaki mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo ini.

1. Hak Hidup

"Kami kemudian beranjak kepada soal analisa pelanggaran HAM-nya, ada 4 poin, pertama hak untuk hidup. Terdapat pelanggaran hak untuk hidup yang dijamin pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Faktanya memang terdapat pembunuhan Brigadir J yang terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022, di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam jumpa pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat (1/9/2022) seperti dilansir detikNews.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Para tersangka adalah eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (PC), Bhadara E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

2. Hak Memperoleh Keadilan

Kembali lagi ke laporan Komnas HAM, pelanggaran ham yang kedua, kata Beka, adalah hak memperoleh keadilan. Dalam kasus ini, Brigadir J, yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi, ditembak mati tanpa melalui proses hukum.

"Kemudian hak untuk memperoleh keadilan, terdapat pelanggaran hak untuk memperoleh keadilan di dalam Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun '99. Brigadir J, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap saudari PC, telah 'dieksekusi' tanpa melalui proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, dan seterusnya. Harusnya ketika dugaan apa pun harus ada proses hukum awal, tidak langsung kemudian dieksekusi," kata dia.

ADVERTISEMENT

Menurut Beka, dalam dugaan pelecehan ini, Putri Candrawathi terhambat kebebasannya untuk melaporkan kejadian kepada polisi tanpa intervensi. Namun, Beka menegaskan, pelecehan seksual yang dialami oleh Putri itu baru sebatas dugaan.

3. Obstruction of Justice

Kemudian, pelanggaran HAM ketiga dalam kasus ini adalah obstruction of justice atau upaya penghalangan proses hukum. Hal itu dibuktikan dengan fakta adanya perusakan barang bukti hingga mengaburkan peristiwa yang terjadi dalam kasus ini.

"Yang ketiga adalah obstruction of justice, berdasarkan fakta yang ditemukan terdapat tindakan-tindakan yang diduga merupakan obstruction of justice dalam peristiwa penembakan Brigadir J tersebut, tindakan dimaksud antara lain, sengaja menyembunyikan atau melenyapkan barang bukti saat sebelum atau sesuai proses hukum," jelas Beka.

"Yang kedua sengaja melakukan pengaburan fakta peristiwa, tindakan obstruction of justice tersebut berimplikasi terhadap pemenuhan akses keadilan, dan kesamaan di hadapan hukum, yang merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam hukum nasional maupun internasional," imbuhnya.

Simak pelanggaran HAM keempat di halaman selanjutnya..

4. Hak Perlindungan Anak

Keempat, kata Beka, adanya pelanggaran hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental. Dalam kasus ini, anak yang dimaksud adalah anak dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

"Yang keempat ada hak anak, hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental dijamin Pasal 52 dan 58 UU Nomor 39 Tahun '99 tentang HAM dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," sebut dia.

Beka mengatakan, dalam kasus ini, anak Ferdy Sambo mengalami perundungan dan ancaman cyber. Hal itu didapatkan dari keterangan dari yang bersangkutan.

Komnas HAM Serahkan Laporan Penyelidikan

Sebelumnya Komnas HAM dan Komnas Perempuan telah menyerahkan laporan mengenai penyelidikan kasus Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J ke Polri. Penyerahan dilakukan di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.

"Jam 10 tadi kami menyerahkan dan menyampaikan laporan lengkap dari Komnas HAM ditambahkan laporan yang khusus dari Komnas Perempuan kepada Timsus dan Bapak Kabareskrim sebagai pimpinan penyidik dan disaksikan oleh Kabaintelkam dan beberapa pejabat utama Mabes Polri lainnya," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (1/9).

Taufan mengucapkan terima kasih kepada Polri karena telah memberikan kepercayaan kepada Komnas HAM menyelidiki kasus ini. Dia mengatakan Komnas HAM bekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Kesepakatan itu, kata Taufan, adalah memberikan akses yang luas kepada Komnas HAM dalam menyelidiki kasus Brigadir J ini. Komnas HAM juga telah meminta dan mendapatkan informasi untuk mengusut kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo tersebut.

"Yang pertama adalah keterbukaan dan akuntabilitas, yang kedua kesepakatan untuk Komnas HAM ini diberi aksesibilitas. Jadi peluang diberikan kepada kami untuk meminta, mendapatkan informasi yang kami butuhkan terkait dengan pengungkapan kasus Brigadir Yosua ini," tutur dia.

Halaman 2 dari 2
(aku/sip)


Hide Ads