Sebanyak 16 polisi yang diduga melanggar kode etik saat menangani kasus pembunuhan Brigadir Yoshua atau Brigadir J akan segera menjalani proses sidang etik maksimal 30 hari. Hal itu disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, Jakarta Pusat, hari ini.
Dilansir detikNews, Rabu (24/8/2022), Kapolri mengatakan 16 polisi itu bagian dari 35 personel yang ditempatkan secara khusus (patsus) karena diduga melanggar kode etik yang berkaitan dengan kasus pembunuhan Brigadir J.
"Dari 35 personel tersebut, 18 sudah kami tempatkan di penempatan khusus. Sementara yang lain masih berproses pemeriksaannya," kata Kapolri dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR, dikutip dari detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dua (di antara 35 personel tersebut) saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan laporan polisi di Bareskrim. Sehingga tinggal 16 orang yang ada di patsus. Sementara sisanya menjadi tahanan terkait dengan kasus yang dilaporkan di Bareskrim," imbuh Kapolri.
Kapolri menambahkan, pihaknya berkomitmen melakukan proses sidang etik selama 30 hari ke depan. "Kami tentunya berkomitmen untuk segera bisa menyelesaikan proses sidang etik profesi dengan waktu 30 hari ke depan. Ini juga untuk memberikan kepastian hukum terhadap para terduga pelanggar," ujar Kapolri.
Kapolri Ungkap Sederet Kejanggalan
Dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR itu, Kapolri juga mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J saat Irjen Ferdy Sambo masih menjabat Kadiv Propam Polri.
Awalnya Kapolri mengungkap soal intervensi penyidikan dari Divisi Propam Polri. Saat itu Irjen Ferdy Sambo masih menjabat Kadiv Propam Polri. Selain mengintervensi kasus, Div Propam Polri juga disebut menolak permintaan keluarga korban agar Brigadir J dimakamkan secara kedinasan.
"Personel Div Propam Polri menolak permintaan keluarga untuk dilaksanakan pemakaman secara kedinasan, karena menurut personel div propam tersebut terdapat syarat yang harus dipenuhi. Dan, dalam hal ini mereka menyatakan ada perbuatan tercela, sehingga kemudian tidak dimakamkan secara kedinasan," kata Sigit di gedung DPR/MPR, Rabu (24/8), dikutip dari detikNews.
Kapolri juga mengungkap adanya intervensi dari Karopaminal Brigjen Hendra Kurniawan, pejabat tinggi di Divisi Propam Polri. Hendra Kurniawan disebut meminta keluarga korban agar tidak melakukan perekaman saat jenazah Brigadir J tiba dengan alasan masalah aib.
Pihak keluarga juga merasa janggal dengan penjelasan detail dari Brigjen Hendra Kurniawan soal insiden yang menewaskan Brigadir Yoshua.
"Beberapa hal ditanyakan (oleh pihak keluarga Brigadir J), antara lain masalah CCTV di tempat kejadian, hal-hal yang dirasa janggal, kemudian terkait barang-barang korban termasuk HP. Kejanggalan-kejanggalan ini kemudian viral di media dan mendapatkan perhatian publik," terang Kapolri.
(dil/sip)