Mahfud Md: Kelompok Sambo Sangat Berkuasa, Seperti Punya Kerajaan di Polri

Nasional

Mahfud Md: Kelompok Sambo Sangat Berkuasa, Seperti Punya Kerajaan di Polri

Tim detikNews - detikJateng
Kamis, 18 Agu 2022 14:38 WIB
Solo -

Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap adanya sejumlah hambatan terkait penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Mahfud menyebut salah satu hambatannya adalah ada kelompok Ferdy Sambo yang sangat berkuasa layaknya kerajaan tersendiri di dalam Polri.

Dilansir detikNews, hal itu disampaikan Mahfud dalam tayangan podcast bersama Akbar Faizal yang disiarkan di YouTube, Kamis (18/8/2022). detikcom sudah mendapatkan izin untuk mengutip pernyataan Mahfud.

"Yang jelas, ada hambatan-hambatan di dalam secara struktural ya, karena ini tidak bisa dimungkiri ini ada kelompok Sambo sendiri ini yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya. Seperti sub-Mabes-lah ini yang sangat berkuasa dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya. Kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu yang sekarang sudah ditahan," kata Mahfud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud menyebut sudah menyampaikan kepada Polri untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Mahfud mengatakan dalam kasus Sambo, ada tiga klaster yang turut membantu pembunuhan, mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga rekayasa kasus. Klaster pertama adalah mereka yang membantu mengeksekusi korban secara langsung.

"Saya sudah sampaikan ke Polri, ini harus diselesaikan, masih ada tersangka. Ini ada tiga klaster yang kasus Sambo. Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Nah, yang ini tadi yang kena pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan dan ikut memberi pengamanan di situ," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Mahfud mengatakan klaster kedua adalah mereka yang membantu menghilangkan barang bukti. Klaster itu menurut Mahfud merupakan bagian dari obstruction of justice.

"Nah, menurut saya, kelompok satu dan dua ini tidak bisa kalau tidak dipidana. Kalau yang ini tadi melakukan dan merencanakan. Kalau yang obstruction of justice itu mereka yang menghalang-halangi itu, memberikan keterangan palsu. Membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian yang obstruction of justice," lanjutnya.

Mahfud menjelaskan klaster ketiga, yakni mereka yang hanya ikut-ikutan karena sedang berjaga dan bertugas. Mereka yang masuk klaster tiga hanya menjalankan tugas sesuai perintah.

Lebih lanjut Mahfud menilai yang layak untuk diproses pidana, yakni klaster satu dan dua. Sementara itu, untuk klaster ketiga, Mahfud menilai hanya perlu diberi sanksi etik.

"Saya pikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama, yang kecil-kecil ini hanya ngetik hanya ngantarkan surat, menjelaskan bahwa bapak tidak ada, memang tidak ada misalnya begitu. Menurut saya ini nggak usah hukuman pidana, cukup disiplin," imbuhnya.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Kemudian, Polri menghentikan penyidikan terkait dugaan pelecehan seksual oleh Yoshua terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi. Hal ini lantaran tidak ditemukan peristiwa pidana tersebut.

Ferdy Sambo telah ditahan di Mako Brimob. Pada Kamis (11/8), dia diperiksa pertama kali setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus tewasnya Brigadir J. Saat diambil berita acara pemeriksaan (BAP), Sambo mengaku merencanakan pembunuhan karena Brigadir J melakukan hal yang mencoreng martabat keluarga.

(aku/mbr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads