Warga Terdampak Bendung Bener Polisikan LSM di Purworejo

Warga Terdampak Bendung Bener Polisikan LSM di Purworejo

Rinto Heksantoro - detikJateng
Selasa, 29 Mar 2022 18:09 WIB
Masyarakat Terdampak Bendung Bener (Masterbend) geruduk Polres Purworejo, Selasa (29/3/2022).
Masyarakat Terdampak Bendung Bener (Masterbend) geruduk Polres Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng)
Purworejo -

Masyarakat Terdampak Bendung Bener (Masterbend) melaporkan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Purworejo, Jawa Tengah. Masterbend melaporkan LSM itu atas dugaan kasus pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE.

Ratusan warga terdampak Bendungan Bener mendatangi Polres Purworejo, Jl Gajah Mada No 2, Purworejo pada Selasa (29/3/2022). Mereka didampingi penasihat hukumnya, Hifdzil Alim dari Firma Hicon, untuk melaporkan salah satu LSM yang diduga telah mencemarkan nama baik Masterbend.

Meski hanya menyebut inisial, namun hasil penelusuran detikJateng, bahwa LSM yang dilaporkan adalah LSM Tamperak. Diketahui, LSM yang terletak di Jl Dewi Sartika, Purworejo itu diketuai Sumakmun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami mendampingi Masterbend ke sini (Polres Purworejo) telah melaporkan dugaan pencemaran nama baik melalui informasi elektronik sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (3) Undang-undang ITE," kata Hifdzil saat ditemui detikJateng di Polres Purworejo, Selasa (29/3/2022).

"Oknum yang kami laporkan inisialnya (S), dia adalah ketua LSM inisialnya (T) yang ada di Kabupaten Purworejo, yang kemudian menuduh Masterbend melakukan pemerasan terhadap warga. Maka kami menduga bahwa saudara (S) ketua LSM (T) telah melakukan pencemaran nama baik," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Hifdzil menjelaskan selama ini sudah ada perjanjian antara Masterbend dan warga terkait penyelesaian Uang Ganti Rugi (UGR) lahan terdampak Bendungan Bener. Perjanjian tersebut legal menurut hukum karena tidak ada unsur paksaan dan semua pihak sudah sepakat.

"Masterbend itu mewakili atas nama warga memperjuangkan hak-hak warga memperjuangkan keadilan bagi warga, ada penyajiannya ada surat perjanjiannya ada perjanjian perdatanya yang mengikat bagi para pihak. Kalau tidak paham surat perjanjian perdata itu, ya monggo sekolah lagi dulu baru melakukan tuduhan," jelasnya.

Dalam laporan tersebut, Hifdzil menuturkan pihaknya juga telah melengkapi dengan alat bukti.

"Atas laporan ini kami sudah menyiapkan semua alat buktinya, kami sudah menyiapkan saksi-saksinya. Kami sudah menyiapkan kronologinya, dan kami berharap Polres Purworejo akan menindaklanjuti laporan kami ini agar tidak ada lagi LSM-LSM di Purworejo ini yang kemudian melakukan penindasan kemudian melakukan pengancaman maupun pemerasan terhadap warga yang ada di Purworejo," imbuhnya.

Polisi terima laporan resmi Masterbend

Sementara itu, Kasat Kasat Reskrim Polres Purworejo, AKP Agus Budi Yuwono membenarkan pihak Masterbend telah melakukan laporan resmi atas kasus tersebut di atas. Laporan dengan nomor: 21/III/2022/Resor Purworejo tertanggal 29 Maret 2022 itu akan ditindaklanjuti.

"Untuk hari ini kita sudah kedatangan dari penasihat hukum Masterbend, hari ini kita terima laporannya hari ini laporan resmi. Nanti akan kita lihat apa yang dilaporkan, kaitannya dengan bukti-bukti yang disampaikan ke kami akan kami tindak lanjuti," ujar Agus.

Terpisah, selaku terlapor, Sumakmun menuturkan pihaknya belum mengetahui jika hari ini dilaporkan ke Polres Purworejo. Sumakmun menyebut sebelumnya tidak ada klarifikasi dari pihak Masterbend terkait hal itu.

"Jadi akan saya pelajari dulu, karena saya belum tahu, saya mohon maaf sama teman-teman. Nanti ketika ada permintaan keterangan lebih lanjut silakan, tapi untuk sekarang terus terang saya belum mempelajari apa yang dilaporkan. Sebelumnya juga belum ada klarifikasi terkait ini," kata Sumakmun.

Masyarakat Terdampak Bendung Bener (Masterbend) geruduk Polres Purworejo, Selasa (29/3/2022).Masyarakat Terdampak Bendung Bener (Masterbend) geruduk Polres Purworejo, Selasa (29/3/2022). Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng

Kilas balik soal ramai kasus UGR

Sebelumnya puluhan warga terdampak pembangunan Bendungan Bener mengaku jika UGR yang mereka terima dipotong 5 persen oleh oknum warga lain. Karena dipaksa dan diancam saat memberikan uang potongan tersebut, mereka akhirnya membawa kasus tersebut ke ranah hukum dan berharap uang yang sudah terlanjur dibayarkan bisa kembali.

Kasus pungutan UGR sebesar 5 persen tersebut diungkapkan oleh Sumakmun (51) selaku penerima kuasa dari warga terdampak Bendungan Bener. Atas kasus tersebut, pihaknya kemudian melaporkan kasus tersebut ke Kapolri dengan tembusan 11 instansi lain.

Dalam surat tersebut, pihaknya melaporkan adanya dugaan kasus pemerasan, pungli dan korupsi. Menurut cerita warga, Sumakmun menuturkan yang diduga melakukan pemotongan UGR tersebut adalah korlap paguyuban Masterbend, ketua tim advokasi serta oknum lain.

"Ada sekitar 30-an warga yang meminta pendampingan hukum, dan kemungkinan jumlahnya akan merembet lagi. Jadi mereka itu diminta 5 persen dari total UGR. Ketika tidak membayar 5 persen akan dilaporkan perdata maupun pidana. Karena takut akhirnya warga membayar, isi somasi dipenjara ya takut," terang Sumakmun beberapa waktu lalu.

Sumakmun sangat menyayangkan adanya pungutan tersebut, terlebih warga yang dimintai setoran itu tidak terlibat perkara apa pun sehingga tidak membutuhkan bantuan dari Masterbend maupun advokasi. Untuk melangkah lebih jauh, Sumakmun mengaku telah mengantongi bukti-bukti kasus pungutan tersebut.

"Itu 5 persen katanya buat bantuan hukum, tapi warga tidak pernah tahu sebenarnya untuk apa. Orang disomasi itu kan karena ingkar janji, sedangkan warga yang ini juga tidak pernah berperkara hukum," lanjutnya.

Diwawancara terpisah, salah satu warga terdampak pembangunan Bendungan Bener, Mujiono (50) mengaku pihak keluarganya telah menyetorkan sejumlah uang kepada oknum yang bersangkutan. Ia dan warga lain mengaku terpaksa, tidak ikhlas dan ingin uangnya segera kembali.

"Istri saya kan dapat UGR sekitar Rp1,5 miliar. Bapak saya dapat UGR sekitar Rp550 juta. Terus saya sudah transfer yang untuk istri sekitar Rp48 jutaan yang bapak saya harusnya Rp27,5 juta baru saya transfer Rp18,5 juta. Itu masih kurang, dan saya disomasi," tuturnya.




(ams/aku)


Hide Ads