Keraton Solo bukan sekadar simbol budaya, tapi juga menjadi bagian dari sejarah penting di tanah Jawa. Bahkan tersimpan sejarah panjang yang dipenuhi dengan perjuangan. Lantas, bagaimana sejarah Keraton Solo dari masa ke masa?
Keraton Solo atau dikenal juga sebagai Keraton Surakarta adalah bagian dari pusat budaya dan sejarah yang letaknya ada di Solo. Berdirinya Keraton Solo tidak terlepas dari sejarah panjang yang melibatkan hadirnya Keraton Kartasura hingga Kerajaan Mataram Islam.
Menurut laman resmi DPRD Kota Surakarta, asal-usul nama Surakarta berasal dari permainan kata Kartasura. Sementara itu, cikal bakal nama Solo dalam sejarah bermula dari sebuah dusun yang dipilih oleh Sultan Pakubuwono II saat hendak mendirikan istana baru yang diberi nama Sala atau Solo.
Perbedaan antara kata Solo dan Surakarta adalah penggunaannya dalam kehidupan masyarakat. Kata Surakarta sendiri acap kali digunakan dalam situasi formal atau pemerintahan, sedangkan Solo punya jangkauan yang lebih umum.
Nah, di balik megahnya istana Keraton Kasunanan Solo, tersimpan sejarah panjang yang turut melibatkan keturunan Pakubuwono, yaitu pemimpin atau raja dari Keraton Solo itu sendiri. Bagaimana kisah sejarah dan silsilah keluarga dari Keraton Solo? Mari simak uraiannya berikut ini.
Poin Utamanya:
- Keraton Solo lahir dari perpindahan pusat Mataram ke Sala tahun 1745, usai kekacauan di Kartasura pada masa Pakubuwono II.
- Perjanjian Giyanti 1755 memecah Mataram menjadi dua kekuasaan besar, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
- Silsilah Keraton Solo diisi oleh 12 raja yang terus berlanjut hingga masa Pakubuwono XIII dan akan diteruskan oleh putra mahkota KGPAA Hamangkunegoro sebagai penerus tradisi dan budaya kerajaan.
Bagaimana Sejarah Keraton Solo?
Mengutip dari buku 'Kitab Terlengkap Sejarah Mataram' karya Soedjipto Abimanyu, sejarah Keraton Solo bermula dari Pakubuwono I yang dikenal sebagai sultan dari Keraton Kartasura. Pada era tahun 1700-an, Pakubuwono I berhasil naik takhta di Kartasura melalui serangkaian pemberontakan yang dibantu oleh pihak VOC.
Selama masa pemerintahan Pakubuwono I, terdapat berbagai perjanjian yang telah disepakati oleh VOC. Termasuk kewajiban untuk melunasi hutang dalam jumlah yang besar dan mengirim ribuan ton beras kepada VOC setiap tahunnya.
Setelah Pakubuwono I wafat, putra dari Sri Susuhunan Prabu Amangkurat Jawa atau Amangkurat IV menjadi penggantinya memerintah Kasunanan Kartasura. Sosoknya diberi gelar sebagai Pakubuwono II. Nah, pada saat pemerintahan Pakubuwono II inilah yang melibatkan banyak pemberontakan.
Tidak hanya itu saja, sejarah Keraton Solo juga melibatkan Perjanjian Giyanti yang membuat Kerajaan Mataram Islam terbagi menjadi dua wilayah berbeda. Salah satunya sebagai Kasunanan Solo, sedangkan bagian lainnya adalah Kasultanan Yogyakarta. Untuk lebih jelasnya, mari pahami sejarah Keraton Solo dari masa ke masa yang melibatkan sejumlah peristiwa penting.
1. Geger Pecinan
Geger Pecinan bisa dibilang menjadi cikal bakal runtuhnya Kasunanan Kartasura. Apa itu Geger Pecinan? Istilah tersebut merujuk pada perselisihan di dalam anggota kerajaan dalam perebutan takhta kerajaan yang mengakibatkan adanya pemberontakan orang-orang Tiongkok di Batavia.
Peristiwa tersebut melibatkan kakak-beradik yang tidak lain adalah Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I. Keduanya ternyata berseberangan politik. Kondisi ini turut memicu pemberontakan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Awalnya Pakubuwono II mendukung para pemberontak, tapi pada akhirnya dirinya justru berbalik mendukung VOC dan melawan pemberontakan. Tindakan ini berseberangan dengan pihak keponakan Pakubuwono II yang bernama Raden Mas Said.
Di tengah kondisi perebutan kekuasaan yang terjadi, Raden Mas Said berhasil merebut wilayah kekuasaan Kartasura dan menghancurkan istana tersebut. Inilah yang membuat Pakubuwono II akhirnya memilih untuk membangun istana yang baru di Surakarta.
2. Berdirinya Keraton Solo
Setelah Keraton Kartasura mengalami kehancuran, Pakubuwono II memutuskan untuk mendirikan Kasunanan Surakarta di Dusun Sala (Solo). Masih dirangkum dari buku yang sama, proses mendirikan Keraton Surakarta berlangsung di era tahun 1740-an. Pada saat itu, Pakubuwono II memerintahkan sejumlah orang narapraja agar mencari dusun yang bakal digunakan sebagai istana yang baru.
Sebenarnya, terdapat tiga kandidat dusun yang diajukan kepada Pakubuwono II. Namun, Dusun Sala menjadi kandidat terkuat untuk dipilih. Pakubuwono II membangun istana baru di Dusun Sala.
Setelah dipimpin oleh Pakubuwono II, Keraton Surakarta diperintah oleh raja yang bergelar sebagai Pakubuwono III. Mengingat sang ayah menyepakati berbagai perjanjian kepada VOC, maka Pakubuwono III meneruskan hal tersebut. Dirinya harus tunduk pada VOC yang menjadikannya sebagai salah satu musuh terbesar bagi Mangkubumi, termasuk Raden Mas Said.
Terjadi berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Mas Said guna menyingkirkan Pakubuwono III dari Keraton Surakarta. Namun, dukungan yang diberikan oleh VOC, membuat takhta Pakubuwono III tetap aman.
Kemudian Raden Mas Said dan Mangkubumi justru memilih untuk berpisah. Situasi inilah yang membuat VOC melihat adanya celah untuk menciptakan perdamaian antara Mangkubumi dan Keraton Surakarta. Dibuatlah Perjanjian Giyanti di tahun 1755 silam.
3. Adanya Perjanjian Giyanti
Apa itu Perjanjian Giyanti? Menurut buku 'Hitam Putih Kekuasaan Raja-Raja: Jawa Intrik, Konspirasi Perebutan Harta, Tahta dan Wanita' oleh Sri Wintala Achmad, Perjanjian Giyanti adalah pengakuan VOC atas kedaulatan Raden Mas Sujana atau Pangeran Mangkubumi sebagai raja keturunan Mataram yang menguasai separuh wilayah kekuasaan Sunan Pakubuwono III. Perjanjian Giyanti inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Di dalam Perjanjian Giyanti ini, Surakarta bersedia untuk berbagi wilayah dengan Mangkubumi. Situasi inilah yang membuat Mangkubumi mampu mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kasultanan Yogyakarta. Dengan adanya Perjanjian Giyanti pula, Mangkubumi dikukuhkan sebagai salah satu pewaris takhta Mataram yang bergelar Hamengkubuwono I.
Perjanjian Giyanti juga menjadi peristiwa bersejarah yang membuat Kerajaan Mataram Islam terbagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwono II dan Kasultanan Yogyakarta dengan Hamengkubuwono I sebagai rajanya.
Selepas berpisah dari Mangkubumi, Raden Mas Said justru menjadikan VOC, Pakubuwono III, dan Hamengkubuwono I sebagai musuhnya. Namun, ketidakmampuannya dalam melawan para musuhnya membuat Raden Mas Said justru memilih untuk menyatakan kesetiaan terhadap musuh-musuhnya.
Sejak itulah, Kasunanan Surakarta mengalami perkembangan dari masa ke masa. Mulai dari Pakubuwono II hingga sebelum akhirnya Pakubuwono XIII yang tutup usia di tahun 2025 ini.
Silsilah Raja Keraton Solo
Lantas, bagaimana silsilah Raja Keraton Solo? Sebagaimana diketahui, berdirinya Keraton Solo bermula dari Pakubuwono II lalu takhta diberikan secara turun-temurun kepada keturunannya. Tercatat setidaknya sudah ada 12 raja yang memerintah Keraton Solo dari masa ke masa.
Masih dikutip dari buku yang sama, yaitu 'Kitab Terlengkap Sejarah Mataram', berikut silsilah Raja Keraton Solo atau Keraton Surakarta dari sejak berdirinya sampai dengan sekarang:
- Sri Susuhunan Pakubuwono II (tahun 1745-1749)
- Sri Susuhunan Pakubuwono III (tahun 1749-1788)
- Sri Susuhunan Pakubuwono IV (tahun 1788-1820)
- Sri Susuhunan Pakubuwono V (tahun 1820-1823)
- Sri Susuhunan Pakubuwono VI (tahun 1823-1830)
- Sri Susuhunan Pakubuwono VII (tahun 1830-1858)
- Sri Susuhunan Pakubuwono VIII (tahun 1859-1861)
- Sri Susuhunan Pakubuwono IX (tahun 1861-1893)
- Sri Susuhunan Pakubuwono X (tahun 1893-1939)
- Sri Susuhunan Pakubuwono XI (tahun 1939-1944)
- Sri Susuhunan Pakubuwono XII (tahun 1944-2004)
- Sri Susuhunan Pakubuwono XIII (tahun 2004-2025)
Untuk diketahui, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII telah wafat pada Minggu (2/11/2025) kemarin. Situasi ini membuat tidak sedikit orang mungkin bertanya-tanya tentang, "Siapa pengganti Pakubuwono XIII sebagai Raja Keraton Surakarta? Berdasarkan arsip detikJateng, penerus Pakubuwono XIII adalah KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram.
Sosok KGPAA Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra Narendra Mataram sudah ditunjuk sebagai putra mahkota sejak tahun 2022 lalu. Sementara itu, penunjukkan KGPAA Hamangkunegoro untuk menjadi pewaris takhta Keraton Surakarta ternyata sudah mendapatkan persetujuan oleh keluarga inti dari Pakubuwono XIII.
Kendati begitu, pengumuman resmi sosok yang akan menjadi Raja Keraton Surakarta akan diumumkan nantinya. Kekosongan kekuasaan di Keraton Solo saat ini tengah diisi oleh Gusti Adipati Anom yang akan memimpin selama transisi pergantian raja yang baru.
Demikian tadi rangkuman mengenai sejarah Keraton Solo dari masa ke masa lengkap dengan silsilah keluarga kerajaan yang tidak terlepas dari perjuangan di masa kolonial. Semoga informasi ini mampu menambah wawasan baru.
Simak Video "Video: Celine Evangelista Dapat Gelar Kehormatan dari Keraton Solo"
(sto/apl)