Biaya Pernikahan Adat Jawa Ditanggung Siapa? Ini Aturannya Sesuai Tradisi

Biaya Pernikahan Adat Jawa Ditanggung Siapa? Ini Aturannya Sesuai Tradisi

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Senin, 03 Nov 2025 14:05 WIB
Biaya Pernikahan Adat Jawa Ditanggung Siapa? Ini Aturannya Sesuai Tradisi
Pernikahan adat Jawa. (Foto: ONEPROPHOTO PHOTO & CINEMA/Pexels)
Solo -

Dalam adat Jawa, pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, tetapi juga dua keluarga besar. Salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan adalah soal biaya, siapa yang seharusnya menanggung pesta pernikahan? Jawabannya ternyata punya akar kuat dalam tradisi turun-temurun dan memiliki makna simbolis yang dalam.

Tanggungan biaya biasanya berada di pihak keluarga mempelai wanita. Namun, pihak pria tetap berperan penting lewat peningset atau buwuh, yaitu kontribusi berupa uang dan bingkisan yang menjadi bentuk tanggung jawab serta penghormatan kepada calon istri dan keluarganya. Tradisi ini menunjukkan keseimbangan antara kehormatan, kesopanan, dan gotong royong dalam budaya Jawa.

Penasaran siapakah yang menanggung biaya pernikahan menurut adat Jawa, detikers? Mari kita simak penjelasan lengkap yang dihimpun dari artikel ilmiah Pernikahan Adat Jawa di Desa Nengahan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten oleh Bayu Ady Pratama dan Novita Wahyuningsih di bawah ini!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poin utamanya:

  • Dalam adat Jawa, keluarga mempelai wanita biasanya menanggung biaya utama pernikahan.
  • Pihak pria ikut berkontribusi lewat peningset atau buwuh sebagai tanda tanggung jawab.
  • Prosesi pernikahan Jawa sarat makna simbolis, mulai dari nontoni hingga injak telur.

ADVERTISEMENT

Biaya Pernikahan Adat Jawa Ditanggung Siapa?

Dalam tradisi pernikahan adat Jawa, biaya pesta pernikahan umumnya menjadi tanggungan pihak keluarga mempelai wanita, tetapi pihak pria tetap ikut berkontribusi melalui prosesi serah-serahan atau peningset. Kontribusi ini disebut buwuh, yaitu pemberian uang dari pihak calon mempelai pria untuk membantu biaya penyelenggaraan pernikahan. Besarannya bisa mencapai sekitar 50% dari total perkiraan biaya pesta, tergantung kesepakatan kedua keluarga.

Walaupun di beberapa daerah ada kebiasaan pihak wanita menentukan jumlah uang buwuh, di wilayah Jogja dan Solo hal itu dianggap kurang sopan. Oleh karena itu, besaran buwuh biasanya diserahkan sepenuhnya pada kemampuan keluarga calon mempelai pria.

Upacara serah-serahan dalam pernikahan adat Jawa adalah bentuk simbolis bahwa lamaran telah diterima. Di Desa Nengahan, Bayat, Klaten, misalnya, prosesi ini dilakukan dua hingga tiga hari sebelum hari pernikahan. Rombongan keluarga calon pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita sambil membawa berbagai bingkisan.

Isi seserahan biasanya terdiri atas makanan, bahan pokok, jajanan pasar, buah-buahan, pakaian, serta uang buwuh. Buah yang dibawa bisa berupa pisang, salak, manggis, nanas, dan jeruk, jumlahnya diusahakan genap sebagai tanda kelengkapan dan harapan baik.

Bingkisan-bingkisan tersebut dibawa oleh para wanita dari pihak pria dan diserahkan secara simbolis oleh salah satu sesepuh keluarga pria kepada ibu dari calon pengantin wanita. Tradisi ini menjadi lambang pengikat dan bentuk tanggung jawab keluarga calon mempelai pria terhadap calon pengantin wanita serta keluarga besar pihak perempuan.

Urutan Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Setelah membahas adat serah-serahan atau peningset yang menjadi tanda pengikat antara calon mempelai pria dan wanita, tahapan pernikahan adat Jawa masih berlanjut ke berbagai prosesi sakral lainnya. Setiap tahap memiliki makna simbolis yang mencerminkan nilai kesopanan, kesucian, serta doa untuk kehidupan rumah tangga yang harmonis.

Berikut urutan prosesi pernikahan adat Jawa yang umumnya dijalankan menurut skripsi Devi Krisnawati (UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember).

1. Nontoni

Prosesi ini menjadi langkah awal ketika keluarga calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita. Tujuannya untuk saling berkenalan dan mempertemukan kedua calon mempelai. Dalam tradisi Jawa, nontoni merupakan ajang silaturahmi sekaligus pengenalan awal sebelum melangkah ke tahap lamaran.

2. Petungan

Tahapan ini dikenal juga dengan istilah petung, yaitu proses perhitungan hari baik berdasarkan weton atau hari kelahiran kedua calon pengantin. Hasil perhitungan ini menjadi pedoman dalam menentukan kecocokan pasangan serta waktu pelaksanaan akad nikah agar membawa keberkahan dan keselamatan.

3. Pasang Tarub

Selanjutnya adalah pasang tarub, yaitu mendirikan tenda hajatan di rumah calon pengantin. Tarub ini berfungsi sebagai tanda bahwa akan diadakan acara besar seperti pernikahan. Hiasan janur, daun kelapa muda, serta bunga menjadi lambang kebahagiaan dan doa bagi kedua calon pengantin.

4. Sasrahan

Prosesi ini merupakan bentuk pemberian dari pihak pria kepada calon mempelai wanita. Isi sasrahan biasanya berupa pakaian lengkap, perhiasan, perlengkapan pribadi seperti bedak dan sisir, peralatan rumah tangga, hingga kadang disertai hewan ternak. Semua itu memiliki makna sebagai simbol tanggung jawab dan kesiapan calon mempelai pria dalam membina rumah tangga.

5. Siraman

Siraman dilakukan untuk membersihkan calon pengantin secara lahir dan batin. Proses ini biasanya dilakukan siang hari dengan air yang telah dicampur bunga. Keluarga terdekat akan ikut memandikan calon pengantin secara bergiliran dalam jumlah ganjil. Maknanya adalah penyucian diri agar calon pengantin siap memasuki kehidupan baru.

6. Kembar Mayang

Kembar mayang merupakan rangkaian janur kuning, bunga, dan dedaunan yang melambangkan pohon kehidupan. Kembar mayang biasanya digunakan untuk mengiringi upacara panggih atau temu manten sebagai simbol doa agar kehidupan pernikahan selalu subur dan harmonis.

7. Malam Midodareni

Malam ini disebut malam sakral sebelum akad nikah. Keluarga kedua calon pengantin berkumpul di rumah calon pengantin wanita untuk melakukan tirakat atau berjaga sampai tengah malam. Calon pengantin wanita tidak diperkenankan tidur, sementara calon pengantin pria belum boleh menemuinya. Maknanya adalah menjaga kesucian dan menenangkan batin menjelang hari pernikahan.

8. Akad Nikah dan Panggih

Inilah puncak seluruh rangkaian pernikahan, yaitu prosesi akad nikah yang disaksikan keluarga dan tamu undangan. Setelah akad, dilanjutkan upacara panggih atau temu manten, yaitu pertemuan resmi pertama antara kedua mempelai sebagai pasangan suami istri.

9. Injak Telur

Sebagai simbol terakhir, pengantin pria menginjak telur ayam kampung dengan kaki kanan hingga pecah. Sang istri kemudian menyiram kaki suaminya dengan air bunga dan melakukan sungkem. Ritual ini menggambarkan bakti istri kepada suami dan awal kehidupan baru yang penuh kasih serta saling menghormati.

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa pernikahan adat Jawa bukan hanya acara seremonial, tapi cerminan nilai kesopanan dan tanggung jawab antar keluarga. Dengan memahami tradisinya, kita bisa melihat betapa dalamnya filosofi gotong royong dalam budaya pernikahan Jawa.




(sto/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads