6 Mitos Bulan Purnama Menurut Kepercayaan Jawa, Bisa Jadi Obat Segala Penyakit?

6 Mitos Bulan Purnama Menurut Kepercayaan Jawa, Bisa Jadi Obat Segala Penyakit?

Anindya Milagsita - detikJateng
Kamis, 07 Agu 2025 14:48 WIB
Salah satu fenomena alam langka yaitu Full Moon atau Bulan Purnama kembali terjadi di tahun 2023, tepatnya di bulan Juni. Lantas, kapan Full Moon Juni 2023?
Ilustrasi bulan purnama. Foto: ANTARA FOTO/RAHMAD
Solo -

Kemunculan bulan purnama kerap dikaitkan dengan mitos tertentu oleh sebagian masyarakat Jawa. Inilah yang membuat mitos bulan purnama menjadi hal yang tak terlepas dalam keseharian. Lantas, apa saja mitos bulan purnama menurut kepercayaan Jawa?

Sebagaimana diketahui, bulan purnama menjadi salah satu fenomena astronomi yang tak jarang juga dinantikan karena keindahannya. Meskipun dapat dijelaskan secara ilmiah, kemunculan bulan purnama justru sering kali dikaitkan dengan kepercayaan yang mengakar di kalangan masyarakat tertentu. Termasuk di tengah-tengah masyarakat Jawa.

Tidak hanya itu saja, bulan purnama yang erat kaitannya dengan fenomena gerhana juga membuat sebagian kalangan masyarakat Jawa memiliki keyakinan tertentu saat gerhana bulan terjadi. Inilah yang membuat ada begitu banyak mitos terkait bulan purnama maupun gerhana bulan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, bagi detikers yang penasaran ingin mengetahui berbagai mitos seputar gerhana bulan, artikel ini akan merangkum informasinya. Simak baik-baik penjelasannya berikut ini, ya.

ADVERTISEMENT

6 Mitos Bulan Purnama Menurut Kepercayaan Jawa

1. Mengobati Segala Penyakit

Salah satu mitos yang pernah dipercaya oleh sebagian kalangan masyarakat Jawa tentang kemunculan bulan purnama adalah dianggap mampu mengobati segala penyakit. Dijelaskan dalam buku 'Langkah Raja Jawa Menuju Istana: Laku Spiritual Sultan' oleh Arwan Tuti Artha, dijelaskan tentang adanya kebiasaan masyarakat Jawa di zaman dahulu saat bulan purnama tiba.

Tatkala bulan purnama mengeluarkan cahaya yang terang atau di dalam bahasa Jawa disebut sebagai 'padhang rembulan', tidak sedikit masyarakat yang berbondong-bondong keluar dari rumahnya. Tidak hanya untuk sekadar menikmati keindahan yang terjadi di langit, tapi juga untuk tujuan tertentu.

Salah satunya adalah harapan agar mendapatkan kebaikan dari cahaya yang terpancar dari bulan purnama ini. Konon, cahaya bulan purnama dianggap sebagai sebuah hal yang baik karena mampu mengobati segala macam penyakit.

2. Munculnya Gangguan

Selanjutnya, mitos bulan purnama juga tidak terlepas dari kepercayaan yang menyebut munculnya gangguan pada waktu-waktu tersebut. Hal ini tidak terlepas mitos tradisional yang melekat secara turun-temurun. Di dalam buku 'Mitologi Jawa' oleh Drs Budiono Herusatoto, terdapat mitos tradisional yang berkaitan dengan peredaran matahari atau suryakala.

Terdapat kepercayaan ada waktu-waktu tertentu yang dianggap memiliki 'kalahala' atau gangguan, 'kala-bendu' atau sebab-akibat, dan sa'at jelek atau banyak bencana. Setidaknya ada empat waktu yang salah satu di antaranya 'candra tumumpang aksa' atau tengah malam saat bulan purnama tepat di atas kepala.

Oleh sebab itulah, muncul kepercayaan orang-orang harus berada dalam kondisi yang tetap terjaga atau sadar diri. Dengan terjaganya setiap orang, maka diharapkan dapat waspada terhadap gangguan atau marabahaya yang bisa saja muncul.

3. Sumber Bencana

Tak hanya memicu gangguan, ada juga mitos bulan purnama yang menyebut dapat menjadi sumber bencana. Hal ini masih berkaitan dengan sa'at atau kurun waktu yang singkat sesuai dengan perhitungan peredaran matahari. Kepercayaan ini juga tak terlepas dari sebuah cerita murwakala yang erat kaitannya dengan segala peristiwa yang menimpa manusia.

Di dalam buku Rif'ati Dina Handayani, dkk., yang berjudul 'Pranata Mangsa dalam Tinjauan Sains', dijelaskan bulan purnama termasuk waktu yang dianjurkan untuk banyak berdoa dan memohon perlindungan kepada Sang Pencipta. Ini dikarenakan waktu tersebut bisa berpeluang menjadi sumber bencana.

Dikatakan saat bulan purnama berlangsung secara penuh, maka bulan akan terlihat lebih jelas. Tidak hanya itu saja, keberadaan bulan juga lebih dekat dengan bumi. Akibatnya fenomena tersebut akan memberikan dampak pada pasang air laut. Perubahan pasang air laut inilah yang diduga dapat menjadi sumber bencana bagi manusia.

4. Waktu yang Tepat untuk Bepergian

Pada zaman dahulu, tidak sedikit masyarakat yang memanfaatkan bulan purnama dengan sebaik-baiknya. Termasuk menganggapnya sebagai waktu yang tepat untuk bepergian. Mengapa demikian? Alasannya ternyata dahulu listrik yang belum tersebar seperti sekarang membuat jalanan gelap gulita.

Prof Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, SS, MA, dalam bukunya 'Pitutur Luhur Budaya Jawa' memberikan informasi tentang adanya sebuah peribahasa berbunyi "colok lintang". Arti dari peribahasa tersebut adalah menggunakan lintang atau bintang sebagai penerangan di tengah gelapnya malam.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sebelum adanya listrik yang memungkinkan jalanan diterangi oleh lampu-lampu, orang zaman dahulu akan memilih hari yang cerah untuk bepergian, terutama di malam hari. Salah satu waktu yang dianggap cocok untuk dipilih adalah bulan purnama, karena sinar rembulan akan menerangi jalanan yang gelap di waktu malam.

5. Tradisi Malam Bulan Purnama

Tidak hanya berkaitan dengan kepercayaan tertentu, ada juga berbagai tradisi yang dilakukan oleh sebagian kalangan masyarakat saat terjadinya bulan purnama. Salah satunya masyarakat suku Jawa Tengger yang memiliki keyakinan tersendiri soal munculnya bulan purnama. Dijelaskan dalam buku 'Indigeneous Ecological Knowledge Masyarakat Suku Tengger : Budaya dan Kearifan Lokal Dalam Konservasi Alam' karya Mistianah, MPd, dkk., setiap setahun sekali ada tradisi berupa upacara yadnya kasada atau kasodo yang dilakukan.

Upacara tersebut digelar pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama yang berlangsung di bulan kasada atau keduabelas. Tradisi ini digelar guna memohon keselamatan kepada Sang Pencipta. Keselamatan tersebut tidak hanya berkaitan dengan umat manusia saja, tapi juga alam dan lingkungan di sekitarnya.

6. Tradisi Purnama

Seperti namanya tradisi purnama merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh kalangan masyarakat tertentu saat terjadinya bulan purnama. Turita Indah Setyani dan Lily Tjahjandari dalam penelitian berjudul 'Sosialisasi Tradisi Purnama di Karangrejo, Desa Wisata Borobudur Magelang', memberikan penjelasan tradisi purnama adalah sebuah kebiasaan masyarakat Jawa di masa lalu.

Dikatakan masyarakat Jawa sempat memiliki kebiasaan yang berkumpul di malam bulan purnama. Tak hanya itu saja, tidak sedikit orang yang akan menggelar kegiatan bersama. Sebut saja bermain, menyanyikan tembang, meditasi, hingga menari.

Menariknya, pada saat terjadinya bulan purnama, anak-anak di masa lalu juga sering memainkan atau menarikan berbagai dolanan anak-anak. Bahkan ada berbagai tembang yang sengaja dinyanyikan untuk menyemarakkan tradisi purnama. Sebut saja lagu Padang Bulan hingga Cublak Suweng.

Itulah tadi rangkuman mitos bulan purnama menurut kepercayaan Jawa yang mungkin masih dipercaya hingga saat ini. Semoga informasi ini membantu.




(par/par)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads