- Pantangan Membangun Rumah Menurut Adat Jawa 1. Mendirikan Rumah di Hari Nahas 2. Memilih Arah yang Salah 3. Membangun Rumah di Tanah yang Dianggap Tidak Baik 4. Mengabaikan Musim Saat Pembangunan
- Menentukan Waktu yang Baik untuk Membangun Rumah
- Syarat Membangun Rumah Menurut Adat Jawa 1. Mengadakan Slametan Sebelum dan Sesudah Pembangunan 2. Peletakan Batu Pertama Disertai Doa 3. Meletakkan Takir di Pondasi Rumah 4. Mendirikan Tiang Utama atau Soko Guru 5. Membalut Molo dengan Kain dan Paku Emas
Dalam tradisi Jawa, rumah dipercaya sebagai ruang yang harus dibangun dengan penuh perhitungan, baik secara fisik maupun spiritual. Tak heran jika sampai hari ini, masih banyak orang yang memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal, termasuk menghindari pantangan membangun rumah menurut adat Jawa yang diwariskan secara turun-temurun.
Berbagai larangan ini tidak muncul begitu saja. Semuanya berakar dari pengalaman masa lalu yang dianggap mampu mencegah malapetaka, membawa keberkahan, dan menjaga keharmonisan keluarga. Maka tak mengherankan, banyak keluarga tetap memperhitungkan hari, arah, hingga simbol-simbol tertentu sebelum meletakkan batu pertama.
Lantas, apa saja pantangan membangun rumah menurut adat Jawa serta syarat yang sebaiknya dipenuhi? Mari simak penjelasan lengkap yang dihimpun dari buku Arsitektur Tradisional terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI serta artikel ilmiah berjudul Persepsi Masyarakat Desa Jiwan Terhadap Kalender Jawa dalam Membangun rumah oleh Berti Fitri Permatasari dan Novi Triana Habsari berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantangan Membangun Rumah Menurut Adat Jawa
Berikut adalah beberapa pantangan membangun rumah menurut kepercayaan orang Jawa yang masih dijaga hingga kini.
1. Mendirikan Rumah di Hari Nahas
Orang Jawa percaya bahwa ada hari-hari tertentu yang dianggap 'nahas' atau membawa sial. Mendirikan rumah pada waktu-waktu ini diyakini bisa mendatangkan kesialan bagi penghuninya. Beberapa hari yang termasuk pantangan antara lain:
- Tanggal 10 bulan Sura, karena dianggap sebagai hari sial dalam satu tahun
- Tanggal 27 bulan Rejeb dan 1 Ramadhan, dikenal sebagai hari-hari nahas nabi
- Hari dan pasaran yang sama dengan hari meninggalnya orang tua atau leluhur, disebut sebagai 'geblag'
- Hari lepasnya tali pusar anak atau 'puput' yang dikenal sebagai nahas panca
- Hari yang bertepatan dengan musibah besar, bencana alam, atau perang, sering disebut nahas negari
2. Memilih Arah yang Salah
Dalam tradisi Jawa, arah bangunan atau orientasi rumah bukan sekadar soal estetika atau kenyamanan cahaya matahari. Arah rumah dipercaya memiliki pengaruh besar terhadap nasib dan kesejahteraan penghuninya. Oleh karena itu, memilih arah yang salah saat mendirikan rumah dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap tatanan adat yang bisa membawa dampak buruk.
Salah satu pantangan yang paling dikenal adalah membangun rumah menghadap ke timur. Dalam kepercayaan Jawa, arah timur adalah arah yang sangat istimewa karena dianggap sebagai arah kelahiran matahari dan memiliki nilai simbolik tinggi. Oleh karena itu, hanya kalangan raja atau bangsawan yang diperbolehkan membangun rumah dengan menghadap ke timur. Jika orang biasa nekat melanggarnya, dipercaya akan membawa ketidakseimbangan hidup, kesialan, bahkan bisa mengundang bencana atau malapetaka.
Selain timur, arah lain juga memiliki makna tersendiri yang tak bisa diabaikan. Beberapa arah dianggap kurang menguntungkan jika tidak disesuaikan dengan perhitungan spiritual tertentu atau tidak sejalan dengan garis keturunan serta hari lahir penghuni rumah. Karena itu, orang Jawa kerap mempertimbangkan arah mata angin bersama dengan neptu hari kelahiran dan kondisi lingkungan sekitar sebelum menetapkan posisi pintu utama rumah.
3. Membangun Rumah di Tanah yang Dianggap Tidak Baik
Selain arah hadap rumah, tanah tempat bangunan didirikan juga menjadi pertimbangan penting dalam adat Jawa. Tidak semua tanah dianggap cocok untuk dijadikan lokasi hunian. Ada jenis-jenis tanah tertentu yang dipercaya membawa energi negatif, ketidakberuntungan, bahkan kemalangan bagi penghuninya.
Berikut ini beberapa jenis tanah yang dianggap pantangan dalam membangun rumah menurut kepercayaan Jawa:
- Sri Sadinda: Miring ke arah selatan, dipercaya membuat penghuni rumah sering berselisih dengan tetangga.
- Dhandhang Kukulangan: Bekas kuburan atau dikelilingi makam, dianggap menyebabkan ketidaknyamanan, penyakit, dan kecenderungan berbuat jahat.
- Kalawisa: Lebih tinggi di timur dan lebih rendah di barat, dipercaya membuat penghuni sering sakit dan terjadi kematian dalam keluarga.
- Asungelak: Terletak di timur gunung, dipercaya membuat hubungan sosial kurang harmonis.
- Sigarpenjalin: Tanah yang dikelilingi banyak air, dipercaya memicu pertengkaran antar penghuni atau tetangga.
- Singamita: Ada sumber air di bagian tengah, dianggap membawa penyakit bagi penghuninya.
4. Mengabaikan Musim Saat Pembangunan
Dalam budaya Jawa, memilih waktu pembangunan rumah juga mempertimbangkan musim. Mengabaikan musim dianggap bisa membawa kesulitan selama proses pembangunan maupun setelah rumah ditempati.
Secara tradisional, dikenal 12 musim dalam setahun, seperti Kasa, Karo, Ketiga, hingga Kasada. Musim-musim ini terbagi dalam dua kategori besar, yaitu musim kemarau dan musim penghujan.
Pantangan utama adalah membangun rumah saat musim penghujan tiba, seperti pada musim Kapitu, Kawolu, dan Kasanga. Pada ketiga musim tersebut, curah hujan tinggi bisa menghambat proses pembangunan, mempercepat kerusakan bahan bangunan, dan berisiko mengganggu keselamatan tukang maupun penghuni awal rumah. Masyarakat Jawa juga menghindari musim Kalima karena dianggap masa peralihan yang belum stabil secara cuaca, sehingga tidak ideal memulai pembangunan.
Menentukan Waktu yang Baik untuk Membangun Rumah
Setelah mengetahui berbagai pantangan dalam mendirikan rumah, masyarakat Jawa juga memiliki sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar rumah membawa berkah, ketenteraman, dan keselamatan bagi penghuninya. Salah satu syarat utama dalam membangun rumah adalah memilih waktu yang tepat.
Penentuan waktu ini didasarkan pada hari lahir dan pasaran orang yang akan menempati rumah. Hari dan pasaran dalam budaya Jawa punya nilai khusus yang disebut neptu. Misalnya, hari Ahad nilainya 5, Senin 4, dan seterusnya. Pasaran seperti Pahing, Kliwon, Legi juga punya nilai sendiri. Jumlah dari nilai hari dan pasaran ini kemudian digunakan untuk menentukan hari yang tepat dalam pembangunan.
Setelah didapatkan total neptu, angka ini akan dihitung lagi menggunakan rumus Panca Suda, yaitu sistem pembagian lima jenis bagian rumah berdasarkan urutan pembangunan. Hasil akhir dari perhitungan ini akan menunjukkan bagian rumah mana yang cocok untuk dibangun pada hari tersebut. Urutannya sebagai berikut:
- Sri: untuk membangun lumbung padi
- Werdi: untuk kandang atau gandhok
- Naga: untuk dapur atau pawon
- Kencana (emas): untuk rumah utama (omah jero)
- Salaka (perak): untuk bagian depan seperti pendhapa
Contohnya begini. Jika seseorang ingin membangun bagian utama rumah, yang disebut 'omah jero', maka harinya harus menghasilkan sisa Kencana (yaitu angka 4) setelah dihitung. Misalnya memilih hari Ahad Pahing (Ahad = 5, Pahing = 9), maka totalnya 14. Angka ini dikurangi dua kali jumlah unsur Panca Suda (2 x 5 = 10), sisa 4. Karena sisa 4 berarti Kencana, maka hari itu dianggap cocok untuk membangun rumah utama.
Contoh lain, kalau ingin membangun lumbung padi, perlu mencari hari yang hasil akhirnya jatuh pada Sri, misalnya Selasa Kliwon (Selasa = 3, Kliwon = 8, total 11). Setelah dikurangi 10, sisa 1, yang berarti Sri. Maka hari itu cocok untuk mendirikan lumbung.
Aturan ini berlaku untuk semua bagian rumah. Oleh karena itu, setiap tahap pembangunan sebaiknya disesuaikan dengan hasil perhitungan agar rumah benar-benar membawa berkah dan ketenteraman bagi penghuninya.
Syarat Membangun Rumah Menurut Adat Jawa
Sebagian masyarakat suku Jawa masih mengikuti ajaran leluhur yang bersumber dari primbon dan kalender Jawa dalam membangun rumah. Selain menghitung hari baik, ada beberapa syarat lain yang dipercaya bisa membawa keberkahan dan menolak gangguan buruk. Berikut adalah syarat-syaratnya.
1. Mengadakan Slametan Sebelum dan Sesudah Pembangunan
Slametan dilakukan saat peletakan batu pertama dan setelah rumah selesai dibangun. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan rasa syukur dan memohon perlindungan dari gangguan buruk. Hidangan yang biasa disiapkan antara lain nasi tumpeng, ayam panggang lengkap, jenang sengkala, pisang raja, dan buah palapendem.
2. Peletakan Batu Pertama Disertai Doa
Langkah awal pembangunan rumah dimulai dengan meletakkan batu pertama sambil mengadakan doa bersama. Ini dianggap sebagai penentu kelancaran proses selanjutnya.
3. Meletakkan Takir di Pondasi Rumah
Pada saat membangun pondasi, disiapkan lima takir yang berisi rempah-rempah, telur, bunga, uang koin, dan jenang sengkala. Takir ini diletakkan di empat sudut dan satu di tengah pondasi, sebagai bentuk penolak bala dan penjaga keselamatan rumah.
4. Mendirikan Tiang Utama atau Soko Guru
Tiang utama biasanya berada di tengah ruang dan menjadi penyangga struktur rumah. Meski kini mulai jarang digunakan, dulu elemen ini dianggap penting secara simbolis maupun struktural.
5. Membalut Molo dengan Kain dan Paku Emas
Saat memasang atap (molo), bagian kayunya dibalut dengan kain merah putih dan dipaku dengan paku emas. Merah putih melambangkan keberanian dan kesucian, sedangkan emas dipercaya membawa kewibawaan dan kemuliaan bagi pemilik rumah.
Jadi, itulah tadi penjelasan lengkap mengenai pantangan membangun rumah menurut adat Jawa dan syaratnya yang baik. Semoga bermanfaat!
(par/dil)