Umat Hindu di Kabupaten Boyolali menggelar upacara Mecaru dilanjutkan pawai Ogoh-ogoh jelang melaksanakan catur brata penyepian. Toleransi antar umat beragama pun tergambar dalam perayaan Hari Raya Nyepi, yang berlangsung di tengah umat muslim melaksanakan ibadah puasa Ramadan ini.
Seperti yang terlihat dalam perayaan Nyepi di Dukuh Ngledok, Desa Gumukrejo, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali. Pawai Ogoh-ogoh dan gunungan hasil bumi tak hanya diikuti umat Hindu. Tetapi sejumlah umat dari agama lain juga tampak ikut hadir serta menyemarakkan.
Upacara mecaru di Dukuh Ngledok ini diikuti ratusan umat Hindu. Selain dari Desa Gumukrejo, juga umat Hindu dari Dukuh Drono, Desa Ketaon, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mecaru dilaksanakan dalam rangka untuk pensucian buana alit maupun buana agung, yang mana mulai nanti malam jam 24.00 WIB, kita umat Hindu melaksanakan catur brata penyepian," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Desa Gumukrejo, Kecamatab Teras, Joko Suparji, disela-sela kegiatan pawai Ogoh-ogoh, di Dukuh Ngledok, Desa Gumukrejo, Jumat (28/3/2025) sore.
Setelah melakukan pesembayangan upacara Mecaru di Pura Panca Maya, umat Hindu kemudian melakukan pawai Ogoh-ogoh. Ada dua Ogoh-ogoh dan dua gunungan serta sejumlah sesaji. Pawai diikuti dari remaja, anak-anak hingga orang tua, dipimpin pemuka agama Hindu setempat.
Dari Dukuh Ngledok, Ogoh-ogoh dan gunungan itu dikirab menuju Pura Satiya Dharma Dukuh Drono, Desa Ketaon. Kemudian, Ogoh-ogoh itu dibawa kembali ke Dukuh Ngledok.
Ada dua ogoh-ogoh. Yang satu berukuran besar dan satunya berukuran kecil. Yang kecil itu juga diusung oleh anak-anak. Sejumlah remaja dari agama lain juga tampak ikut membawa gunungan.
"Ada dua Ogoh-ogoh, yang satu namanya sengkuni, yang satu namanya sengkolo. Sengkuni melambangkan sifat keangkaramurkaan, sifat kedengkian, sifat keirihatian. Sengkolo merupakan segala sesuatu yang menyebabkan suatu penyakit. Jadi apabila kita semua bisa menyingkirkan hawa nafsu yang disimbolkan sebagai sengkuni dan sengkolo, akan tercipta kedamaian di dunia ini," jelas Joko Suparji yang juga menjabat Kepala Dusun (Kadus) III Desa Gumukrejo ini.
Menurut dia, Ogoh-ogoh ini merupakan simbol keangkaramurkaan yang harus diperangi dalam diri manusia. Seperti hawa nafsu yang harus diperangi agar tercipta kedamaian hati,.dunia maupun di akhirat nanti.
Terkait toleransi, dikemukakan dia, warga sejak dulu sudah hidup rukun berdampingan. Mereka saling menghormati kepercayaannya masing-masing. Warga juga saling memberikan ucapan dalam perayaan Nyepi maupun Idul Fitri.
"Tadi yang ngarak gunungan dan ogoh-ogoh juga terlibat umat muslim dan kristiani. Jadi kalau kerukunan, toleransi warga di Dukuh Ngledok, Desa Gumukrejo ini sudah tak diragukan lagi," ujarnya.
Setelah diarak keliling kampung, dua ogoh-ogoh itu kemudian dibakar di jalan tengah kampung tersebut. Sedangkan gunungan sayuran dan jajanan pasar di perebutkan ke warga.
(apl/apl)