Di tengah keriuhan Kota Semarang, terdapat sebuah ikon yang jadi kebanggaan masyarakat Jawa Tengah, yakni Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Tak hanya jadi tempat ibadah, masjid ini jadi simbol perpaduan budaya berbagai daerah di Jateng.
Pantauan detikJateng di MAJT, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Kamis (14/3/2025), masjid yang dibangun sejak 2002 ini tampak ramai jemaah. Para jemaah itu terlihat melaksanakan ibadah tadarus Ramadan.
Salah satu yang menarik perhatian jemaah yakni Mushaf Akbar atau Al-Qur'an berukuran raksasa yang dipajang di dekat pintu masuk tempat salah. Terlihat, mushaf akbar itu berukuran 145 x 95 cm yang ditulis tangan Drs Hayat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Humas MAJT, Benny Arief Hidayat, mengatakan Mushaf Akbar itu ditulis dengan penuh ketekunan selama 2 tahun 3 bulan dan dihibahkan ke MAJT. Mushaf itu resmi diterima MAJT pada 26 Oktober 2005 lalu.
"Selama penulisan, Drs Rendi menjalani tirakat, berpuasa untuk menjaga mental maupun batin dalam proses menulis. Kalau menulis Al-Qur'an-nya suci hadas besar dan kecil," kata Benny di MAJT Semarang.
![]() |
Mushaf ini kini tersimpan di dalam kaca untuk menjaga kelembapan dan keawetannya. Setiap hari para santri akan membuka satu per satu halaman. Perawatan juga rutin dilakukan untuk menjaga suhu dan kelembapan mushaf.
Menurutnya, mushaf akbar yang ada di MAJT itu bukan hanya karya seni, tapi juga representasi kearifan lokal Jawa Tengah. Mushaf akbar ini menjadi salah satu simbol yang mewakili 35 kabupaten/kota di Jateng.
Selain mushaf akbar, terdapat Bedug Ijo Mangunsari, yang merupakan replika dari beduk raksasa di Purworejo. Beduk yang berukuran 3,10 meter itu menjadi salah satu simbol budaya Islam yang masih kental dengan tradisi lokal.
Bedug itu dibuat oleh ulama asal Banyumas, KH Ahmad Shobri. Bedug Ijo Mangunsari dibuat menggunakan kayu pohon waru yang berkualitas tinggi.
"Selain bedug, ada prasasti dari Magelang. Kita juga punya gebyok dan lampu rombyong yang melambangkan perpaduan budaya Islam dan tradisi Jawa Tengah," jelas Benny.
MAJT juga mempunyai Menara Asmaul Husna setinggi 99 meter yang menjadi daya tarik wisatawan. Menara ini dibangun dari tahap ketiga dan keempat pembangunan MAJT.
Dari puncak menara, pengunjung dapat menikmati panorama Kota Semarang yang memukau. Tak hanya itu, menara ini juga memiliki fungsi lainnya, sebagai tempat Studio Radio Dakwah Islam.
"Lantai satu digunakan untuk studio radio dan TV, sementara lantai dua dan tiga difungsikan sebagai Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah. Di lantai 19 terdapat tempat pengamatan rukyatul hilal," jelas Benny.
Menara yang dibangun sejak 2004 itu, kata Benny, menjadi tempat rutin bagi tim Hisab Rukyat MAJT yang bekerja sama dengan UIN Walisongo untuk melakukan pengamatan hilal.
Selain menjadi tempat ibadah, MAJT juga menjadi destinasi edukasi bagi pelajar dan wisatawan. Museum Islam di dalam kompleks masjid memberikan wawasan tentang sejarah masuknya Islam di Jawa Tengah hingga perkembangannya di era modern.
![]() |
Selama Ramadan, MAJT tetap menjadi tujuan favorit, meski jam operasional yang tadinya sampai pukul 21.00 WIB, dibatasi hingga pukul 18.00 WIB. Per harinya ada sekitar 100 pengunjung di MAJT Semarang.
"Kami juga memberikan diskon 50 persen untuk pelajar yang ingin menikmati wisata menara, bayarnya jadi cuma Rp 5 ribu," ungkap Benny.
Padukan Arsitektur Timur Tengah dan Jawa
Ia mengatakan arsitektur menara tersebut memadukan unsur Timur Tengah dan Jawa. Miniatur Menara Kudus tampak di bagian bawah menara, sementara menara tinggi itu menyimpan budaya Timur Tengah.
Benny menjelaskan hal tersebut menjadi bukti Islam dapat berharmoni dengan budaya lokal tanpa meninggalkan nilai-nilai spiritual.
"Ini jadi bentuk kearifan lokal Masjid Agung Jawa Tengah, karena mewakili dari 35 kabupaten/kota di Jateng. Selain bisa melihat keindahan, keunikan, jemaah juga semakin banyak yang beribadah di sini," tuturnya.
(ams/ahr)