Mengenal Tari Sintren Khas Pekalongan Lengkap dengan Maknanya

Mengenal Tari Sintren Khas Pekalongan Lengkap dengan Maknanya

Nur Umar Akashi - detikJateng
Senin, 25 Nov 2024 17:35 WIB
Tari sintren Pekalongan
Tari sintren Pekalongan. (Foto: Dok. Laman Pemerintah Kota Pekalongan)
Solo -

Sintren adalah tarian khas wilayah Pekalongan yang legendaris dan dikenal berbau mistis. Ingin tahu lebih lanjut? Mari mengenal tari tradisional sintren asal Pekalongan secara lebih mendalam melalui paparan berikut!

Sebelumnya, perlu detikers ketahui bahwasanya tari sintren telah masuk sebagai salah satu budaya yang tergolong Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Dirujuk dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Pekalongan, tari sintren ditetapkan sebagai WBTB pada 2019 lalu di Istora Gelora Bung Karno.

Lebih lanjut, menurut informasi dari jurnal bertajuk 'Kesenian Sintren sebagai Kearifan Lokal Ditinjau dari Metafisika Anton Bakker' oleh Luthfi Deska Aditama, secara etimologis, kata 'sintren' berasal dari dua suku kata, yakni 'si' dan 'tren'. 'Si' berarti dia, sedangkan tren adalah panggilan untuk putri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada kesempatan kali ini, detikJateng akan membahas berbagai macam hal mengenai tari sintren, meliputi dua versi cerita rakyat asal-usulnya hingga maknanya. Langsung saja, simak pembahasannya di bawah ini, yuk!

Sejarah Tari Sintren: Konon dari Kisah Cinta Kasih

Diambil dari laman resmi Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud, terdapat dua versi cerita rakyat tentang tari sintren. Kisah ringkas keduanya adalah sebagai berikut:

ADVERTISEMENT

Versi Pertama

Tokoh utama dalam cerita pertama ini adalah Sulasih dan R Sulandono, putra Joko Bahu atau Bahurekso dan Rr Rantamsari. Kisah cinta antara Sulasih dan Sulandono tidak direstui oleh kedua orang tua Sulandono.

Sulandono diperintahkan ibunya untuk bertapa dan diberikan selembar kain sebagai sarana untuk bertemu dengan Sulasih setelah usai. Sementara itu, Sulasi diperintahkan menjadi penari tiap acara bersih desa sebagai syarat bertemu Sulandono.

Saat bulan purnama, acara bersih desa diadakan dan Sulasih segera menari. Diam-diam, Sulandono datang sembari membawa sapu tangan dari sang ibu. Sulasih yang menari tiba-tiba dirasuki kekuatan spiritual Rr Rantamsari sehingga kerasukan.

Sulandono kemudian melemparkan sapu tangannya sehingga Sulasih pingsan. Nah, kondisi kerasukan Sulasih inilah yang disebut sintren. Sementara itu, momen Sulandono melempar sapu tangan dinamai sebagai balangan.

Berbekal ilmu yang dipunyainya, Sulandono berhasil membawa kabur Sulasih. Keduanya kemudian bisa merealisasikan cita-citanya untuk bersatu dalam perkawinan.

Versi Kedua

Versi kedua menceritakan kisah cinta antara Ki Joko Bahu alias Bahurekso dengan Rantamsari. Kisah cinta keduanya ditentang oleh Sultan Agung Raja Mataram. Sang raja coba memisahkan keduanya dengan cara mengirim Bahurekso menyerang VOC di Batavia.

Sebelum berpisah, Bahurekso memberi Rantamsari sebuah sapu tangan sebagai tanda cinta. Tak lama kemudian, tersiar kabar bahwa Bahurekso gugur. Diselimuti rasa sedih yang teramat, Rantamsari berusaha melacak Bahurekso.

Ia berjalan di sepanjang pantai utara dengan menyamar sebagai seorang penari sintren bernama Dewi Sulasih. Dengan bantuan sapu tangan pemberian kekasihnya, Rantamsari berhasil menemukan Bahurekso yang ternyata masih hidup.

Hanya saja, Bahurekso tidak berani pulang ke Mataram karena kegagalannya menaklukkan Batavia dan pasukannya banyak gugur. Kemudian, Bahurekso dan Dewi Rantamsari pergi ke Pekalongan untuk bertapa dan menambah kesaktian.

Bila sudah mempunyai kesaktian, Bahurekso berniat untuk kembali menyerang Batavia. Sejak saat itu, keduanya hidup bersama sampai akhir hayat.

Tahapan-tahapan Tari Sintren

Kembali dilihat dari 'Kesenian Sintren sebagai Kearifan Lokal Ditinjau dari Metafisika Anton Bakker' oleh Luthfi Deska Aditama, syarat utama penari sintren adalah gadis perawan. Selain itu, sebelum pertunjukan, sang penari mesti berpuasa agar tubuhnya tetap suci. Hal ini dilakukan untuk memudahkan roh atau dewa yang bakal masuk tubuhnya.

Secara garis besar, ada tiga tahap tari sintren, yakni Paripurna, Balangan, dan Tempohan. Sebagai informasi, sebelum Paripurna dimulai, ada tahap Dupan terlebih dahulu. Dupan adalah tahap meminta doa untuk meminta keselamatan dan kelancaran dari Tuhan. Berikut ini pembahasan ringkasnya:

Paripurna

Singkatnya, paripurna adalah tahapan untuk menjadikan sintren. Sintren didudukkan dalam keadaan berpakaian biasa didampingi 4 orang dayang atau cantrik. Mulanya, pawang akan memegang tangan calon penari, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan sambil mengucap mantra.

Selanjutnya, calon penari diikat dengan tali, lalu dimasukkan ke dalam sangkar. Sang calon penari dimasukkan bersama busana sintren dan perlengkapan merias wajah. Kurungan kemudian dibuka dalam keadaan sintren sudah berdandan (masih dalam keadaan terikat tali).

Sintren kemudian dimasukkan kembali ke dalam kurungan. Setelah ada tanda, biasanya dengan getarnya kurungan, kurungan akan dibuka dan sintren yang sudah lepas dari tali akan menari. Selama tarian berlangsung, kemenyan tak boleh berhenti.

Balangan

Tahap kedua adalah balangan. Pada tahap ini, ketika sintren tengah menari, seorang penonton akan melempar sesuatu ke arahnya. Sintren yang terkena akan jatuh pisang. Pawang kemudian menggunakan mantra-mantra tertentu.

Sembari mengucap mantra, tangan sintren diasapi dengan kemenyan kemudian diusap ke wajahnya. Tujuannya adalah agar roh bidadari datang sehingga sang penari bisa kembali melanjutkan pertunjukannya.

Temohan

Temohan adalah tahap terakhir dari tari sintren. Pada tahap ini, penari sintren dengan tampah atau nampan akan mendekati penonton untuk menerima tanda terima kasih berupa uang.

Makna Tari Sintren

Dirujuk dari jurnal berjudul 'Tari Sintren: Seni Tari dari Masyarakat Pesisir Utara Jawa melalui Pendekatan Kearifan Lokal dan Budaya' oleh N Nadilla dkk, berbagai hal dalam tari sintren punya makna ataupun nilai tersendiri.

  1. Kurungan bambu: melambangkan dunia yang luas, tetapi punya keterbatasan.
  2. Tali pengikat penari: adalah lambang tali persaudaraan. Artinya, manusia harus hidup dengan terus menjaga erat hubungan persaudaraan.
  3. Pembakaran kemenyan: asapnya yang mengarah ke atas adalah perlambang manusia berdoa kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.
  4. Balangan: benda-benda yang dilemparkan ke penari, seperti koin atau bunga-bungaan bermakna bahwasanya manusia tak boleh serakah.
  5. Temohan: makna filosofisnya adalah manusia mestilah tahu terima kasih atas bantuan orang lain. Tak peduli apa pun bentuknya, baik berupa uang ataupun yang lain, manusia tetap harus senantiasa berterima kasih.

Nah, demikian pembahasan lengkap mengenai tari sintren khas Pekalongan. Semoga bisa menambah wawasan detikers tentang kekayaan budaya Indonesia, ya!




(sto/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads