Masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Nusantara juga turut mengantarkan masyarakat mengenal aksara. Berkat masuknya budaya dari India ini, masyarakat di masa lalu mengenal huruf Pallawa. Sudahkah kamu tahu apa itu huruf Pallawa, detikers?
Huruf atau aksara Pallawa mungkin sudah sering kita dengar karena digunakan untuk penulisan sebagian besar prasasti peninggalan era Hindu-Buddha. Namun, tidak banyak yang benar-benar memahami pengertian, sejarah, dan perkembangannya.
Ingin tahu apa itu huruf Pallawa? Mari pelajari lebih dalam dengan menyimak penjelasan lengkap berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa itu Huruf Pallawa?
Dikutip dari buku Penyebaran Agama Buddha dan Peninggalan Sejarahnya di Indonesia oleh Ema Sujar Wati, huruf Pallawa juga dikenal sebagai Pallava atau Grantha, adalah salah satu sistem tulisan kuno yang berkembang di India Selatan sekitar abad ke-6 hingga ke-9 Masehi. Huruf ini digunakan terutama untuk menulis bahasa Tamil dan Sansekerta, dan dinamai berdasarkan Dinasti Pallawa yang berkuasa di wilayah tersebut.
Huruf Pallawa memiliki bentuk yang melibatkan garis-garis melengkung dan detail yang kompleks, serta menggabungkan konsonan dasar dengan matra (bunyi vokal) untuk melengkapi tulisan.
Sistem tulisan ini adalah salah satu bentuk awal dari adaptasi aksara Brahmi yang mengalami modifikasi untuk memenuhi kebutuhan bahasa-bahasa yang digunakan di wilayah tersebut. Huruf Pallawa kemudian menjadi cikal bakal aksara Grantha yang lebih kompleks, dan pengaruhnya terlihat dalam banyak sistem tulisan di Asia Tenggara, termasuk aksara di Nusantara.
Sejarah Huruf Pallawa
Masih dikutip dari buku Penyebaran Agama Buddha dan Peninggalan Sejarahnya di Indonesia oleh Ema Sujar Wati, huruf Pallawa berkembang pada masa Dinasti Pallawa yang berkuasa di India Selatan antara abad ke-6 dan ke-9. Sistem tulisan ini digunakan untuk menulis naskah-naskah keagamaan dan prasasti penting. Prasasti dalam huruf Pallawa banyak ditemukan di wilayah Tamil Nadu dan sekitarnya.
Huruf Pallawa masuk ke Asia Tenggara melalui jalur perdagangan antara India dan wilayah Nusantara. Para pedagang dan penyebar agama Hindu-Buddha membawa sistem tulisan ini sebagai bagian dari pengaruh budaya mereka. Proses ini terjadi bersamaan dengan perubahan jalur perdagangan dari darat (Jalur Sutra) ke laut.
Di Nusantara, huruf Pallawa diadopsi sepenuhnya karena masyarakat setempat belum mengenal sistem tulisan. Aksara ini digunakan untuk mencatat berbagai hal, termasuk agama dan hukum, serta menandai awal masuknya masyarakat Indonesia ke Zaman Sejarah.
Meskipun pengaruh budaya India diterima di berbagai aspek, seperti seni, arsitektur, dan kepercayaan, dalam hal tulisan, tidak terjadi akulturasi melainkan adopsi. Huruf Pallawa menjadi dasar bagi perkembangan aksara lokal di Indonesia, seperti aksara Jawa Kuno dan Bali.
Warisan huruf Pallawa tetap hidup dalam prasasti-prasasti yang tersebar di wilayah Tamil Nadu dan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Monumen dan prasasti ini menjadi bukti nyata hubungan erat antara budaya India dan Nusantara pada masa lampau.
Prasasti yang Menggunakan Huruf Pallawa
Sebagian besar prasasti yang ditemukan di Indonesia ditulis menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Dikutip dari buku Tipografi: Tiap Font Memiliki Nyawa dan Arti oleh Indriana Maharsi, berikut ini adalah beberapa contoh prasasti berhuruf Pallawa di Nusantara.
1. Prasasti Kutai
Prasasti Kutai adalah prasasti tertua yang menggunakan huruf Pallawa Awal di Nusantara. Ditulis pada abad ke-4 M, prasasti ini mencatat nama-nama raja seperti Kudungga, Aswawarman, dan Mulawarman, serta kegiatan keagamaan mereka. Huruf Pallawa Awal di prasasti ini memiliki karakteristik gaya India Selatan yang kompleks dengan bentuk lengkung-lengkung yang khas.
2. Prasasti Yupa
Prasasti Yupa ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur, dan berasal dari tahun 322 Saka (400 M). Prasasti ini merupakan tugu peringatan upacara kurban yang didirikan oleh Raja Mulawarman, anak dari Aswawarman, dan cucu dari Kudungga.
Ada tujuh tiang Yupa, dan salah satunya mencatat hadiah besar Raja Mulawarman kepada rakyatnya. Tulisan di prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Awal dengan bahasa Sanskerta. Bentuknya mengandung elemen lengkung-lengkung khas Pallawa Awal.
3. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun ditemukan di Ciaruteun, Jawa Barat, dan diperkirakan berasal dari tahun 372 Saka (450 M). Prasasti ini peninggalan Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara. Di dalamnya terdapat tapak kaki yang diidentifikasi sebagai milik sang raja dan dianggap menyerupai tapak kaki Dewa Wisnu. Teks prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta menggunakan huruf Pallawa Awal, berbentuk syair pujian. Karakter hurufnya menunjukkan kontras tinggi pendek yang khas.
4. Prasasti Talang Tuwo
Prasasti Talang Tuwo ditemukan di Sumatra Selatan dan bertanggal 684 M. Prasasti ini menceritakan pembangunan taman oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri Kerajaan Sriwijaya.
Taman tersebut dibuat sebagai tempat meditasi dan persembahan bagi kesejahteraan semua makhluk. Huruf yang digunakan pada prasasti ini adalah Pallawa Akhir. Bentuk hurufnya mulai lebih seragam dan tinggi hurufnya hampir sama, menyesuaikan dengan media seperti daun lontar.
5. Prasasti Canggal
Prasasti Canggal ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah, dan bertanggal tahun 732 M. Prasasti ini mencatat pendirian lingga oleh Raja Sanjaya dari Dinasti Sanjaya. Lingga tersebut didirikan di bukit Kunjarakunja sebagai simbol keagamaan Hindu Siwa. Tulisan pada prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Akhir. Bentuk hurufnya lebih sederhana dibanding Pallawa Awal, dengan penerapan prinsip sama tinggi untuk mempermudah pembacaan.
Perubahan Huruf Pallawa Menjadi Aksara Jawa
Berdasarkan informasi pada Portal Informasi Indonesia, awalnya masyarakat Nusantara mengadopsi aksara Pallawa secara penuh karena belum terdapat sistem tulisan. Adopsi ini terlihat pada prasasti-prasasti awal seperti Prasasti Kutai dan Prasasti Canggal. Kedua prasasti ini menggunakan bahasa Sanskerta dan ditulis dengan aksara Pallawa.
Seiring waktu, masyarakat Nusantara mulai memodifikasi aksara Pallawa agar sesuai dengan kebutuhan bahasa lokal. Modifikasi ini menandai awal lahirnya aksara Kawi, yang digunakan sejak abad ke-8. Aksara Kawi mencerminkan evolusi dari aksara Pallawa, dengan penyesuaian bentuk huruf dan sistem bunyi.
Pada era berikutnya, aksara Kawi terus berkembang menjadi lebih lokal dan distandardisasi. Periode ini dikenal sebagai era Kawi Awal, berlangsung dari abad ke-8 hingga abad ke-10 Masehi. Prasasti-prasasti seperti Prasasti Plumpungan dan Prasasti Dinoyo mencerminkan bentuk awal aksara Kawi.
Memasuki era Kawi Akhir, sekitar abad ke-10 hingga ke-13, aksara ini mengalami pengayaan untuk memenuhi kebutuhan administrasi dan sastra kerajaan. Bentuk hurufnya semakin khas dan mulai meninggalkan pengaruh Pallawa. Prasasti yang ditulis pada masa Kerajaan Kediri menjadi contoh penting dari fase ini.
Pada masa Majapahit, aksara Jawa mulai terbentuk dari evolusi aksara Kawi. Aksara ini lebih sederhana dan mencerminkan ciri-ciri lokal yang kuat. Prasasti-prasasti Majapahit seperti Prasasti Kudadu menunjukkan transisi ini.
Aksara Jawa modern yang dikenal sebagai Ha-Na-Ca-Ra-Ka atau Carakan muncul sekitar abad ke-15. Aksara ini menjadi lebih seragam dan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk sastra dan administrasi. Proses evolusi dari Pallawa hingga aksara Jawa menunjukkan adaptasi budaya dan teknologi tulisan di Nusantara.
Demikian tadi penjelasan mengenai huruf Pallawa yang banyak digunakan pada prasasti peninggalan kerajaan Hindu dan Buddha. Semoga bermanfaat!
(sto/dil)