Rombongan Keraton Solo mengirimkan abon-abon atau minyak jamas yang akan digunakan untuk jamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga di Demak. Tradisi penyerahan abon-abon tersebut merupakan rangkaian dari Grebeg Besar Demak yang akan diperingati setiap 10 Dzulhijah.
Minyak jamas tersebut terbuat dari bahan buah kelapa. Buah kelapa diambilkan dari pohon yang berada di dekat Masjid Agung Surakarta yang menghadap kiblat.
Minyak tersebut nantinya akan dicampurkan dengan minyak jamas buatan ahli waris Kadilangu Demak untuk pelaksanaan penjamasan pusaka pada Senin (17/6). Pusaka peninggalan Sunan Kalijaga tersebut berupa Kotang Ontokusumo dan Kiai Cerubuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bupati Demak Eisti'anah mengatakan penyerahan abon-abon tersebut merupakan rangkaian dari Grebeg Besar Demak. Pemkab Demak melakukan sinergi dengan ahli waris Kadilangu sebagai upaya melestarikan tradisi.
"Pada kesempatan kali ini merupakan salah satu rangkaian tradisi Grebeg Besar kita yaitu abon-abon. Di mana abon-abon tersebut yaitu dari Kasepuhan Kadilangu menerima bawaan atau minyak dari Kasunanan Surakarta yang mana minyak tersebut akan sebagai campuran saat penjamasan Kotang Ontokusumo dan Kiai Cerubuk," kata Eisti'anah seusai acara, Sabtu (15/6/2024).
"Itu sebagai campuran itu seperti minyak yang terbuat dari kelapa, kemudian harus berpuasa dahulu membuatnya," imbuhnya.
Ia menerangkan upaya sinergi Pemkab Demak dengan ahli waris Kadilangu tersebut terlaksana dua tahun ini. Ia menyebut hal tersebut sebagai upaya yang baik dan berkelanjutan.
"Dan tentunya kami dari Pemerintah bersatu dan ini baru dilaksanakan dua tahun ini nggih. Biasanya memang dari Kadilangu bersama Kasultanan Surakarta sendiri, tetapi ini suatu sinergi, koordinasi yang baik, Insyaallah kita akan laksanakan di tahun-tahun berikutnya," terangnya.
Sementara itu perwakilan dari Keraton Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Adipati Dipo Kusumo mengatakan rombongannya menyerahkan ubo rampe kepada sesepuh Kadilangu berupa minyak jamas dan hasil bumi. Hal tersebut sesuai dengan syiar islam Sunan Kalijaga melalui berbagai simbol jawa.
"Bahwa hari ini utusan dalem Kanjeng Sunan Pakubuwono yang ke XIII yaitu menyerahkan berupa abon-abon, yang intinya adalah minyak untuk jamasan peninggalan Eyang Kanjeng Sunan Kalijaga yang nanti akan diselenggarakan sesuai jadwal yang ditentukan di sini," ujar Gusti Dipo.
"Penyerahan abon-abon kepada poro sesepuh dan poro pinisepuh Kadilangu ini berkaitan yaitu makna daripada peran Kanjeng Sunan Kalijaga dalam syiar agama islam. Yaitu yang berkaitan dengan filosofi simbol di jawa," imbuhnya.
Ia menyontohkan ajaran pemaknaan simbol jawa yang menjadi metode syiar agama islam Oleh Sunan Kalijaga. Yaitu salah satunya takir, tempat makanan yang dimaknai dengan kepanjangan takwa dan dzikir.
"Misalnya saja simbol-simbol yang diterapkan dalam ajaran Sunan Kalijaga mengenai barang, tempat, wujud, fisik yang itu semuanya bernilai islami. Sebagaimana ketahui bahwa Sunan Kalijaga itu adalah wali isalam tapi njawani," ujarnya.
"Pengertiannya adalah mengajarkan islam dengan tradisi tatacara yang kemudian dimaknai dengan nilai-nilai islam. Misalnya takir. Makanan-makanan diwadahi takir itu adalah pengertian dari takwa dan dzikir," sambungnya.
Ia menuturkan minyak yang ia bawa tersebut diambil dari pohon kelapa yang menghadap kiblat dekat Masjid Agung Surakarta. Yaitu sebagai refleksi syiar islam yang memiliki arah ke ka'bah.
"Minyaknya itu diambil dari pohon kelapa yang tumbuh di Masjid Agung Surakarta, diambil buahnya itu yang ada di sebelah barat agak ke utara. Ini maknanya dalam kegiatan syiar islam itu kaitannya kita itu punya arah kiblat yaitu dalam hal ini ka'bah," terangnya.
Selain itu, tiga gunungan yang ia bawa dari hasil bumi itu memiliki tiga kategori. Yaitu tanaman bawah tanah, tanaman jalar, dan tanaman gantung.
"Gunungan tadi makna simbolis daripada kehidupan. Bahwa kehidupan itu memiliki asal muasal, yang berupa polo kependem, kemudian polo kesimpar, kemudian polo gemantung. Tiga hal itu yang dijadikan suatu pedoman yang dalam bahasa jawa namanya, sangkan paraning dumadi, atau kita dilahirkan sebagai asal mausul kehidupan manusia," jelasnya.
Sementara sesepuh Kadilangu, Raden Imam Cahyo Santoso mengatakan minyak jamas dari Surakarta tersebut nantinya akan ia campur dengan minyak jamasnya. Yaitu untuk penjamasan atau memandikan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga pada Senin yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha tersbeut.
"Ini kan acara yang memang rutin setiap tahun, mereka datang membawa ubo rampe. Ubo rampe itu ada minyak, dan segala macem. Nanti kita minyak dari Solo itu kita campur dengan minyak jamas kita untuk penjamasan hari Senin (17/6) lusa itu nanti," ujar Raden Imam yang biasa disebut Pak Sepuh itu.
Ia menuturkan kedatangan utusan Keraton Surakarta sebagai upaya melestarikan tradisi penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga. Yaitu dukungan dari kalangan muda ke yang lebih tua.
"Bagaimanapun juga Sunan Kalijaga itu kan lebih tua dari Solo, Jogja. Maka mereka datang ke sini. Ya karena Eyang Kanjeng Sunan Kalijaga ini penasehat. Maka mereka yang muda datang ke sini," terangnya.
(aku/aku)