Jolenan Somongari Purworejo, Tradisi Unik 2 Tahunan Sejak Zaman Belanda

Jolenan Somongari Purworejo, Tradisi Unik 2 Tahunan Sejak Zaman Belanda

Rinto Heksantoro - detikJateng
Selasa, 05 Sep 2023 15:25 WIB
Tradisi Jolenan di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Selasa (5/9/2023).
Tradisi Jolenan di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Selasa (5/9/2023). (Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng)
Purworejo -

Warga Somongari, Kabupaten Purworejo, menggelar tradisi Jolenan hari ini. Puluhan gunungan dari hasil bumi atau disebut jolen diarak keliling kampung sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan.

Sebanyak 43 gunungan yang terbuat dari ancak bambu berisikan hasil bumi itu tampak meriah diarak dalam tradisi Jolenan yang digelar warga Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Selasa (5/9/2023). Sedekah bumi ini diselenggarakan setiap 2 tahun sekali, pada setiap hari Selasa wage, bulan Sapar tahun Jawa.

Tradisi yang sering disebut Saparan itu sudah berlangsung turun temurun, bahkan dipercaya sudah ada sejak zaman Belanda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada sesuatu yang sakral terkait pemilihan Bulan Sapar dan hari Selasa Wage, cuma secara detailnya saya belum bisa menjelaskan, dari nenek moyang sudah seperti itu, yang jelas ini sudah jalan sejak zaman Belanda sejak ratusan tahun lalu," kata panitia penyelenggara, Hari Yudistira (50) di sela acara.

Tradisi Jolenan di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Selasa (5/9/2023).Tradisi Jolenan di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Selasa (5/9/2023). Foto: Rinto Heksantoro/detikJateng

Desa Somongari terletak di gugusan perbukitan Menoreh, sekitar 12 km arah tenggara dari Kota Purworejo. Selain Jolenan, di desa kelahiran komponis Indonesia Raya, WR Soepratman ini juga mempunyai potensi wisata lain seperti Curug Silangit, Memorial House WR Soepratman hingga wisata agro Manggis dan Durian.

ADVERTISEMENT

Hari menjelaskan, Jolenan berasal dari kata jolen yang bermakna 'ojo kelalen' atau 'ojo lali' yang artinya tidak boleh lupa. Makna tidak boleh lupa di sini adalah harus selalu ingat dengan Tuhan yang telah melimpahkan rezeki berupa hasil bumi di antaranya manggis, durian, cengkih, palawija serta lainnya untuk kesejahteraan masyarakat Desa Somongari.

"Makna jolen itu kan ojo kelalen, jadi supaya kita itu tidak lupa dan selalu ingat kepada Tuhan YME. Kita diberi berkah hasil bumi kemudian berterima kasih dengan sedekah bumi Jolenan," jelasnya.

Sebelum diarak keliling kampung, jolen dari seluruh pedukuhan dikumpulkan di halaman balai desa. Jolen terbuat dari bambu berbentuk piramida yang di dalamnya terdapat aneka makanan seperti tumpeng, ambeng, sayuran, tempe bacem, ayam panggang dan lain-lain.

Di bagian luar jolen, terdapat aneka gorengan seperti ledre, rengginang, kerupuk, geblek dan lain sebagainya. Sedangkan di bagian puncak ditancapkan aneka buah-buahan seperti durian, manggis dan rambutan.

Setelah diarak, jolen kemudian diletakkan di halaman Pesarean Eyang Kedhono-Kedhini yang tak jauh dari balai desa untuk ritual kenduri dan doa bersama. Jolen kemudian diperebutkan oleh pengunjung yang ingin ngalap berkah.

"Di situ ada yang namanya ngalap berkah. Dengan mengambil hasil rebutan Jolenan masyarakat percaya akan mendapatkan anugerah dari Tuhan," imbuhnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Puncak dari tradisi Jolenan akan diakhiri dengan pentas seni tayub yang digelar sejak sore hingga dini hari. Ritual budaya itu selalu dipadati ribuan pengunjung tidak hanya dari daerah Purworejo saja bahkan dari luar daerah.

Warga setempat pun menganggap tradisi jolenan seperti perayaan hari raya. Bahkan, warga perantauan juga menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halaman hanya untuk merayakan tradisi 2 tahunan itu.

"Banyak perantau yang pulang untuk merayakan Jolenan. Karena ini menjadi magnet, ribuan pengunjung pun juga selalu datang ke sini," sebutnya.

Karena hanya ada di Somongari, tradisi unik tersebut ditetapkan menjadi salah satu warisan budaya tak benda Indonesia oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun 2016. Diharapkan, Jolenan bisa terus rutin dilaksanakan dan akan tetap lestari dari waktu ke waktu.

"Tagline-nya adalah Perbawa Adiluhung Kaloka, artinya berkarakter mempunyai nilai tinggi dan terkenal. Jadi Jolenan itu mempunyai karakter kearifan lokal yang terkenal karena selalu menyedot pengunjung, memiliki nilai yang berbeda karena di Purworejo dan di Indonesia cuma satu di Somongari aja," paparnya.

"Harapan ke depan, momentum ini menjadi momentum yang sangat berharga karena merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia ada di Purworejo jadi kita patut bangga. Jolenan tidak hanya milik Somongari saja tapi semua masyarakat Purworejo dan Indonesia. Ini adalah wisata budaya yang harus terus dilestarikan dan digaungkan ke dunia," sambungnya.

Sementara itu, salah satu pengunjung Tri Watini (38), mengaku senang bisa ikut nonton sekaligus ngalap berkah dalam kebudayaan lokal tersebut. Ia percaya, makanan kecil serta tali lidi yang didapat dari Jolen akan membawa berkah tersendiri.

"Dapat kerupuk sama ini tali lidi. Ya kerupuknya dimakan biar sehat terus lidinya ditanam di sawah biar tanamannya subur," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(aku/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads