Perang Diponegoro yang juga dikenal sebagai Perang Jawa merupakan salah satu perang besar di Pulau Jawa. Perang ini melibatkan pasukan Belanda dan penduduk Jawa.
Perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro ini terjadi di Jogja yang bermula karena adanya campur tangan Belanda dalam persoalan internal Kasultanan Jogja.
Mengutip buku Perang Diponegoro (2011) oleh F. Ruspandi, berikut ini latar belakang dan sejarah terjadinya Perang Diponegoro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Latar Belakang Perang Diponegoro
Kedatangan Belanda ke Indonesia menjadi masalah besar bagi bangsa, campur tangan belanda dalam persoalan internal Kasultanan Jogja memecah belah kerajaan. Akan hal tersebut Pangeran Diponegoro menunjukkan ketidaksenangan dengan Belanda, sikap tersebut bertambah ketika tanah para leluhurnya dipatok oleh Belanda, ia pun mencabut patok tersebut.
Atas kejadian tersebut Belanda menganggapnya sebagai pemberontak dan berupaya untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Adanya upaya Belanda tersebut membuat Pangeran Diponegoro pergi meninggalkan keraton dan menetap di Tegalrejo. Di sini ia menjalani kehidupan keagamaan dan merakyat.
Lalu, tahun 1822 ia ditunjuk sebagai salah satu anggota perwalian Hamengku Buwono V yang saat itu baru berusia tiga tahun. Cara perwalian ini tidak disetujui Diponegoro sehingga kembali Belanda menuduhnya sedang mempersiapkan pemberontakan. Akibatnya, Belanda menyerangnya pada tanggal 20 Juni 1825 dan inilah awal berkobar Perang Diponegoro.
Sejarah Perang Diponegoro
Perang Diponegoro merupakan suatu perang besar yang berlangsung selama lima tahun sejak Juli 1825 hingga 28 Maret 1830. Perang Diponegoro terjadi di tanah Jawa melibatkan masyarakat pribumi dengan tentara Belanda.
Pangeran Diponegoro memimpin secara langsung peperangan pribumi, sementara tentara Belanda dipimpin oleh Jenderal De Kock.
Dalam menghadapi perang ini Pangeran Diponegoro dibantu oleh beberapa pejuang seperti Mangkubumi, Kyai Modjo, dan Sentot Prawirodirdjo. Perang ini disebut perang besar karena telah mengorbankan harta benda dan juga nyawa manusia. Berdasarkan dokumen-dokumen Belanda, perang tersebut mengorbankan 200 ribu nyawa masyarakat pribumi dan 8 ribu orang dari pihak Belanda. Disebut juga Perang Jawa karena peperangan ini melibatkan hampir seluruh wilayah Jawa.
Perang Diponegoro diawali pada 20 juli 1825 dengan penangkapan Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi oleh utusan belanda di tegalrejo. Saat itu, Pangeran Diponegoro berhasil melarikan diri. Tiga minggu kemudian, Pangeran Diponegoro yang dibantu oleh Kyai Mojo, melakukan penyerangan terhadap Belanda dan berhasil menduduki Keraton Jogja dan memperluas kedudukannya ke arah timur.
Pada tahun 1927, pasukan Belanda mengerahkan 23 ribu prajuritnya untuk melawan Pangeran Diponegoro. Belanda membangun benteng-benteng di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga Pangeran Diponegoro terpojokkan.
Pada tahun 1829, Kyai Mojo ditangkap dan diikuti dengan penangkapan Mangkubumi dan Alisabah, pada tanggal 16 Februari 1830 terjadi pertemuan antara Pangeran Diponegoro dengan Kolonel Baptist Cleerens sebagai utusan Jendral De Kock, pertemuan itu dilakukan beberapa kali untuk mengadakan gencatan senjata.
Pada 28 Maret 1830, pasukan Belanda menangkap Pangeran Diponegoro, penangkapan tersebut menjadi akhir dari Perang Diponegoro. Setelah ditangkap Pangeran Diponegoro diasingkan di Gedung Karesidenan Semarang dan dibawa ke Batavia. Pangeran Diponegoro wafat saat dipindahkan ke Makassar di Benteng Rotterdam pada 8 Januari 1855.
Artikel ini ditulis oleh Marcella Rika Nathasya Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.
(ams/apl)