Pusaka peninggalan Ja'far Sodhiq atau dikenal Sunan Kudus dijamas atau dibersihkan di Pendapa Tajuq Menara Kudus. Jamasan ini rutin digelar setiap Senin pertama setelah tasrik.
Pantauan detikJateng, penjamasan dilakukan di area Tajuq Menara Kudus, Senin (3/6). Prosesi penjamasan diawali dengan ziarah ke makam Sunan Kudus sekira pukul 07.00 WIB. Setelah itu, dengan diiringi bacaan salawat juru kunci menurunkan peti berisi keris Kiai Cinthaka dan diserahkan kepada petugas penjamasan.
Keris terlebih dahulu dilepas gagangnya, karena yang dijamas adalah wilah atau bagian utamanya. Wilah keris dibasuh dengan banyu londo yaitu air rendaman merang ketan hitam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu wilah keris dikeringkan dengan cara dijemur di atas brambut atau sekam ketan hitam. Selanjutnya wilah keris dibasuh menggunakan warangan, yaitu cairan kimia khusus yang telah disiapkan. Keris dipijat dengan pelan untuk memastikan warangan telah benar-benar merasuk.
![]() |
Penjamasan diakhiri dengan membasuh lagi wilah keris menggunakan banyu londo. Lalu dikeringkan kembali pada sekam ketan dan dilap dengan kain mori putih.
Setelah dijamas kemudian keris diserahkan kepada sang kiai untuk diolesi dengan minyak khusus. Keris dipasang pegangan atau ukiran keris dan dimasukkan ke dalam warangka untuk disimpan di tempat semula.
"Jadi hari ini adalah Senin pertama setelah tasrik, penjamasan Kiai Cinthaka itu dilakukan Senin atau Kamis pertama setelah tasrik, hari tasriknya Minggu kemarin jadi penjamasan keris hari ini," jelas Kepala Penelitian dan Pengembangan Yayasan Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus, Abdul Jalil kepada wartawan di lokasi, Senin (3/7/2023).
Dia mengatakan tradisi jamasan pusaka milik Sunan Kudus termasuk warisan tak benda tingkat nasional. Selain jamas juga tradisi dandangan buka luwur termasuk warisan tak benda yang telah diakui oleh pemerintah pusat.
"Penjamasan ini merupakan warisan tak benda tingkat nasional, jadi di Menara ini yang fisik situs cagar budaya tingkat nasional, yang tidak benda itu pada penjamasan buka luwur ada Dandangan tiga-tiga masuk dalam warisan budaya tak benda," ungkap Jalil.
"Yang dijamas adalah Keris Kiai Cinthaka, terus dua tombak kiri kanan mihrab masjid," dia melanjutkan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Jalil menjelaskan pusaka keris milik Sunan Kudus merupakan pemberian dari Kerajaan Majapahit. Kata dia ada dua keris kembar yang salah satunya diberikan kepada Sunan Kudus. Sementara satu keris lainnya diberikan di Kerajaan Demak.
"Jadi Kiai Cinthaka adalah merupakan keris dari Majapahit sewaktu Kanjeng Sunan menjadi panglima perang, itu ada dua keris kembar, yang satu untuk Kanjeng Sunan Kudus dan yang satu untuk Sultan Trenggana (Kerajaan Demak)," terang Jalil.
Menurutnya keris tersebut tidak semata-mata untuk perang. Mengingat Sunan Kudus dulunya adalah seorang panglima perang Kerajaan Demak. Namun keris itu merupakan simbol dari cinta atau perdamaian.
"Pernah digunakan apa tidak kalau dilihat sisi nama, Cinthaka ini berarti damai, jadi keris ini bukan untuk simbol setelah menjadi panglima yang ditonjolkan bukan perang tapi kedamaiannya, maka senjata utama Cinthaka," jelas Jalil.