Mengenal Upacara Puputan, Tradisi Sambut Kelahiran Bayi Adat Jawa

Mengenal Upacara Puputan, Tradisi Sambut Kelahiran Bayi Adat Jawa

Agustin Tri Wardani - detikJateng
Minggu, 04 Jun 2023 13:17 WIB
Ilustrasi Perlengkapan Mandi Bayi
Mengenal Upacara Puputan, Tradisi Sambut Kelahiran Bayi Adat Jawa. Foto: iStock
Solo -

Dalam adat Jawa terdapat berbagai rangkaian upacara untuk menyambut kelahiran bayi. Sejumlah upacara tersebut diyakini dapat menjauhkan bayi yang baru lahir dari hal-hal jahat yang mengganggu bayi, dan bertujuan untuk memberi harapan dan doa untuk bayi.

Adapun salah satu upacara tradisi ini disebut dengan upacara puputan. Apa itu upacara puputan ? Simak penjelasan berikut.

Dikutip dari jurnal berjudul Makna dan Jalannya Upacara 'Puputan' dan 'Selapanan' dalam Adat Upacara Tradisional Kelahiran Bayi Bagi Masyarakat Jawa karya Indah Aswiyati I Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi Manado. Berikut ini informasi mengenai upacara puputan yang merupakan tradisi sambut kelahiran bayi dalam adat Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa itu Upacara Puputan?

Dalam tradisi Jawa terdapat upacara puputan yang berkaitan dengan penyambutan kelahiran bayi. Upacara puputan ini dilakukan saat usia bayi berumur 5, 7 atau 12 hari, ketika pusar bayi sudah putus atau puput (dalam bahasa Jawa). Upacara puputan ini bertujuan memohon keselamatan bagi si bayi.

Rangkaian dari upacara puputan berupa kenduri, bancakan, tuguran, tirakatan, dan pemberian nama bayi. Upacara ini diadakan setelah maghrib dan dihadiri oleh bayi, ibu, pinisepuh, dan seluruh keluarga, dan tetangga terdekat. Jika keluarga mampu upacara puputan ini bisa dilakukan bersamaan dengan Aqiqah, yaitu menyembelih kambing gibas, dua untuk laki-laki dan satu untuk perempuan.

ADVERTISEMENT

Perlengkapan Upacara Puputan

Dalam prosesi upacara puputan masyarakat Jawa perlu mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan. Berikut ini perlengkapan upacara puputan dan maknanya. Dikutip dari jurnal berjudul

1. Sekul Gudangan

Pertama ada sekul gudangan. Sekul gudangan adalah nasi dengan lauk pauk sayur-sayuran dan parutan kelapa sebagai bumbunya. Makna dari sekul gudangan yaitu agar si bayi selalu dalam keadaan segar bugar.

2. Aneka Jenang

Kedua pihak keluarga perlu menyiapkan aneka jenang yang terdiri dari jenang abang, jenang putih, jenang baro-baro. Jenang abang melambangkan sebuah harapan kepada kedua orang tua supaya selalu memberikan maaf atas segala kesalahan anaknya kelak. Jenang putih melambangkan harapan kepada orang tua agar diberi doa restu. Jenang baro-baro melambangkan penghormatan pada air ketuban dan ari-ari yang dianggap sebagai saudaranya, karena ketika bayi lahir keduanya menyertai.

3. Jajanan Pasar

Ketiga ada jajanan pasar. Jajanan pasar merupakan aneka makanan kecil yang dijual di pasar. Perlengkapan ini melambangkan kekayaan.

4. Mainan Kertas

Selanjutnya ada mainan kertas, wujud dari mainan ini berupa payung, bendera panji-panji, mainan dari bambu berupa keris, tombak. Semua mainan itu disebut blungkang. Semua mainan ditancapkan pada sepotong batang pisang atau debog (dalam bahasa Jawa). Blungkang ditaruh di bawah atau di dekat tempat tidur bayi.

Maknanya adalah untuk memikat perhatian roh-roh halus yang satu saudara dengan si bayi atau kakang kawah adi ari-ari (dalam bahasa Jawa). Adanya blungkang ini juga bertujuan untuk menarik perhatian roh halus atau jahat yang datang untuk mengganggu keselamatan si bayi, sehingga dengan adanya blungkang ini ia tidak jadi mengganggu si bayi.

5. Gandhik

Kelima ada Gandhik. Gandhik adalah alat untuk menghaluskan atau menumbuk jamu. Gandhik itu dilukis seperti wujud bayi, dibungkus dengan kertas, sehingga seperti bayi. Gandhik tersebut diletakkan di atas nyiru atau tampah yang masih baru, diberi alas daun senthe atau daun talas, lalu diletakkan di tempat tidur.

Maknanya adalah untuk memancing roh halus atau roh jahat yang akan datang mengganggu si bayi, maka roh halus jahat itu akan terkecoh, yang diganggu keselamatannya bukan si bayi, tetapi gandhik yang dibentuk seperti bayi.

6. Sawuran

Perlengkapan ini terdiri dari bawang merah, dlingo, bengle yang ditaruh dalam ketupat (kupat luar). Kupat luar yaitu, ketupat yang berbentuk empat persegi panjang, maknanya untuk melunasi atau menepati janji atau nazar.

7. Tumbuk Suwu

Tumbuk Suwu adalah sapu lidi yang sudah dipakai yang diletakkan secara terbalik. Ujung-ujung lidi di tancapi empon-empon seperti bawang merah, cabe merah. Perlengkapan ini mengandung makna, sebagai senjata yang menghalangi berbagai roh halus atau roh jahat yang akan mengganggu.

8. Lawa Wenang

Lawa Wenang direntangkan di sekeliling rumah atau kamar bayi. Maknanya yaitu untuk menghalang-halangi roh halus jahat yang hendak memasuki kamar bayi.

9. Daun Kemarung dan Daun-Daunan Berduri

Daun kemarung dan daun-daunan berduri dipasang pada sudut-sudut rumah. Makna yang terkandung yaitu menolak segala macam gangguan. Maknanya untuk menolak pengaruh jahat yang akan masuk melalui pintu.

10. Kuwali atau Kendil

Kuwali atau kendil ini nantinya akan dipasang secara terbalik, dan melambangkan dunia. Pelita melambangkan sinar yang menerangi kegelapan alam.

11. Bengle

Bengle atau gelang yang dirangkai dengan irisan dlingo memiliki makna untuk menghalang-halangi roh halus jahat yang akan mengganggu.

Urutan Upacara Puputan

Mengenai upacara "puputan" atau "dhautan" diselenggarakan setelah tali pusat si bayi putus. Putusnya tali pusat ini tidak dapat dipastikan, berapa lamanya dari waktu kelahiran. Kadang-kadang ada yang sebelum sepasar (sebelum lima hari), ada yang lima hari sehingga dapat dilakukan upacara bersamaan dengan upacara sepasaran, tetapi kadang-kadang lebih lama lagi.

1. Sekeliling Rumah Dipagari Lawa Wenang

Setelah bayi telah puput, di sekeliling rumah dipagari dengan lawa wenang ,dan pada keempat sudut tembok kamar tidur bayi dipasang sawuran dalam ketupat (kupat luar), dan daun-daunan berduri.

2. Depan Pintu Di Coreng Hitam dan Putih

Lalu, di depan pintu rumah dicoreng -coreng hitam dan putih seperti ular welang dengan menggunakan kapur sirih dan jelaga atau angus (kotoran yang terdapat dalam tungku).

3. Ditegakkan Tumbuk Sewu

Kemudian di tempat tidur si bayi, ditegakkan tumbuk sewu. Di bawah tempat tidur si bayi, diletakkan mainan kertas (payung, panji-panji, bendera). Dipersiapkan boneka bayi dari gandhik, dengan diberi alas nyiru atau tampah dan daun senthe atau daun talas, kadang-kadang juga di beri benda tajam, seperti pisau, gunting, semuanya ditaruh di tepi tempat tidur si bayi.

4. Acara Selamatan atau Kenduri

Keluarga mempersiapkan acara selamatan atau kenduri untuk sore harinya. Acara ini dihadiri oleh yang ikut selamatkan yaitu bayi, ibu, dukun, pinisepuh, seluruh keluarga, dan tetangga terdekat.

5. Acara Tuguran dan Tirakatan

Menjelang malam hari dilakukan acara tuguran dan tirakatan, biasanya yang ikut tuguran adalah seluruh anggota keluarga maupun tetangga terdekat. Si bayi secara berganti-ganti dipangku oleh para pinisepuh, kadang-kadang disertai kidungan yaitu menyanyikan lagu tolak bala. Di pergelangan kaki dan tangan si bayi diberi gelang yang dirangkai dengan irisan dlingo atau bengle.

Demikian informasi mengenai upacara puputan. Semoga bermanfaat, ya Lur!

Artikel ini ditulis oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(ahr/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads