Makam Syekh Djangkung yang ada di Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, banyak dikunjungi peziarah. Sosok ulama Syekh Djangkung konon dikenal sebagai murid Sunan Kudus yang memiliki kelebihan di atas rata-rata para santri.
Suasana Makam Syekh Djangkung banyak dikunjungi peziarah, Kamis (23/3/2023). Peziarah datang dari berbagai kota, mulai dari Pati hingga Semarang. Warga berziarah untuk berdoa di momen bulan Ramadan.
Juru kunci makam Syekh Djangkung, Rukani (70) mengatakan sosok Syekh Djangkung ada dua versi terkait silsilahnya. Syekh Djangkung atau yang dikenal dengan Saridin merupakan putera dari Sunan Muria. Sementara versi kedua Raden Syarifuddin merupakan anak dari Kiai Abdul Kiringan di Tayu, Kabupaten Pati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini yang saya tahu, menurut Kiai Nur Rohmad Pati itu katanya putranya mbah Sunan Muria, tapi bilangnya mbah almarhum Haji Anwar, Syekh Djangkung putranya Mbah Abdul Pakiringan Tayu wilayah Pati," jelas Rukani kepada detikJateng ditemui di Makam Syekh Djangkung di Kayen, Kamis (23/3).
Rukani mengatakan Syekh Djangkung semasa mudanya pernah berguru dengan Sunan Kudus. Syekh Djangkung dikenal memiliki kelebihan di atas rata-rata dari santri lainnya.
"Berguru dengan Sunan Kudus itu ketika masih muda, mau berkelana mendapatkan wangsit mengabdi dengan Sunan Kudus, di Sunan Kudus mempunyai kelebihan," kata Rukani.
![]() |
Dijelaskan, Syekh Djangkung saat berguru dengan Sunan Kudus sering menunjukkan kelebihannya dengan santri lainnya. Menurutnya, kelebihan memamerkan anugerah dari Allah bisa mengancam eksistensi di pesantren Kudus. Hingga akhirnya Sunan Kudus meninggalkan wilayah Kudus dan tidak menginjak kakinya di bumi Kudus.
"Namanya guru dengan murid kelebihannya melampaui batas, lalu disuruh pergi oleh Sunan Kudus," ucap Rukani.
Rukani mengatakan Syekh Djangkung pun setelah diusir dari Kudus mengembara ke berbagai daerah. Mulai Demak, Palembang, Cirebon, dan ke Mataram. Syekh Djangkung lalu kembali ke daerah Kayen, Pati.
"Mengembara itu tadi. Dari Demak ke Palembang, pulang ke Cirebon dan ke Mataram baru ke Kayen ini," ujarnya.
Rukani menyebutkan Syekh Djangkung semasa hidupnya menyebarkan agama Islam di wilayah Pegunungan Kendeng utara. Selain sebagai ulama, kata dia, Syekh Djangkung juga dikenal bertani.
"Menyebarkan agama Islam dengan tani, disuruh mengabdi di Kerajaan Mataram tidak mau pulang ke sini memilih bertani dengan menyebarkan agama," ungkap dia.
(rih/ahr)