Mengenal Hari Raya Nyepi, Tradisi Umat Hindu Sambut Tahun Baru Saka

Mengenal Hari Raya Nyepi, Tradisi Umat Hindu Sambut Tahun Baru Saka

Santo - detikJateng
Senin, 20 Mar 2023 13:34 WIB
Pura Ulun Danu Bratan at sunrise, famous temple on the lake, Bedugul, Bali, Indonesia.
Mengenal Hari Raya Nyepi, Tradisi Umat Hindu Sambut Tahun Baru Saka. Foto Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Solo -

Nyepi merupakan salah satu hari perayaan besar dalam kalender Saka umat Hindu. Berikut ulasan mengenai Hari Raya Nyepi yang menjadi tradisi tahunan umat Hindu untuk menyambut Tahun Baru Saka.

Umat Hindu di Bali akan merayakan salah satu hari besar dalam kalender Saka, yaitu Hari Raya Nyepi. Menurut SKB 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2023, Hari Raya Nyepi di Tahun Baru Saka 1945 akan jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023.

Sebagai hari besar, Nyepi memiliki makna penting baik bagi kehidupan beragama maupun kehidupan bermasyarakat umat Hindu. Selain itu dalam pelaksanaannya, Nyepi dirayakan umat Hindu dengan melakukan sejumlah tradisi penting selama beberapa hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa itu Hari Raya Nyepi?

Dikutip dari laman Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Hari Raya Nyepi adalah pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap satu tahun sekali dan jatuh pada satu hari sesudah tileming kasanga pada penanggal 1 sasih Kedasa.

Nyepi mengandung arti sepi atau sunyi dan dirayakan setiap 1 tahun Saka. Pada saat Nyepi, semua orang tidak boleh melakukan aktivitas sehari-hari seperti keluar rumah (kecuali sakit dan perlu berobat), menyalakan lampu, bekerja dan sebagainya.

ADVERTISEMENT

Tujuan dari pembatasan aktivitas tersebut yaitu untuk menciptakan suasana sepi. Sepi dari hiruk pikuk kehidupan dan sepi dari semua nafsu dan keserakahan sifat manusia untuk menyucikan Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (manusia).

Makna Hari Raya Nyepi

Hari Raya Nyepi menjadi momentum yang sangat penting bagi umat Hindu. Karena apa yang telah dirasakan, diperbuat, dan dialami oleh umat Hindu pada tahun sebelumnya diingat, direnungkan, dan dipertimbangkan kembali pada Hari Raya Nyepi.

Dari sini umat Hindu dapat mengetahui berbagai kelebihan, kekurangan, dan kesalahannya. Umat Hindu juga mulai merangkai rencana-rencana yang perlu dilaksanakan di masa yang akan datang.

Dengan adanya kesadaran atas segala kesalahan yang pernah dirasakan, dialami, atau dan dilakukan, kemudian pada Hari Ngembak Geni (hari setelah Nyepi) tiba kesempatan untuk saling memaafkan.

Tradisi Hari Raya Nyepi

Dalam merayakan kedatangan Hari Raya Nyepi, umat Hindu melaksanakan serangkaian upacara dan upakara yang bertujuan untuk melancarkan penyucian Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Upacara tersebut dilakukan berbeda-beda tergantung tradisi masing-masing daerah serta kebijaksanaan yang ditetapkan bersama.

Berikut tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Bali untuk menyambut kedatangan Hari Raya Nyepi dikutip dari penelitian berjudul 'Fungsi dan Makna Ritual Nyepi Di Bali' oleh I Wayan Suwena dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.

Melasti

Melasti adalah salah satu ritual yang dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi. Tradisi ini dilaksanakan tiga hari sebelum hari Nyepi tiba.

Ritual Melasti bertujuan untuk membersihkan segala sesuatu yang dimiliki terutama benda-benda yang disakralkan. Benda-benda tersebut dibawa dan dibersihkan di laut, danau atau sumber mata air.

Pada pelaksanaan ritual ini, masyarakat juga membawa sesaji dan peralatan suci. Saat masyarakat berjalan menuju sumber mata air, perjalanan tersebut diiringi alunan alat musik tradisional Bali, yaitu gamelan.

Pangrupukan

Pangrupukan juga disebut sebagai upacara tawur kesanga. Pangrupukan adalah ritual yang diselenggarakan sehari sebelum merayakan Nyepi, tepatnya pada bulan mati (tilem) Sasih Kasanga terakhir untuk melaksanakan upacara bhuta yadnya.

Upacara Pangrupukan diadakan pada waktu pergantian tahun menurut perhitungan Hindu Bali dengan upacara yang disebut tawur agung kasanga, yakni upacara yang dipersembahkan kepada bhuta kala.

Pangrupukan juga disebut sebagai upacara korban (mecaru) yang berfungsi menjaga keseimbangan alam semesta maupun diri manusia dari gangguan Bhuta Kala dengan menyediakan sesajen. Adapun sesajen caru yang digunakan dalam upacara pangrupukan memiliki perbedaan yaitu:

Tingkat Desa

Pada tingkat desa, bahan sesajen caru yang digunakan antara lain nasi sasah aman cawarna (brumbun) sebanyak 9 tanding, segehan agung dengan warna putih sebanyak 108 tanding, daging olahan ayam brumbun dan tetabuhan serta api takep. Sesajen/bebanten ini dihaturkan ke hadapan Sang Bhuta Kala.

Tingkat Rumah Tangga

Sedangkan pada tingkat rumah tangga, korban/caru di rumah tangga hampir sama dengan di tingkat desa adat, hanya tetabuhan dari darah ayam digantikan dengan arak berem, karena maknanya sama.

Nyepi

Ketika merayakan Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Bali memperoleh pelajaran untuk mengendalikan diri dengan cara tidak bepergian, tidak beraktivitas/bekerja, berpuasa (tidak makan dan minum), tidak melakukan aktivitas yang dapat mengotori badan. Pengendalian diri ini dilakukan dengan cara mengadakan catur brata penyepian.

Catur Brata Penyepian sendiri dilaksanakan selama 24 jam, yakni sehari setelah Tilem Sasih Kasanga (Tilem Kasanga), tepatnya pada paroh terang pertama masa kesepuluh/panaggal sasih kadasa. Pelaksanaan Catur Brata Penyepian dimulai pukul 05.00 pagi sampai pukul 05.00 besok pagi harinya, dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.

Amati Geni

Dalam bahasa Bali, geni memiliki arti api. Amati geni dilakukan dengan mematikan api di dapur, lampu, rokok, dan sebagainya. Namun pada hakikatnya, amati geni ditujukan pada disiplin hidup, yaitu mematikan api hawa nafsu dan api amarah.

Amati Karya

Dalam bahasa Indonesia, kata karya memiliki arti kerja. Dengan kata lain, amati karya bermakna tidak melakukan pekerjaan/kegiatan fisik, tidak bersetubuh, dan hanya tekun melakukan penyucian rohani.

Amati karya bertujuan untuk merenungkan hakikat kerja tanpa mengharapkan pahala, dapat hidup sederhana, prihatin dan puas akan porsi imbalan kerja yang sewajarnya.

Amati Lelungan

Dalam bahasa Bali, kata lelungan berasal dari kata lunga yang berarti pergi. Dengan kata lain, amati lelungan mengandung arti tidak bepergian kemana-mana.

Manusia diharapkan senantiasa menjaga diri di rumah serta melakukan pemusatan pikiran ke hadapan Tuhan, dalam berbagai prabawa-Nya (perwujudan-Nya) yang telah disemayamkan di dalam tubuh manusia.

Amati lelungan pada hakikatnya dimaksudkan untuk tidak membuang-buang waktu dan biaya pada perjalanan yang kurang berguna.

Amati Lelanguan

Dalam bahasa Bali, kata lelanguan berasal dari kata langu yang berarti hiburan atau rekreasi. Dengan kata lain, amati lelanguan bermakna tidak mengadakan acara hiburan atau kegiatan bersenang-senang yang berlebihan, termasuk tidak makan dan tidak minum.

Amati Lelanguan dilakukan dengan jalan memupuk hobi dan mengerjakan hal-hal yang bermanfaat seperti olahraga, membaca, membuat kerajinan tangan, menyulam, dan sebagainya.

Ngembak Geni

Hari Ngembak Geni ini mengandung makna telah berakhirnya catur brata penyepian. Pada hari ngembak geni, umat Hindu saling mengunjungi keluarga dan kerabat, teman dekat, teman seprofesi, dan yang lainnya untuk saling memaafkan atas segala kekhilafan dan kesalahan yang telah atau mungkin terjadi sebelumnya.

Kegiatan saling memaafkan tersebut dilakukan dengan memegang prinsip Tat Twam Asi, yaitu "aku adalah kamu dan kamu adalah aku". Posisi manusia sama di hadapan Tuhan. Meskipun berbeda agama atau keyakinan, hendaknya manusia hidup rukun dan damai dan memulai hidup baru dengan hati yang putih bersih.

Demikian ulasan mengenai Hari Raya Nyepi yang menjadi tradisi umat Hindu untuk merayakan Tahun Baru Saka. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(rih/aku)


Hide Ads