Pada era kolonial, orang-orang asing seperti Tionghoa, Arab, dan Eropa yang tinggal di Kota Solo dikelompokkan di permukiman khusus. Permukiman untuk orang Tionghoa diletakkan di kawasan timur Pasar Gede Hardjonagoro, tepatnya di Kampung Balong.
Kini kampung tersebut dihuni oleh warga dari berbagai etnis. Warga suku Jawa dan keturunan Tionghoa hidup berdampingan. Tidak jarang dari mereka yang menikah dan beranak-pinak menghasilkan generasi campuran. Tidak ada embel-embel nama Pecinan di kampung itu.
Donny Mahesa Widjaja (48) salah satu warga etnis Tionghoa mengaku selama ini hidup damai berdampingan dengan warga dari suku Jawa di Balong, Kelurahan Sudiroprajan, Jebres. Donny sendiri sudah sejak lahir tinggal di Kampung Balong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama tinggal di sana, Donny mengaku hidup aman dan damai. Tidak ada perselisihan dan perlakuan diskriminatif di sana.
"Kalau saya di sini keturunan masih muda. Dulu dengar zaman Belanda memang dikelompokkan jadi untuk warga keturunan Tionghoa ditaruh di Balong, Madura mungkin di Sampangan, dikelompokkan begitu. Ini (sekarang) banyak bercampur kita berhubungan baik," kata Donny ditemui detikJateng di rumahnya. Kamis (19/1/2023).
Donny menuturkan saat ini masih banyak keturunan Tionghoa yang berada di Kampung Balong. Namun, dirinya tidak tahu persis berapa banyaknya.
"Saya keturunan asli Tionghoa, tapi ada juga yang menikah dengan etnis Jawa, ada juga yang Sunda. Memang dari dulu bergaul semua, kebersamaan tetap," ujarnya.
Meski begitu, saat Tahun Baru Imlek, kampung tersebut tetap menyambutnya dengan meriah. Hampir di semua gang memasang lampion warna merah. Warga dari berbagai suku menyambut hari istimewa itu.
"Saya lihat makin erat terbukti dengan event yang digelar dan diikuti oleh anak-anak muda seperti di Grebeg Sudiro," ungkapnya.
Salah satu warga etnis Jawa, Muel mengaku hidup rukun dengan para etnis Tionghoa. Bahkan ia juga mengikuti kelompok barongsai.
"Ya kita nggak membeda-bedakan, kita juga ikut barongsai dari dulu walaupun bukan (keturunan Tionghoa). Kita hidup baik dan rukun," ucapnya.
Salah satu keturunan Tionghoa yang masih tinggal di Kampung Balong yakni, Sugianto (71) mengatakan dirinya merupakan generasi ketiga dari pernikahan etnis Tionghoa dan Jawa.
"Dulu di sini campuran ada Tionghoa dan Jawa, nggak khusus orang Tionghoa saja nggak. Ibu orang Indonesia, bapak Chinese," ucapnya.
Menurutnya, kehidupan antara etnis Tionghoa dan Jawa tidak ada yang membeda-bedakan. "Semua rukun sejak dulu," pungkasnya.
(ahr/ams)