Catat! Ini Deretan Motif Batik untuk Pengantin dalam Pernikahan Adat Jogja

Catat! Ini Deretan Motif Batik untuk Pengantin dalam Pernikahan Adat Jogja

Anggah - detikJateng
Jumat, 02 Des 2022 06:30 WIB
Batik menjadi salah satu karya seni yang terus berkembang. Setiap tahun bermunculan motif-motif baru di luar pakem yang sudah ada. Salah satunya motif Burung Garuda bikinan Bayu Permadi, pengrajin batik asal Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ilustrasi membatik. Foto: Jalu Rahman Dewantara
Yogyakarta -

Dalam prosesi pernikahan adat Jawa khususnya Jogja tidak bisa melepaskan adat dan adab dalam penggunaan batik. Batik menyiratkan status sosial dan harapan sang pemakai, bahkan batik yang telah mendapat pengakuan UNESCO ini memiliki adab dan kesesuaian motifnya dalam acara pernikahan.

Menurut Carik Kawedanan Radya Kartiyasa Keraton Jogja Nyi R Ry Noorsundari penggunaan batik dalam pernikahan akan disesuaikan dengan tahapan prosesi pernikahannya. Dalam pernikahan adat Jawa prosesi itu meliputi siraman, midodareni, ijab kabul dan panggih.

Noorsundari menyebut pada prosesi pernikahan acara dimulai dengan siraman yang bermakna untuk membersihkan hal buruk dalam diri seseorang. Batik yang digunakan adalah motif grompol yang menyiratkan kesatuan di antara pribadi yang tetap menyatu dalam berkeluarga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Acara itu dimulai dengan proses siraman, siraman itu membersihkan hal-hal yang jelek dari diri kita. Nah itu pakai motif grompol, motif grompol itu seperti bunder-bunder kecil yang ada di sekelilingnya seperti anggur itu kecil-kecil tapi satu kesatuan. Harapannya bisa ibarat anggur itu walaupun punya pribadi masing-masing namun tetap menyatu dalam keluarga," ucap Noorsundari di Keraton Jogja Kamis, (1/12/22).

Setelah prosesi siraman dilanjutkan dengan proses midodareni, khusus untuk pernikahan di keraton menggunakan motif truntum. Motif tersebut menyiratkan bunga yang bersemi artinya kesiapan hendak memasuki jenjang pernikahan.

ADVERTISEMENT

Adapun masyarakat umum biasanya mengenakan kain batik bermotif wahyu tumurun pada saat midodareni.

"Di keraton untuk midodareni yang putri biasanya menggunakan motif truntum. Motif truntum itu bersemi bunga masih kuncup mau mekar itu namanya truntum, jadi kalau mau menikah itu kan memulai hal yang baru harapannya itu kita siap duluan bagai bunga yang mau mekar," kata Noorsundari.

Sedangkan masyarakat pada umumnya menggunakan wahyu tumurun dalam prosesi midodareni. Motif itu menyiratkan anugerah yang turun dalam diri seseorang.

"Kalau kita (masyarakat umum) memakai wahyu tumurun, wahyu itu segala sesuatu yang blessing (anugerah) itu turun ke kita. jadi supaya bidadarinya turun ke kita manglingi (membuat pangling) secantik widadari, inner beauty itu juga harapannya," ucap R. Ry. Noorsundari.

Setelah prosesi midodareni selesai maka besoknya dilanjutkan dengan prosesi ijab kabul pernikahan. Dalam prosesi ijab kabul dia menyebut biasanya pengantin menggunakan truntum atau nitik cakar ayam motif cakar ayam sendiri menyiratkan makna ada tanggung jawab baru maka diharapkan ada rezeki baru yang mengubah kehidupan rumah tangga menjadi lebih baik.

"Ijab itu biasanya memakai truntum atau nitik cakar ayam. Nitik cakar ayam bentuknya titik-titik namun modelnya cakar ayam, kenapa cakar ayam karena itu simbolisasi bagai cakar ayam yang nyeker tanah intinya dapat rezeki. kemudian ada tanggung jawab baru maka diharapkan ada rezeki baru yang mengubah kehidupan rumah tangga menjadi lebih baik," ucap dia.

Setelah prosesi ijab kabul dilanjutkan dengan panggih. Ketika memasuki prosesi panggih bisanya memakai motif sido, baik itu sido luhur, sido asih atau bahkan bisa semen romo.

"Setelah ijab kabul itu namanya panggih itu biasanya memakai motif yang sido, baik itu sido mukti, sido luhur sido asih atau semen romo. Jadi kalo kita ketemu ya sido jadi benar benar jodoh diharapkan langgeng asihnya selalu everlasting, kalo luhur ya keluhuran diharapkan mendapat nama baik keluhuran dan sebagainya," ucap dia.




(ahr/apl)


Hide Ads