Museum Radya Pustaka Solo menyimpan ribuan manuskrip kuno dan langka. Salah satu manuskrip yang menarik adalah Serat Primbon Mangkuprajan.
Kitab berusia sekitar dua abad itu memiliki keunikan dari cara penulisannya. Kitab itu ditulis dalam dua tulisan, yakni huruf Jawa kuno dan pegon.
Pegon merupakan bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab. Pada bagian yang ditulis dengan pegon, cetakan halaman dibuat terbalik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari segi isi, manuskrip yang ditulis sekitar 1785-1815 itu terdiri dari 28 bagian. Isinya merupakan kompilasi dari catatan-catatan Mangkupraja tentang berbagai hal.
"Isinya bermacam-macam. Ada catatan tentang Keraton Kasunanan Surakarta, suluk 20 sifat Allah," kata penerjemah di Museum Radya Pustaka, Totok Yasmiran saat ditemui detikJateng beberapa waktu yang lalu.
Tak hanya itu, tertulis pula di dalamnya tasawuf Islam, doa hingga mantra dan soal pengobatan. "Terdapat pula sedikit catatan mengenai peristiwa yang dialami sang penulis," imbuh Totok.
Naskah kuno itu telah melalui tahap digitalisasi untuk 'mengawetkan' ilmu di dalamnya. Tulisan-tulisan Jawa dan pegon dalam manuskrip itu juga telah ditransliterasi ke dalam tulisan latin agar lebih mudah dipahami.
Ditulis oleh KRA Mangkupraja
Serat Primbon Mangkuprajan ditulis seorang patih pada masa pemerintahan raja Keraton Kasunanan Surakarta, Pakubuwono IV, KRA Mangkupraja. Dalam manuskrip tersebut berisi pula sedikit catatan mengenai peristiwa yang dialami sang penulis.
Pada 1804, Mangkuprajan yang merupakan seorang patih, dimakzulkan. Empat tahun kemudian dia diasingkan ke Banyumas hingga dihukum mati.
Setelah Mangkupraja meninggal, posisinya sebagai patih digantikan oleh putranya, KRA Sasradiningrat II. Dia menjabat sejak era Pakubuwono IV hingga Pakubuwono VII.
(aku/aku)