Maulid Nabi adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah beliau wafat. Di Indonesia, perayaannya jatuh tiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah. Sebagai tradisi, Maulid Nabi diselenggarakan dengan berbagai cara, termasuk upacara tradisional Sekaten salah satunya.
Sejarah Maulid Nabi
Dikutip dari jurnal Akulturasi Budaya dalam Tradisi Maulid Nabi Muhammad di Nusantara (Khazanah Vol 17 No 1, 2019), Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin al-Kukbiri, pada awal abad ke 7 Hijriyah.
Dalam jurnal karya Ahmad Suriadi, peneliti dari UIN Antasari Banjarmasin, itu disebutkan bahwa dalam peringatan Maulid Nabi pertama itu Sultan AlMuzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik fikih, hadis, kalam, usul, tasawuf, dan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak tiga hari sebelum hari Maulid Nabi, berbagai persiapan dilakukan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang hadir dalam perayaan tersebut.
"Segenap ulama saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan Sultan Al-Muzhaffar. Mereka semua berpandangan dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar untuk pertama kalinya itu." (hlm 174).
Tentang Upacara Sekatan
Sekaten merupakan salah satu upacara tradisional yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Surakarta (Solo) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sekaten adalah upacara tradisional yang diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sekaten diselenggarakan tiap setahun sekali pada tanggal 5-11 Rabi'ul Awal, atau dalam kalender Jawa disebut bulan Mulud. Upacara sekaten ditutup pada tanggal 12 Rabi'ul Awal dengan menyelenggarakan upacara Garebeg Mulud.
Menurut Ernawati Purwaningsih dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Jogja, dalam artikelnya yang berjudul Upacara Tradisional Sekaten, Sekaten pada mulanya diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu yang berupa selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur.
Namun dalam perkembangannya, Sekaten menjadi sarana untuk menyebarkan agama Islam melalui kegiatan kesenian gamelan. Sebab, masyarakat saat itu menggemari kesenian Jawa dengan gamelannya. Sehingga, untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tidak lagi dengan kesenian rebana, melainkan dengan kesenian gamelan.
Seperti diketahui, penyebarluasan agam Islam di Jawa dilakukan para wali, di mana yang terkenal ada 9 wali atau biasa disebut Wali Sanga. Terkait dengan penyebarluasan agama Islam menggunakan gamelan, Kanjeng Sunan Kalijaga kemudian membuat seperangkat gamelan yang diberi nama Kyai Sekati.
Tentang asal-usul Sekaten dan tahapan upacaranya ada di halaman selanjutnya...
Untuk memeriahkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, gamelan Sekati ditempatkan di halaman Masjid Demak. Permainan gamelan itu menarik banyak orang. Momen itu menjadi wahana bagi para wali untuk menyampaikan ajaran agama Islam.
"Orang yang datang juga boleh masuk dan duduk di serambi masjid dengan terlebih dahulu membaca syahadatain. Orang-orang yang beada di halaman masjid disuruh membasuh tangan, muka dan kaki dengan air kolam luar serambi masjid." (Purwaningsih, dpad.jogjaprov.go.id, 13 Januari 2014).
Asal-usul Nama Sekaten
Dalam artikelnya yang diterbitkan di dpad.jogjaprov.go.id, Ernawati Purwaningsih menuliskan ada beberapa pendapat tentang asal-usul nama Sekaten. Pertama, Sekaten berasal dari kata sekati, diambil dari nama perangkat gamelan pusaka keraton yang dibunyikan dalam rangkaian upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad.
Kedua, sekati berasal dari kata 'suka' dan 'ati' yang berarti senang hati. Ketiga, sekaten berasal dari kata 'sesek' dan 'ati' yang berarti sesak hati. Ada juga pendapat kata Sekaten berasal dari kata 'syahadatain' yang artinya dua kalimat syahadat.
Adapun maksud dan tujuan diadakannya Sekaten ialah untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu Sekaten awalnya juga bertujuan sebagai sarana penyebaran ajaran agama Islam.
Tahapan Sekaten di Jogja
Dikutip dari artikel Upacara Tradisional Sekaten, upacara Sekaten diselenggarakan selama 7 hari, yaitu tanggal 5-11 bulan Mulud atau Rabi'ul Awal. Tahapannya, semula gamelan Sekaten dibunyikan sebagai pertanda dimulainya upacara.
Gamelan sekaten mulai dibunyikan mulai jam 16.00 sampai kira-kira jam 23.00 pada tanggal 5 Rabi'ul Awal. Selanjutnya, gamelan dipindahkan ke pagongan di halaman Masjid Besar, dilaksanakan pada 5 Rabi'ul Awal mulai jam 23.00. Di pagongan ini, gamelan sekaten dibunyikan pada siang dan malam, kecuali pada waktu salat dan Jumat.
Tahapan selanjutnya adalah hadirnya Sri Sultan beserta pengiringnya ke serambi Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 11 Rabi'ul Awal pada pukul 20.00 - 23.00 WIB.
Tahap terakhir adalah dikembalikannya gamelan sekaten dari halaman Masjid Besar ke keraton, dan sebagai pertanda berakhirnya upacara Sekaten. Tahapan ini diselenggarakan pada 11 Rabi'ul Awal mulai pukul 23.00 WIB.