Blangkon untuk Masyarakat Jawa, Tak Sekadar Penutup Kepala

Blangkon untuk Masyarakat Jawa, Tak Sekadar Penutup Kepala

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 09 Sep 2022 03:03 WIB
Blangkon menjadi salah satu busana tradisional khas Yogyakarta. Penutup kepala tradisional ini pun masih memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Proses pembuatan blangkon. Foto: Pradita Utama
Solo -

Masyarakat dari berbagai kebudayaan rata-rata mengenal penutup kepala sebagai bagian dari kelengkapan pakaiannya. Mereka biasanya mengenakan penutup kepala atau topi sebagai pelindung dari panas.

Sedangkan masyarakat di Jawa, mengenal penutup kepala tradisional berupa blangkon. Namun, bagi mereka blangkon memiliki banyak arti, bukan sekadar penutup kepala biasa.

Blangkon merupakan penutup kepala yang terbuat dari kain batik. Penutup kepala ini digunakan oleh pria sebagai pelengkap busana tradisional Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berawal dari Iket

Di artikel Blangkon dan Kaum Pria Jawa di jurnal seni budaya Gelar Vol 16 (2016), Anugrah Cisara menulis bahwa pada awalnya masyarakat di Jawa menggunakan iket sebagai penutup kepala. Iket merupakan kain batik berbentuk persegi.

Dalam penggunaannya, kain ini dilipat hingga berbentuk segitiga kemudian dililitkan atau diikat ke kepala. Hal itu yang mendasari penamaan iket untuk kain tersebut. Beberapa orang menyebutnya sebagai udeng.

ADVERTISEMENT

Namun, dalam praktiknya, penggunaan iket ini tidaklah mudah. Penggunanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengikatkan ke kepalanya dengan bentuk yang estetik.

Para seniman dari kalangan bangsawan lantas membuatnya lebih praktis. Iket yang sudah dibentuk sedemikian rupa ini kemudian diproses sedemikian rupa sehingga menjadi kaku. Sehingga, penggunanya hanya perlu mengenakannya seperti memakai kopiah.

Menunjukkan Kelas Sosial

Selain lebih praktis, blangkon ternyata juga digunakan untuk menunjukkan kelas sosial penggunanya. Pada masa lalu, blangkon banyak digunakan oleh para bangsawan dan orang-orang di lingkungan keraton.

Adapun masyarakat biasa tetap menggunakan iket atau udeng untuk penutup kepalanya.

Para seniman itu membuat pakem-pakem dalam pembuatan blangkon. Semakin rumit pakemnya, hasilnya akan digunakan oleh masyarakat dengan kelas sosial yang lebih tinggi.

Tentunya, proses pembuatannya juga akan lebih sulit. Sebuah blangkon bisa memiliki 14-17 wiru atau lipatan yang rapi, baik di sisi kanan maupun kiri. Proses pembuatannya membutuhkan ketelitian dan waktu yang lama.

Fungsi Blangkon

Hasil karya seni ini membuat blangkon memiliki banyak fungsi. Tentunya, menjadi penutup dan pelindung kepala tetap menjadi fungsi pokok dari kelengkapan busana ini.

Selain itu, kini blangkon sudah menjadi kelengkapan dari pakaian tradisional Jawa.

Blangkon juga menjadi sebuah wujud karya seni yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bentuknya yang indah bisa membuat penggunanya menjadi terlihat berwibawa.




(ahr/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads