Inikah Sebab Pati Lebih Dikenal sebagai Hogwarts van Java-Kota Karaoke?

Inikah Sebab Pati Lebih Dikenal sebagai Hogwarts van Java-Kota Karaoke?

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 05 Agu 2022 00:37 WIB
Petugas gabungan razia tempat karaoke di Pati, Jawa Tengah, Kamis (14/1/2021).
Petugas gabungan razia tempat karaoke di Pati, Jawa Tengah, Kamis (14/1/2021). Foto: Arif Syaefudin/detikcom
Solo -

Sebelum dijuluki Hogwarts van Java atau Kota Seribu Paranormal, Kabupaten Pati di Jawa Tengah kondang dengan sebutan Kota Pensiun hingga Kota Karaoke. Tenangnya suasana di Pati yang membuatnya dijuluki Kota Pensiun. Sebutan Kota Karaoke pun menyusul setelah usaha tempat hiburan itu merebak di Pati pada masa awal reformasi.

Dalam jurnal Pelacakan Kisah Mbah Cungkrung dan Babad Randukuning Pergeseran Identitas Agamis Menjadi Pub-Kultur di Pati karya Fathimatuz Zahra (Wahana Akademika Vol 5 No 1, 2018) disebutkan bahwa pergeseran identitas dalam suatu wilayah merupakan sebuah keniscayaan di masa kini. Begitu pula di Pati.

Menurut jurnal tersebut, pergeseran identitas di Pati menjadi menarik karena skala perubahannya cukup drastis. Ternyata pergeseran identitas di Pati sudah ada sejak dulu. Hal itu ditunjukkan dengan adanya dua cerita rakyat yang terkenal di Pati, yaitu kisah Mbah Cungkrung dan Babad Randukuning.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kisah Mbah Cungkrung, sosok tersebut dipercaya masyarakat sebagai pembawa masuknya Islam pertama kali di Pati. Mbah Cungkrung adalah pembawa syiar Islam pada masanya. Kisah Mbah Cungkrung kontras dengan Babad Randukuning yang menceritakan tentang penari tayub bernama Rondho Kuning yang membuka paguyuban tari di Pati.

"Hipotesa yang muncul, sebelum terdapat pergeseran identitas berkembangnya tayub pada masa itu, maka peranan Mbah Cungkrung ini sangat besar bagi wilayah Pati dan sekitarnya" (Wahana Akademika hlm. 4).

ADVERTISEMENT

Perbedaan itulah yang membuat Fathimatuz Zahra tertarik melacak kedua kisah tersebut untuk memahami fenomena Pati masa kini dari identitas yang agamis menjadi pub-culture (budaya pub).

Dari hasil penelitiannya, Fathimatuz Zahra menyimpulkan bahwa kisah Mbah Cungkrung dan Rondho Kuning sama-sama sebagai cerita rakyat yang memiliki unsur identitas dalam masyarakat.

Kisah Mbah Cungkrung merupakan bukti awal penyebaran Islam di Pati. Sejumlah peninggalan Mbah Cungkrung sampai sekarang masih bisa dijumpai di Pati. Sedangkan Kisah Babad Randukuning disebut sebagai bukti adanya cikal bakal identitas budaya Pub-kultur di Pati.

Namun, karena cerita rakyat seperti kisah Mbah Cungkrung hanya diidentikkan sebagai bagian budaya dan mitos, bukan sebagai kisah rakyat keagamaan, maka penyebarannya pun hanya secara lisan. Sehingga kisah tentang perjuangan Mbah Cungkrung dalam menyebarkan agama Islam di Pati itu pun lebih rawan luntur dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Fathimatuz Zahra, sebenarnya ada banyak ulama lain di nusantara yang perjuangannya luar biasa. Karena sekadar menjadi cerita lisan, maka kisah-kisah mereka pun akhirnya dianggap sebagai mitos saja.

Sebaliknya, kondisi yang berbeda terjadi pada kisah rakyat yang justru berdasarkan pada budaya atau mitos seperti cerita Rondho Kuning. Kisah Rondho Kuning hingga kini masih disebarluaskan melalui berbagai media, termasuk lewat pertunjukan seni tradisional. Dengan demikian, identitas masyarakat yang berkaitan dengan cerita tersebut menjadi semakin kuat keberadaannya.




(dil/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads