Joglo adalah sebutan bagi rumah adat Jawa Tengah. Joglo merupakan arsitektur tradisional yang merepresentasikan budaya Jawa terpopuler. Ternyata, rumah adat Jawa Tengah ini cukup beragam, setidaknya memiliki enam bentuk. Apa saja itu?
Dalam jurnal Eksistensi dan Keberlanjutan Kampung Joglo dalam Masyarakat, Budaya dan Lingkungan Aslinya (Jurnal Teknik Sipil Dan Arsitektur Vol 24 No 1, Januari 2019) dijelaskan joglo bukan satu-satunya bentuk arsitektur Jawa.
Namun, bentuk joglo sudah menjadi citra atau simbol budaya Jawa selain bentuk tajuk, kampung, limasan, atau panggangpe dengan semua variasi perkembangannya.
Dalam jurnal itu, tiga peneliti dari Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik dan Informatika UPGRIS (BA Wibawa, K Widiastuti, dan V Nindita) meneliti rumah-rumah tinggal di Desa Pondokrejo, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desa ini cukup mudah diakses dari jalan lingkar yang melalui ibukota Kecamatan Sulang, Sumber, dan Kaliori. Jarak permukiman ini dari ibukota Kabupaten Rembang sekitar 21 kilometer ke arah selatan.
Di desa tersebut, rumah adat Jawa Tengah masih lestari. Dari pendataan pada 2017, ada 814 rumah di Desa Pondokrejo yang dimiliki 422 keluarga. Dari jumlah itu, 229 rumah di antaranya berupa joglo dan 334 rumah berbentuk rongpyak.
Hasilnya, ada enam ragam bentuk rumah di Desa Pondokrejo itu.
Enam ragam itu adalah Joglo, Bekuk Lulang (Wedhok), Sinom, Paris atau Limasan, Rongpyak, dan Tajug. Dari penelitian di Desa Pondokrejo itu diketahui bahwa rumah-rumah joglo joglo merupakan puncak keindahan dan kebesaran rumah bagi masyarakatnya.
Di desa itu telah terbentuk tradisi bahwa membangun rumah joglo selalu menjadi keinginan dan cita-cita setiap keluarga. Bagi masyarakat kurang mampu, awalnya akan membangun rumah di bagian belakang dengan bentuk lain yang lebih murah, yaitu kampung atau rongpyak atau limasan.
Bila secara biaya telah dirasa mampu, mereka baru akan membangun rumah joglo di bagian terdepan. Seperti diketahui, membangun joglo itu membutuhkan biaya besar. Salah satu di antaranya ialah soal langka dan mahalnya kayu jati.
Maka itu, bentuk bangunan joglo dengan semua makna simbolis serta harganya yang tinggi itu menyebabkan pelestariannya terkendala. Walhasil, joglo seringkali hanya dipakai pada bangunan-bangunan umum atau publik seperti pendopo, balai pertemuan, kantor, dan lain-lain.
(dil/ahr)