Pancasila adalah dasar negara serta falsafah bangsa dan negara Republik Indonesia yang terdiri atas lima sila. Pancasila dilambangkan dengan garuda, yaitu burung menyerupai elang yang dalam dongeng diceritakan memiliki kekuatan terbang yang luar biasa. Apa artinya?
Menurut Femi Eka Rahmawati dalam bukunya, "Meneroka Garuda Pancasila dari Kisah Garudeya, Sebuah Kajian Budaya Visual", burung garuda merupakan sosok mitologi yang telah berurat akar dalam sanubari dan suasana kebatinan bangsa Indonesia sejak dulu.
Dalam prakata bukunya yang diterbitkan UB Press (2019), dosen Program Studi Seni Rupa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Malang itu menuliskan visualisasi Garuda salah satunya terdapat di Candi Kidal, Malang, Jawa Timur.
Di candi Kidal, garuda dipahatkan dalam tiga relief. "Cerita Garuda dalam menyelamatkan ibunda tercintanya dari perbudakan mempunyai kesesuaian dalam inspirasi proses lahirnya lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila," tulis Femi pada 11 Mei 2019.
Menurut Guru Besar Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Prof Dr Henri Supriyanto, Candi Kidal merupakan saksi sejarah Kerajaan Tumapel dan tempat penyimpanan abu jenazah Raja Anusapati. Candi Kidal dibangun 12 tahun sesudah Anusapati wafat.
Sesanti Bhinneka Tunggal Ika
"Ekspresi seni rupa pada tokoh Garudeya pada relief Candi Kidal ditransformasikan pada lambang Garuda Pancasila, lambang dasar NKRI. Pada lambang Garuda Pancasila tertera sesanti bhinneka tunggal ika," tulis Prof Henri dalam kata pengantar buku Femi.
Mengutip dari detikNews, sesanti bhinneka tunggal ika diunduh dari kitab kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kitab tersebut ditulis pada 1851 menggunakan aksara Bali namun berbahasa Jawa Kuno.
Adapun frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' itu terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikannya, "Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".
Artinya, "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Tentang Relief Garudeya dan maknanya, sila baca di halaman selanjutnya...
(dil/sip)