Perkenalkan Penghalau Hujan dari Borobudur, Amankan Gowes hingga Konser

Perkenalkan Penghalau Hujan dari Borobudur, Amankan Gowes hingga Konser

Eko Susanto - detikJateng
Minggu, 27 Mar 2022 07:52 WIB
Penghalau hujan di Borobudur, Agustinus Sumadiyono, Selasa (22/3/2022).
Penghalau hujan di Borobudur, Agustinus Sumadiyono, Selasa (22/3/2022). (Foto: Eko Susanto/detikJateng)
Magelang -

Kiprah pawang hujan belakangan ramai dibahas setelah aksi Rara Isti Wulandari di MotoGP Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) viral. Di Jawa Tengah, seorang dengan kemampuan yang sama bisa ditemui di Borobudur.

Nama lengkapnya Agustinus Sumadiyono (63). Meski tak mau dipanggil sebagai pawang hujan, nyatanya dia sering menerima permintaan menghalau hujan hingga panas. Dia mengaku bisa mengamankan acara tidak hanya dari hujan, tapi dari hal-hal lain yang bisa menghambatnya.

"Kalau yang sering itu ya gowes. Jadi kalau gowes itu kan ngikuti. Ada yang monitor seumpama di daerah ini mendung, terus dikirim video. Kalau gowes mintanya teduh, tapi nggak hujan. Saya sendiri nggak tahu kekuatan dari mana. Saya minta doa saja," ujarnya saat ditemui detikJateng, Selasa (22/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu dia juga mengungkap pernah bertugas beberapa acara lain di kawasan Borobudur. Mulai dari momen pejabat negara atau tamu-tamu penting di Candi Borobudur hingga konser Westlife. Selama ini, Madiyo mengaku tak pernah mematok tarif untuk jasanya.

"Kalau wedding yang besar itu Tanoto Foundation, Vicky Shu, terus (konser) Westlife. Kalau Westlife dari awal," ujar Madiyo.

ADVERTISEMENT

Meski begitu dia juga menerima permintaan acara pernikahan. Tak hanya di Magelang, dia justru sering mendapat panggilan dari acara pernikahan di Jogja.

"Saya malah sering ke Jogja. Kalau wedding-wedding Jogja itu biasanya memakai saya. Padahal saya sendiri nggak enak, teman-teman (pawang hujan) Jogja kan banyak. Saya lebih banyak di Jogja dibanding di daerah. Kalau di daerah (Borobudur) paling Amanjiwo, Pelataran, di dalam (kompleks Candi Borobudur) sama balkondes-balkondes," katanya.

Madiyo bercerita dirinya mengawali ritualnya dengan berdoa. Dalam doanya itu, kata Madiyo, dia meminta Tuhan membantunya agar alam semesta bisa diajaknya berkompromi.

"Jadi kalau (menurut) saya, ada langit, ada air, ada angin, ada matahari. Empat ini yang kita minta supaya bisa membuka. Saya sendiri nggak tahu kenapa bisa begitu. Saya sendiri nggak punya guru. Saya hanya percaya kepada Tuhan, kalau di Borobudur itu ya ada pepunden. Kalau acara di Taman (Borobudur) saya biasanya di Museum," cerita Madiyo.

Bahkan dia bisa menangani dua acara di tempat berbeda dalam waktu yang sama. Dia akan bertugas dari rumah lengkap dengan sesajinya.

"Tapi seumpama ada garapan double dengan di Jogja, sesaji saya taruh di rumah untuk ngontrolnya itu. Nanti saya di rumah," terang Madiyo.

Sesaji yang dia persiapkan saat akan 'mengamankan' acara di antaranya jajan pasar. Namun untuk beberapa alasan, dia mengaku menggunakan energi tambahan dari pusaka.

"Hanya kebetulan kalau berat, saya minta energi pusaka-pusaka. Kita buka (pusaka) semua agar ada energi bantuan. Kalau saya mengerjakan di kamar meditasi. Kalau wedding biasanya WO itu minta ditungguin," kata Madiyo.

Meski begitu, pria yang sebelumnya tinggal di Banten ini tak mau disebut pawang hujan. Dia beralasan tugasnya yakni 'mengamankan' acara.

"Kalau pawang hujan, jujur saja saya bukan pawang hujan. Hanya memohon dengan doa-doa yang saya bisa. Jadi saya nggak pernah namanya menggeser (hujan), pokoknya apa yang di lokasi aman," lanjut Madiyo.




(sip/sip)


Hide Ads