Sebagai warga negara yang taat, masyarakat perlu membayar pajak pada periode waktu tertentu. Meskipun begitu mungkin tidak sedikit orang yang justru bertanya-tanya tentang aturan pajak bagi pejabat negara. Benarkah pejabat negara juga bayar pajak?
Sebelumnya, mari memahami secara lebih dekat dengan pajak itu sendiri. KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib yang biasanya berupa uang untuk dibayarkan oleh penduduk kepada negara atau pemerintah. Pajak juga bisa disebut sebagai sumbangan wajib yang berhubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan masih banyak lagi.
Menurut buku 'Pengantar Hukum Pajak Indonesia' oleh Harly Clifford Jonas Salmon, dkk., pajak memiliki definisi yang cukup beragam. Salah satunya menyebut pajak sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin. Terutama berkaitan dengan surplus yang nantinya digunakan sebagai sumber utama bagi pembiayaan investasi publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka tak heran, pajak menjadi sebuah kewajiban yang perlu dipenuhi oleh setiap masyarakat. Lantas, bagaimana dengan pejabat negara? Apakah pejabat negara juga bayar pajak? Berikut informasinya yang sudah dihimpun detikJateng.
Apakah Pejabat Negara Bayar Pajak?
Terkait dengan hal ini ternyata sama halnya dengan masyarakat, pejabat negara juga wajib membayar pajak. Ini dikarenakan meskipun sebagai pemimpin atau wakil bagi negara, pejabat juga termasuk sebagai wajib pajak.
Mengutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, gambaran pejabat negara bayar pajak diungkap oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Pada tahun 2019 lalu Sri Mulyani beserta dengan jajaran Menteri Indonesia Maju telah melakukan laporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak pribadi.
Pada kesempatan yang sama, Kemenkeu Sri Mulyani turut menegaskan meski dirinya adalah Menteri Keuangan, kewajiban pembayaran pajak tetap melekat. "Saya di Kemenkeu, meski kami juga urus keuangan negara, kami juga wajib pajak. Kami ingin melaksanakan kewajiban pembayaran pajak orang pribadi," jelas Sri Mulyani dalam keterangan resminya.
Lebih lanjut, Dirjen Pajak Suryo Utomo juga turut menegaskan pejabat negara turut melakukan pembayaran pajak. Bahkan pada tahun 2019 kemarin, kegiatan pembayaran pajak dilakukan lebih awal. Tindakan ini diharapkan memberikan kesadaran bagi masyarakat bahwa pejabat negara juga taat pajak.
"Kami coba senantiasa sampaikan ke pimpinan pemerintahan untuk sama-sama sampaikan cerita ke masyarakat, walau kita sebagai pimpinan negara, kita adalah wajib pajak. Tugas wajib pajak adalah dukung negara dengan sampaikan kewajibannya bayar pajak dan melaporkan ke negara," terang Suryo Utomo.
Artinya, pejabat negara juga merupakan wajib pajak, sehingga mereka tetap memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan pajaknya kepada negara. Hal ini juga tercantum di dalam aturan resmi.
Aturan Pajak bagi Pejabat Negara
Lantas, apa aturan resmi tentang kewajiban pembayaran pajak bagi pejabat negara? Hal ini tertuang di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Di dalam Pasal 3 ayat (1) sampai (3) dijelaskan tentang tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diberikan kepada pejabat negara. Tidak hanya itu saja, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan pensiunan.
Melalui pasal tersebut diatur tentang pengenaan tarif pajak yang lebih tinggi bagi pejabat negara yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Bunyi dari Pasal 3 ayat (1) menyatakan:
"Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang dibebankan pada APBN atau APBD dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak."
Sementara itu, di dalam ayat pasal yang sama terdapat aturan tentang potongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Menurut Pasal 3 ayat (2) dan (3):
"(2) Tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya.
(3) Pemotongan atas tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan."
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 juga telah diuraikan secara lengkap di dalam aturan yang sama. Mengacu dari Pasal 4 ayat (1) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD bagi pejabat negara dipotong oleh bendahara pemerintah yang nantinya membayarkan honorarium tersebut.
Kemudian tarif potongan pajak juga dijelaskan dalam pasal yang sama, tepatnya di Pasal 4 ayat (2) bahwa:
"Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dengan tarif:
a. sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
b. sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;
c.sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya."
Apa Itu Pajak Penghasilan PPh Pasal 21?
Sebelumnya telah banyak disebut tentang Pajak Penghasilan PPh Pasal 21. Lantas, apa sebenarnya makna dari istilah tersebut? Menurut PP RI Nomor 80 Tahun 2010, Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
UU Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 21 perundang-undangan tersebut mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan. Adapun bunyi Pasal 21 ayat (1) menerangkan:
"Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan; dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan."
Itulah tadi penjelasan mengenai pejabat negara yang tetap membayar pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. Semoga informasi ini membantu.
(sto/rih)