Sempat dibuat kaget setelah menerima surat klarifikasi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan terkait transaksi senilai Rp 2,9 miliar, seorang buruh jahit, Ismanto, kini bisa bernafas lega. Ismanto telah mendapat penjelasan bahwa ternyata datanya digunakan orang lain.
Setelah ditelusuri, Rp 2,9 miliar merupakan total transaksi pembelian kain pada 2021. Dalam surat klarifikasi yang dilihat detikJateng, tertulis rincian 43 transaksi, yang bernilai variatif dari angka Rp 32 juta hingga lebih dari Rp 75 juta, dengan total Rp 2,9 miliar.
Transaksi pembelian kain tersebut, tercatat dilakukan dari Ismanto dengan perusahaan textil penyedia kain yang merupakan perusahaan tekstil di Boyolali, Jawa Tengah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ismanto sendiri sudah mendatangi KPP Pratama untuk klarifikasi. Di sana, dia mendapat penjelasan bahwa datanya telah digunakan oleh orang lain.
"Sekarang Alhamdulillah sudah nggak ada ketakutan seperti kemarin. Dijelaskan kalau data suami digunakan orang lain," kata Ulfa, istri Ismanto saat ditemui di rumahnya, Coprayan, Kecamatan Buaran, Pekalongan, Senin (11/8/2025).
![]() |
Ulfa juga menjelaskan data miliaran rupiah tersebut bukan besarnya pajak, seperti yang telah tersebar di sosial media. Namun, nilai transaksi.
Transaksi itu memanfaatkan data pribadi suaminya. Dia menyebut suaminya tidak pernah melakukan pembelian kain di perusahaan textil tersebut.
Kini, dirinya menganggap masalah itu sudah selesai. Ia berharap persoalan tersebut tak lagi diperbincangkan.
"Saya penginnya masalah ini selesai, tidak jadi polemik di masyarakat maupun media sosial," imbuhnya.
Sebelumnya, Ismanto yang merupakan seorang buruh jahit menceritakan dia tiba-tiba didatangi petugas pajak. Petugas tersebut memberikan surat dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan.
Dalam surat itu berisi permintaan klarifikasi mengenai transaksi pembelian kain dengan nominal mencapai Rp 2,9 miliar pada 2021.
"Petugas datang hari Rabu jam 3 sore, kasih surat. Isinya transaksi pembelian kain Rp 2,8 miliar, saya kaget banget. Saya kan cuma buruh jahit harian, mana pernah pegang uang segitu," terang Ismanto saat ditemui wartawan di rumahnya Jumat (8/8/2025).
KPP Pratama Pekalongan Angkat Bicara
Kepala KPP Pratama Pekalongan, Subandi, sebelumnya membenarkan bahwa surat tersebut memang resmi dari institusinya. Ia menyampaikan kunjungan petugas pajak saat itu hanya bersifat klarifikasi.
"Betul, surat itu resmi dan teman-teman kami datang dengan surat tugas. Kami hanya ingin klarifikasi, karena dalam data kami ada transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp 2,9 miliar, bukan Rp 2,8 miliar. Itu bukan nilai pajaknya ya, tapi nilai transaksi," terang Subandi saat ditemui detikJateng di kantornya, Jumat (8/8).
Subandi menjelaskan, salah satu indikasi penyalahgunaan data ialah ketika NIK (Nomor Induk Kependudukan) seseorang digunakan tanpa izin. Dia bilang kasus serupa pernah terjadi di Pekalongan, termasuk kasus buruh yang NIK-nya digunakan bosnya untuk keperluan bisnis.
"Kami hanya ingin memastikan, apakah benar yang bersangkutan melakukan transaksi itu atau tidak. Bisa jadi juga NIK-nya pernah dipinjam. Makanya kita lakukan klarifikasi langsung. Kalau ternyata bukan dia, ya kita proses kroscek lebih lanjut," jelasnya.
Subandi juga mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan meminjamkan KTP, NIK, atau NPWP kepada orang lain. Menurutnya, penyalahgunaan data pribadi bisa berdampak serius, terutama terkait kewajiban perpajakan.
"Jangan mudah meminjamkan identitas kepada siapapun. Kalau ada transaksi mencurigakan atas nama anda, lebih baik segera lapor untuk diklarifikasi," tegasnya.
(afn/ahr)