Seorang buruh jahit harian di Pekalongan, Ismanto (32) tiba-tiba didatangi oleh petugas pajak untuk mengklarifikasi transaksi Rp 2,9 miliar. Kedatangan petugas pajak dari dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan seketika membuat Ismanto panik.
Bukan hal lumrah, bagi Ismanto yang bekerja sabagai buruh jahit melakukan transaksi dengan nilai yang sangat fantastis tersebut. Petugas pajak itu mendatangi pria yang merupakan warga Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, pada sore hari.
Kedatangan petugas pajak itu untuk memberikan surat dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan. Isi surat tersebut adalah permintaan klarifikasi perihal transaksi pembelian kain mencapai Rp 2,9 miliar pada 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Petugas datang hari Rabu jam 3 sore, kasih surat. Isinya transaksi pembelian kain Rp 2,8 miliar," terang Ismanto saat ditemui wartawan di rumahnya Jumat (8/8/2025)..
Seketika, Ismanto pun kaget lantaran merasa tidak pernah melakukan transaksi dengan nominal yang cukup besar tersebut.
"Saya kaget banget. Saya kan cuma buruh jahit harian, mana pernah pegang uang segitu," ucapnya.
Ismanto mengungkapkan, selama ini dia dan sang istri hanya mengandalkan penghasilan dari menjahit pakaian yang dikirim oleh juragannya. Dengan pekerjaan itu, Ismanto pun mengaku selama ini tidak pernah memegang uang hingga puluhan juta rupiah, apalagi sampai miliaran rupiah.
Murung di Kamar
Usai kejadian itu, Ismanto mengaku, sempat murung dan berdiam di kamarnya. Tidak hanya itu, ia pun hilang nafsu makan gara-gara hal itu.
"Saya murung terus di kamar, nggak nafsu makan. Rp 50 juta aja belum pernah lihat. Jangankan miliaran, saya hanya pernah melihat dan pegang uang Rp 10 juta dari uang tabungan kami selama 4 tahun," tuturnya.
Ismanto mengatakan, selama ini dirinya tidak pernah berhubungan dengan perusahaan di Boyolali sebagaimana tercantum dalam data transaksi yang ditemukan oleh KPP. Ia menduga ada yang menyalahgunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) miliknya.
"Padahal sayang nggak pernah meminjamkan KTP atau ikut pinjol (pinjaman online) atau lainnya. Saya curiga ada yang salah gunakan pakai nama atau NIK Saya," ucap dia.
Penjelasan KPP Pratama Pekalongan
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pekalongan, Subandi, membenarkan bahwa surat tersebut memang resmi dari institusinya. Ia menyampaikan kunjungan petugas pajak saat itu hanya bersifat klarifikasi atas transaksi besar yang terdeteksi dalam sistem administrasi.
"Betul, surat itu resmi dan teman-teman kami datang dengan surat tugas. Kami hanya ingin klarifikasi, karena dalam data kami ada transaksi atas nama yang bersangkutan senilai Rp 2,9 miliar, bukan Rp 2,8 miliar. Itu bukan nilai pajaknya ya, tapi nilai transaksi," ujar Subandi saat ditemui detikJateng di kantornya, Jumat (8/8).
Subandi mengatakan, salah satu indikasi penyalahgunaan data ialah ketika NIK (Nomor Induk Kependudukan) seseorang digunakan tanpa izin. Dia bilang kasus serupa pernah terjadi di Pekalongan, termasuk kasus buruh yang NIK-nya digunakan bosnya untuk keperluan bisnis.
"Kami hanya ingin memastikan, apakah benar yang bersangkutan melakukan transaksi itu atau tidak. Bisa jadi juga NIK-nya pernah dipinjam. Makanya kita lakukan klarifikasi langsung. Kalau ternyata bukan dia, ya kita proses kroscek lebih lanjut," jelasnya.
Atas kejadian ini, Subandi pun mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan meminjamkan KTP, NIK, atau NPWP kepada orang lain. Menurutnya, penyalahgunaan data pribadi bisa berdampak serius, terutama terkait kewajiban perpajakan.
"Jangan mudah meminjamkan identitas kepada siapapun. Kalau ada transaksi mencurigakan atas nama anda, lebih baik segera lapor untuk diklarifikasi," tegasnya.
Hingga kini pihak KPP Pratama masih mendalami kasus yang terjadi pada Ismanto dan akan menelusuri lebih lanjut apakah benar terjadi penyalahgunaan identitas.
(apl/aku)