Apa Itu Tarif Resiprokal yang Diterapkan AS? Ini Pengertian, Tujuan-Dampaknya

Apa Itu Tarif Resiprokal yang Diterapkan AS? Ini Pengertian, Tujuan-Dampaknya

Nur Umar Akashi - detikJateng
Kamis, 10 Apr 2025 13:54 WIB
Ilustrasi kenaikan pajak
Ilustrasi tarif resiprokal. (Foto: Shutterstock)
Solo -

Presiden Trump memberlakukan tarif resiprokal untuk produk-produk impor yang masuk Amerika Serikat terhadap beberapa negara. Sebenarnya, apa itu tarif resiprokal? Bagi detikers yang penasaran, berikut ini pengertian, tujuan, dan dampaknya.

Sebelumnya, dirujuk dari laman resmi The White House, pada 2 April 2025 lalu, Presiden Trump menerapkan tarif universal sebesar 10% untuk barang-barang asing dan mulai berlaku per 5 April. Tak hanya tarif universal, tarif resiprokal juga diberlakukan untuk beberapa negara terhitung per 9 April 2025 pukul 12.01 AM EDT.

Indonesia termasuk salah satu negara yang dikenai kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat. Jumlahnya adalah 32%, lebih tinggi dibanding negara Asia Tenggara lain seperti Filipina (17%), tetapi lebih rendah daripada Kamboja yang dikenai 49%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak pengumuman tersebut, pembahasan mengenai tarif resiprokal ramai diperbincangkan masyarakat. Istilah ini mungkin sudah akrab bagi para pengamat ekonomi makro, sedangkan masyarakat awam bisa jadi masih banyak yang mempertanyakan definisinya.

Guna menjawab tanda tanya tersebut, di bawah ini detikJateng sudah menyiapkan pembahasan lengkap, meliputi pengertian, tujuan, dan dampaknya. Baca sampai tuntas agar paham menyeluruh, ya, Lur!

ADVERTISEMENT

Pengertian Tarif Resiprokal

Reciprocal tariff atau tarif resiprokal juga biasa dikenal sebagai tarif timbal balik. Dikutip dari laman India Times, tarif resiprokal adalah pajak atau pembatasan perdagangan yang diberlakukan suatu negara terhadap negara lain sebagai respons kebijakan serupa.

Sementara itu, laman Time mendefinisikan tarif resiprokal sebagai pajak yang dikenakan terhadap barang impor asing. Pajak ini diberlakukan terhadap mitra dagang global dengan besaran yang sama dengan yang dikenakan terhadap barang suatu negara.

"Tarif timbal balik terjadi ketika suatu negara memiliki tarif lebih tinggi dibanding yang (negara) kita terapkan pada produk tertentu, kita akan menaikkannya ke level yang sama," jelas Alex Jacquez, kepala kebijakan dan advokasi Groundwork Collaborative, dilansir CBS News, Selasa (8/4/2025).

Sebagai contoh, negara A menerapkan tarif impor sebesar 10% terhadap mobil dari negara B. Oleh karena itu, negara B juga mengenakan tarif impor 10% untuk mobil-mobil dari negara A. Inilah yang disebut dengan tarif resiprokal atau timbal balik.

Tujuan Penerapan Tarif Resiprokal

Tujuan utama dari penerapan tarif resiprokal adalah membenahi ketidakseimbangan perdagangan yang selama ini terjadi antara dua negara. Dengan memberlakukan tarif setara, kedua negara bisa sama-sama melindungi industri lokalnya dari barang berharga murah asing.

Tujuan senada tampak tertulis dalam situs resmi Gedung Putih yang menyebut pemberlakuan tarif resiprokal dari Presiden Trump belakangan ini bertujuan melawan 'ketidakadilan' tarif yang mendera para pelaku ekonomi Amerika Serikat.

"Presiden Trump berupaya menyeimbangkan persaingan bagi bisnis dan pekerja Amerika dengan menghadapi kesenjangan tarif tidak adil dan hambatan nontarif yang diberlakukan oleh negara lain," bunyi keterangan dalam situs tersebut, dikutip pada Rabu (9/4/2025).

Selain tujuan di atas, tarif resiprokal juga bisa jadi diberlakukan dalam rangka mengurangi defisit perdagangan. Dalam artian, barang-barang impor lebih besar dan banyak dibanding ekspor sehingga diperlukan reciprocal tariff untuk memperbaiki ketimpangan tersebut.

Dampak Positif dan Negatif Tarif Resiprokal

Secara garis besar, tarif resiprokal bisa menghadirkan dua dampak, yakni positif dan negatif. Dampak positif di antaranya adalah mendorong negosiasi dagang yang adil dan melindungi industri dalam negeri.

Dampak negatif pemberlakuan tarif timbal balik adalah risiko timbulnya perang dagang. Sebab, negara yang dikenai tarif resiprokal bisa jadi balas menerapkan hal serupa. Akibatnya, hubungan ekonomi jangka panjang keduanya bisa rusak.

Tak hanya itu, barang-barang impor yang masuk ke suatu negara akan menjadi lebih mahal. Efeknya, konsumen lokal yang mesti menanggung beban harga lebih tinggi, utamanya untuk barang-barang yang tidak bisa diproduksi dalam negeri.

Dalam kasus pemberlakuan tarif resiprokal baru Amerika Serikat ke Indonesia, sebagaimana diterangkan detikFinance, akan membuat turunnya nilai ekspor dan produksi barang berbasis ekspor Indonesia.

Mudahnya, pemberlakuan tarif timbal balik ini akan membuat harga barang yang diekspor naik. Akibatnya, permintaan akan turun dan dengan demikian, produksinya pun turut berkurang. Hal ini kemudian bisa berlanjut dengan efek lanjutan seperti PHK karyawan.

"Misalnya kan produk sepatu (seperti sepatu olahraga), itu ekspornya banyak ke Amerika. Otomatis karena harga meningkat, itu pasti mengalami penurunan permintaan. Jadi produk pabrik-pabrik itu akan mencoba efisiensi," Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad kepada detikcom, Kamis (3/4/2025).

Akibat negatif lain dari pemberlakuan tarif resiprokal oleh AS adalah mencederai ekonomi dunia. Pada gilirannya, kondisi tersebut juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2025 di Indonesia.

"Kalau ekonomi dunia turun, ini ke kita dampaknya besar. Jadi potensi dari sektor eksternal kita, walaupun tidak sebesar domestik, itu pengaruh menjadi ancaman kita, ekonomi kita bisa di bawah 5%," lanjut Ahmad.

Daftar Negara yang Kena Tarif Resiprokal AS dan Besarannya

Disadur dari CBS News, daftar lengkap negara-negara yang terkena tarif resiprokal dan besarannya adalah:

  1. Lesotho: 50%
  2. Saint Pierre dan Miquelon: 50%
  3. Kamboja: 49%
  4. Laos: 48%
  5. Madagaskar: 47%
  6. Vietnam: 46%
  7. Sri Lanka: 44%
  8. Myanmar (Burma): 44%
  9. Kepulauan Falkland: 42%
  10. Suriah: 41%
  11. Mauritius: 40%
  12. Irak: 39%
  13. Botswana: 38%
  14. Guyana: 38%
  15. Bangladesh: 37%
  16. Serbia: 37%
  17. Liechtenstein: 37%
  18. RΓ©union: 37%
  19. Thailand: 36%
  20. Bosnia dan Herzegovina: 36%
  21. Tiongkok: 34%
  22. Makedonia Utara: 33%
  23. Taiwan: 32%
  24. Indonesia: 32%
  25. Angola: 32%
  26. Fiji: 32%
  27. Swiss: 31%
  28. Libya: 31%
  29. Moldova: 31%
  30. Afrika Selatan: 30%
  31. Nauru: 30%
  32. Aljazair: 30%
  33. Pakistan: 29%
  34. Pulau Norfolk: 29%
  35. Tunisia: 28%
  36. Kazakhstan: 27%
  37. India: 27%
  38. Korea Selatan: 25%
  39. Jepang: 24%
  40. Malaysia: 24%
  41. Brunei Darussalam: 24%
  42. Vanuatu: 23%
  43. Pantai Gading: 21%
  44. Namibia: 21%
  45. Uni Eropa: 20%
  46. Yordania: 20%
  47. Nikaragua: 18%
  48. Zimbabwe: 18%
  49. Malawi: 18%
  50. Israel: 17%
  51. Filipina: 17%
  52. Zambia: 17%
  53. Mozambik: 16%
  54. Norwegia: 16%
  55. Venezuela: 15%
  56. Nigeria: 14%
  57. Chad: 13%
  58. Guinea Khatulistiwa: 13%
  59. Kamerun: 12%
  60. Republik Demokratik Kongo: 11%

Nah, demikian pembahasan ringkas tentang pengertian tarif resiprokal, tujuan, dan dampaknya. Semoga bisa membantu detikers memahami secara lebih mendalam kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat, ya!




(sto/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads