Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, mengungkap sudah ada 144 aduan soal Tunjangan Hari Raya (THR) dan Bonus Hari Raya (BHR). Puluhan perusahaan masih belum membayar THR dan BHR hingga kini.
Hal ini diungkapkan Kepala Disnakertrans Jateng Ahmad Aziz. Ia mengatakan berdasarkan catatan dari Posko Aduan THR yang dibuka sejak 11 Maret itu, Disnakertrans Jateng menerima 144 pengaduan dari pekerja.
"Sampai dengan hari ini jumlah pengadunya ada 144. Jumlah perusahaan yang diadukan itu 91 perusahaan. Kadang ada satu perusahaan yang mengadu itu 2-3 orang," kata Aziz di Kantor Disnakertrans Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Rabu (25/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, mayoritas laporan terkait THR, yakni 87 perusahaan. Sektor manufaktur menjadi yang paling banyak diadukan, yaitu sebanyak 77 perusahaan. Selain itu ada tiga rumah sakit atau klinik, serta empat lembaga pendidikan.
"Yang sektor perusahaan ini ada yang dalam kondisi pailit, kayak Sritex. Kalau konteksnya Sritex itu yang pailit kan empat perusahaan. Ini memang belum dibayarkan untuk THR-nya, kuratornya berjanji nanti dibayarkan bersama pesangonnya," ungkapnya.
Dari hasil tindak lanjut yang dilakukan tim Disnakertrans Jateng, sebagian besar perusahaan telah membayar THR sesuai ketentuan, yakni paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Namun, masih ada perusahaan yang telat membayar, membayar dengan mencicil, serta belum membayar karena alasan keuangan.
"Ada yang sampai sekarang dia tidak jelas mencicil atau telat membayar. Nanti kita tindak lanjuti dengan nota pemeriksaan sambil teman-teman mediator dan pengawas melakukan komunikasi dengan perusahaan terkait dengan kewajibannya," terangnya.
"Yang akan menyicil itu nggak sampai 10 perusahaan. Kalau yang nggak jelas sekitar lima perusahaan," ungkapnya.
Ia menjelaskan, nantinya tim pengawas Disnakertrans Jateng akan mendatangi perusahaan untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi soal pembayaran THR tersebut.
"Nanti ada pemeriksaan pertama, mengingatkan dalam tempo 9 hari untuk membayar kewajibannya. Kalau tidak membayar terus, sanksinya sanksi administrasi mulai teguran lisan, teguran tertulis dan selanjutnya," lanjutnya.
Selain THR, pihaknya juga menerima laporan soal BHR. Sebanyak empat perusahaan, yakni perusahaan aplikator ojek daring seperti Gojek, Grab, Maxim, dan Shopee Food dilaporkan 44 orang.
"Soal BHR ada 44 orang yang mengadukan, artinya driver ojek termasuk yang pengiriman kurir makanan. Yang diadukan sebagian besar karena ini kan hal baru, dari teman-teman ojek belum paham cara menghitungnya. Kaget hanya mendapat Rp 50 ribu," jelasnya.
"Kalau di sini dilihat Gojek paling rendah Rp 50 ribu, paling tinggi Rp 1,6 juta. Grab paling rendah Rp 50 ribu, paling tinggi Rp 900 ribu. Ada hitung-hitungannya," lanjutnya.
Aziz mengaku tak ada informasi detail apakah keempat perusahaan aplikasi itu ada yang menyicil atau tak membayar BHR.
"Tidak ada informasi menyicil atau tidak. Kalau di Gojek, Grab, selama dia memenuhi ketentuan, otomatis akan dibayar. Ketentuannya berdasarkan tingkat keaktifan dan tingkat pendapatan. Kalau Shopee dan Maxim tidak terinfo rumus penghitungannya," jelasnya.
Ia menjelaskan, tak ada dasar hukum yang mengatur soal BHR, sehingga dinas tak ada bisa memberikan sanksi kepada aplikator yang tak membayar BHR.
"Tapi kami memantau dia (aplikator) memantau bahwa dia komitmen untuk melaksanakan surat edaran dari menteri ketenagakerjaan," jelasnya
"Kalau aplikator ini tidak ada sarana untuk menindaklanjuti memberi sanksi atau tidak, yang ada konteksnya THR, BHR tidak ada landasan hukumnya," ucap Aziz.
(apl/ams)