Mengintip Produksi Kue Moho Khas Imlek di Mertoyudan Magelang

Mengintip Produksi Kue Moho Khas Imlek di Mertoyudan Magelang

Eko Susanto - detikJateng
Selasa, 28 Jan 2025 20:10 WIB
Proses produksi kue moho di Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Minggu (19/1/2025).
Proses produksi kue moho di Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Minggu (19/1/2025). Foto: Eko Susanto/detikJateng
Magelang -

Menjelang perayaan Tahun Baru Imlek, selain kue keranjang, kue moho juga banyak dicari. Kue moho termasuk salah satu sajian saat sembahyang di kelenteng.

Tiap menjelang Imlek, kue moho bikinan warga Dusun Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang laris manis. Kue tersebut dijual di Magelang, Muntilan, Temanggung, hingga Jogja.

Usaha produksi kue moho di Dusun Dawung dirintis oleh Suradi (65) dan sekarang dilanjutkan oleh putranya, Darmanto (40). Meski demikian, Suradi masih mengawasi proses produksinya yang masih secara tradisional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proses pembuatan kue moho dimulai tiap pukul 15.00 WIB. Sedangkan adonannya telah disiapkan sekitar 4 jam sebelumnya. Bahan utamanya tepung yang dicampur dengan tape singkong. Adonan itu didiamkan sekitar 4 jam agar mengembang.

ADVERTISEMENT
Proses produksi kue moho di Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Minggu (19/1/2025).Proses produksi kue moho di Dawung, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Minggu (19/1/2025). Foto: Eko Susanto/detikJateng

Setelah mengembang, adonan itu diberi gula. Kemudian dikukus dengan air yang mendidih sekitar 3 menit. Produksi kue moho ini masih menggunakan tungku dengan pengapian yang besar.

"Dulu bapak (yang produksi). Sekarang saya ngelanjutin usaha bapak," kata Darmanto saat ditemui di sela produksi kue moho di Dawung, Mertoyudan, Magelang, Minggu (19/1/2025).

Darmanto yang biasa disapa Manto mengatakan, tiap menjelang Imlek pesanannya meningkat. Pemesannya dari Magelang hingga Jogja.

Produksi kue moho ini berlangsung tiap hari, tidak hanya saat menjelang Imlek saja. Setiap hari Manto mengolah 2 sak tepung atau 50 kilogram.

"Pasarnya Jogja, Muntilan, Parakan, Temanggung, dan Magelang. Ini home industry, dikerjakan sekitar 5 orang (anggota keluarga)," ujar Manto.

"(Kalau Imlek) Alhamdulillah ada peningkatan (pesanan). Sama Syabanan (bulan Syaban) ada pesenan," imbuh dia.

Manto menjelaskan, usaha kue moho ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Diawali saat orang tuanya bekerja di daerah Tukangan, Kota Magelang. Kemudian orang tuanya bersama kakak Manto mulai memproduksi sendiri dan kini dilanjutkan oleh Manto.

Ada tiga model kue moho, yaitu ukuran kecil, besar, dan yang berbentuk seperti bunga. Warnanya putih dan pink. Kue ini bisa bertahan selama dua hari setelah diproduksi.

"Untuk yang kecil dijual Rp 500, yang besar Rp 1.000. Model bunga Rp 500," tambah Manto.

"Biasanya yang besar (bikin) 1.200-an kue dan yang kecil 2.000 kue. Warnanya dari dulu moho, dominan warna pink," tuturnya.

Hal senada disampaikan ayah Manto, Suradi. Dia pertama membuat kue moho sekitar tahun 1992.

"Kalau di sini (Dawung) mulai 2002. Saya belajar dari kakak," kata dia.

Makna Kue Moho

Ditemui terpisah, Wakil Ketua Harian Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Liong Hok Bio Magelang, Gunawan mengatakan setiap peribadatan ada sajian semacam kue moho, kue ku, dan lainnya.

"Kalau kue moho mekar seperti kembang. Artinya supaya rezeki kita selalu berkembang. Itu semakin banyak, semakin banyak," kata Gunawan, Minggu (19/1/2025).

"(Dalam ibadah) Pasti ada kue moho, lalu ada kue cita simbolnya seperti kura-kura. Kura-kura ini usianya panjang, maknanya gitu," sambung dia.

Menurut Gunawan, peribadatan di kelenteng penuh dengan filosofi. Dia lalu menjelaskan filosofi kue moho.

"Kue moho, kue cita, wajik, buah. (Makna kue moho) Moho tadi kan mengembang, terus supaya rezekinya selalu berkembang. Senantiasa semakin banyak, semakin berlimpah," ucap dia.

"Kalau kue cita kan seperti kura-kura, kura-kura usianya panjang. Harapannya supaya umat usianya panjang. Wajik dibentuk tumpeng. Artinya, bentuk rasa syukur semakin puncak, semakin baik, semakin tinggi," pungkas Gunawan.




(dil/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads