Kisah Pemburu Ulat Jati di Wonogiri, Ramai Dipesan hingga Jakarta

Kisah Pemburu Ulat Jati di Wonogiri, Ramai Dipesan hingga Jakarta

Tim detikJateng - detikJateng
Kamis, 21 Nov 2024 11:52 WIB
Warga Kecamatan Giritontro Wonogiri berburu kepompong (ungker) dan ulat jati.
Warga Kecamatan Giritontro Wonogiri berburu kepompong (ungker) dan ulat jati. Foto: Muhammad Aris Munandar/detikJateng.
Solo -

Kemunculan ulat jati di sejumlah daerah seperti di Wonogiri mendatangkan berkah tersendiri bagi para pemburu ulat jati. Mereka berbondong-bondong mengumpulkan ulat-ulat tersebut untuk dijadikan kepompong dan dijual.

Meski terkesan menjijikkan bagi sebagian orang, tetapi ulat jati punya nilai jual yang cukup tinggi. Tidak hanya itu, peminat kepompong ulat jati juga sudah sampai luar daerah hingga Jakarta.

Ulat-ulat jati itu biasanya muncul di awal musim penghujan. Kondisi ini pun dimanfaatkan oleh beberapa warga Dusun Giritontro Lor, Kelurahan Giritontro. Mereka pun berbondong-bondong untuk mengumpulkan ulat-ulat jati untuk selanjutnya dijadikan kepompong dan dijual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah seorang pemburu ulat Jati, Tutik. Tutik mengaku setiap tahun selalu mencari ulat jati saat musimnya tiba.

"Baru dua hari ini mulai mencari. Biasanya sampai seminggu (musim mencari ulat dan kepompong jati)," terang Tutik kepada detikJateng, Rabu (20/11/2024).

ADVERTISEMENT

Ia mengatakan, tidak sulit untuk berburu ulat jati. Untuk mencari ulat dan kepompong jati dengan cara membuka daun jati yang sudah jatuh ke tanah. Biasanya ulat dan kepompong bersembunyi di sela-sela daun. Baru kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam wadah.

"Mulai cari pukul 10.00 WIB. Nanti Luhur istirahat, mulai lagi sampai sore. Ya rata-rata satu dusun mencari. Dulu malah saya cari sampai Giriwoyo (kecamatan sebelah)," beber Tutik.

Untuk proses selanjutnya, Tutik menyampaikan, ulat dan kepompong dibawa ke rumah. Khusus untuk ulat langsung dibungkus karung atau kain agar keesokan harinya sudah menjadi kepompong. Setelah berubah menjadi kepompong baru laku dijual.

Harga Rp 20 Ribu Per Gelas

Ia menerangkan, biasanya warga menjual kepompong jati dengan ukuran per-gelas. Satu gelas dibenderol dengan harga Rp 20.000.

Dalam satu hari, lanjut Tutik, dirinya bisa mendapatkan ulat atau kepompong sebanyak 2-4 gelas. Tergantung banyak tidaknya ulat yang jatuh ke tanah. Pada musim lalu, dalam satu pekan ia bisa mendapatkan untung sebesar Rp 600.000.

Penjualan hingga Jakarta

Tutik mengatakan, penjualan kepompong ulat jati tidak hanya dilakukan di daerah Wonogiri saja. Tetapi, penjualan sudah dilakukan secara online dan pemesannya pun bisa datang dari berbagai daerah, termasuk Jakarta.

"Hari ini kami ada pesanan dari Jakarta 20 gelas. Ya orang merantau, pengin ungker (kepompong) terus pesan," ucap Tutik.

Warga lain yang juga menjadi pemburu ulat dan kepompong jati adalah Sutarni. Aktivitas ini siakui Sutarni sudah dijalaninya sejak ia masih kecil. Bahkan kegiatan ini sudah menjadi hobi saat awal musim penghujan.

"Boten gilo (tidak jijik dengan ulat jati). Dulu sama sekarang banyak sekarang (ulat dan kepompong jati)," kata dia.

Sutarni mengaku mencari ulat untuk dijual. Biasanya orang yang membeli ulat atau kepompong untuk dimasak dan dimakan.

"Kalau saya sendiri malah tidak memasak ulatnya. Karena ya tidak mau dan ada yang gatal kalau tidak cocok," kata Sutarni.




(apl/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads