Massa buruh dari sejumlah federasi berdemo di halaman Kantor Gubernur Jateng. Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga 10 persen. Mereka juga meminta penghitungan UMP tidak menggunakan formula PP Nomor 51 Tahun 2023.
Sekitar pukul 14.40 WIB, Kamis (31/10), massa buruh berkumpul di halaman Kantor Gubernur Jateng di wilayah Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang.
Mereka tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT), Partai Buruh, dan komunitas lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di lokasi, mereka melakukan orasi dan membentangkan sejumlah poster tuntutan. Di antaranya bertulisan 'naikkan upah minimum tahun 2025 minimal sebesar 10%' dan 'cabut omnibus law-UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja'.
"Saya sudah dari tadi jam 11.00 WIB. Sudah tiga jam tapi nggak ditemui Pj Gubernur Nana Sudjana. Saya bersama yang lain tadi ada 500 orang, dari Tegal, Demak, Jepara, Kendal," kata seorang demonstran asal Semarang Timur, Teguh (49), Kamis (31/10/2024) sore.
Sekretaris KSPI Jateng, Aulia Hakim mengatakan aksi serentak hari ini bertujuan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review yang diajukan KSPI dan Partai Buruh.
Hakim berujar, buruh juga menuntut pemerintah untuk tak menggunakan formula PP Nomor 51 Tahun 2023 untuk menghitung kenaikan UMP. Menurutnya, upah buruh di Jawa Tengah terbilang rendah.
"Kami berharap kepada Bapak Nana Sudjana yang saat ini adalah memegang pena untuk tanda tangan terkait upah. Kami mohon keputusan dari Pak Nana bisa mencerminkan keterpihakannya kepada kaum kecil seperti buruh," ujar Hakim saat ditemui detikJateng.
Hakim mengatakan, penggunaan formula PP 51 sebagai bentuk penghapusan proses perundingan. Dia juga mempersoalkan formula PP 51 yang menggunakan rumus pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai alpha minimal 0,1 dan maksimal 0,3.
"Pertanyaan kami indeks itu angka dari mana. Ini yang membuat kami sangat keberatan. Ketika menggunakan PP 51 sudah dipastikan upah kami sangat rendah," ucap Hakim.
Berdasarkan survei kebutuhan layak hidup (KHL), Aulia berujar, kenaikan UMP mestinya berkisar di angka 8-10 persen. Sedangkan dengan formula PP 51, UMP hanya bisa naik kisaran 4,02 persen.
"Tahun 2025 saya ingin Bapak Nana Sudjana kembali lagi memutuskan dengan hati nurani. Tahun 2024 itu kami sangat bangga dan berterima kasih sekali kepada Pak Nana Sudjana ketika beliau lepas dari PP 51 untuk penetapan upahnya," kata Hakim.
(dil/apl)