PT Sri Rejeki Isman Tbk atau biasa dikenal dengan nama Sritex adalah perusahaan berlevel nasional-internasional yang melegenda. Sebagai sebuah perusahaan besar, tentunya perjalanan PT Sritex menarik untuk ditelaah lebih dalam.
Sebelumnya diberitakan, pada Senin, 21 Oktober 2024, PT Sritex dinyatakan pailit dengan keputusan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg yang dikeluarkan Pengadilan Niaga Negeri Semarang. Singkat kata, sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Moch Ansar tersebut mengamini permohonan pemohon, yakni PT Indo Bharat Rayon, untuk membatalkan rencana perdamaian yang sebelumnya telah disepakati dan meminta termohon agar dinyatakan pailit.
Adapun termohon dalam sidang ini adalah PT Sritex bersama sejumlah anak perusahaannya, seperti PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Humas PN Semarang, Haruno Patriadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akhirnya putusan permohonan pemohon dikabulkan dan termohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya," terangnya saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (23/10/2024).
Kabar mengenai pailitnya PT Sritex kemudian menyebar dengan cepat dan menjadi topik perbincangan hangat. Bagaimana tidak, perjalanan PT Sritex selama puluhan tahun eksis sebagai perusahaan tekstil berskala besar punya kisah menarik, salah satunya sebagai produsen seragam militer NATO. Penasaran dengan kisahnya? Berikut ini perjalanan PT Sritex, mulai dari Pasar Klewer di Surakarta, hingga momen pailitnya pada paruh kedua 2024.
Awal-Mula PT Sritex: Berasal dari Usaha di Pasar Klewer
Dikutip dari dokumen unggahan Universitas Islam Indonesia, pada mulanya, PT Sritex adalah usaha dagang bernama Sri Redjeki yang berdiri pada 1966 di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Perintisnya adalah H Muhammad Lukminto, pria kelahiran 1 Juni 1946 asal Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur.
Selama periode 1966-1974, UD (Usaha Dagang) Sri Redjeki hanya bergerak dalam bidang jual beli kain saja. Namun, lambat laun, usahanya semakin maju. Melihat tren positif tersebut, timbullah inisiatif untuk mengelola kain polosan menjadi kain bermotif kendati masih sederhana.
Secara bertahap, alat-alat permesinan pun dibeli untuk memudahkan proses produksi. Tak hanya sebagai pemasok, UD Sri Redjeki kala itu juga menjadi produsen bagi perusahaan industri. Adapun sumber masukannya berupa kain belantang (bleached fabric) dan kain celup (dye bleached fabric).
Perluasan Usaha UD Sri Redjeki dan Berdirinya PT Sritex
Pada 30 Agustus 1974, UD Sri Redjeki didaftarkan ke Dinas Perindustrian Jawa Tengah untuk mendapat status hukum. Lalu, pada 1978, dari UD, statusnya berubah menjadi PT (Perseroan Terbatas) Sri Rejeki melalui akte nomor 48 tanggal 22 Mei 1978.
Perkembangan selanjutnya, yakni pada 16 Oktober 1978, PT Sri Rejeki mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan surat keputusan nomor 02-1830-HT-01-01 dan namanya diubah menjadi PT Sri Rejeki Isman (Sritek). Selama masa-masa ini, efektivitas perusahaan terus ditingkatkan dengan semakin banyaknya mesin-mesin produksi.
Dengan semakin bertambahnya pesanan, pada 1981, Johantex di Magelang dibeli. Kemudian, usaha tekstil ini berpindah lokasinya ke tempat baru, yakni di Kelurahan Jetis, Sukoharjo. Di sanalah, pabrik baru dengan nama Sritex didirikan.
Singkat cerita, pada tahun-tahun 1980-an tersebut, PT Sritex terus menambah mesin dan pegawainya untuk mengembangkan perusahaan. Tak terluput, berbagai produk baru juga dihasilkan, seperti misalnya kain printing.
Pada 1990, pabrik Sritex sudah benar-benar bisa melakukan proses dari pemintalan kapas sampai finishing pakaian. Total, terdapat empat proses hingga pakaian jadi, yakni spinning (pemintalan), weaving (penenunan), finishing (penyempurnaan), dan garment (pakaian jadi).
PT Sritex dan Produksi Seragam Militer NATO
Dirangkum dari tugas akhir bertajuk Strategi PT Sri Rejeki Isman Tbk dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN oleh Emeraldo Kanugraha, pada 1994, PT Sritex mendapat kepercayaan untuk membuat seragam militer Jerman dengan spesifikasi dan mutu tinggi. Selanjutnya, negara-negara anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) pun juga memercayakan produksi seragamnya kepada PT Sritex.
Total, 31 negara telah tercatat menggunakan produk Sritex untuk pakaian pasukannya. Di antaranya adalah Austria, Inggris, Singapura, Australia, Indonesia, Swedia, dan Norwegia. Dipercayainya Sritex sebagai pemasok disebabkan karena hubungan baik yang selalu dijaganya sebagaimana penjelasan dalam dokumen unggahan Digilib UNS.
Menariknya, pakaian tentara buatan Sritex bisa 'direquest' dengan kriteria-kriteria khusus, seperti antiair, antiserangga, tahan api, bebas noda, antiinfra merah, bobot ringan, dan berpori-pori. Contohnya saja, sebagaimana dilansir detikFinance, Uni Emirat Arab dan Kuwait memesan seragam dengan kemampuan antiradiasi, sedangkan Jerman meminta pakaian antiinfra merah.
Terlepas dari seragam dan perlengkapan militer yang dibuatnya, PT Sritex juga diketahui pernah bekerja sama dengan brand fashion ternama internasional. Di antaranya adalah H&M, Zara, Uniqlo, dan Timberland.
Berbicara tentang pemesanan produk fashion di Sritex, pemesan akan memberikan 70% desain dan spesifikasi untuk produk yang dimintanya. Sementara itu, sisanya, yakni 30% akan ditentukan berdasar hasil diskusi perusahaan dengan pihak pemesan.
PT Sritex Dinyatakan Pailit pada 21 Oktober 2024
Kembali dilansir detikFinance, kabar mengenai pailitnya Sritex sejatinya sudah terdengar sejak Juni 2024 kemarin. Kala itu, Sritex dikabarkan terlilit utang dan terancam bangkrut kendati masih bisa beroperasi.
Situasi sulit yang mendera PT Sritex disebabkan COVID-19 beberapa tahun lalu. Di samping itu, kondisi geopolitik dunia yang tengah memanas dengan sejumlah konflik turut memperburuk kondisi.
"Kondisi geopolitik perang di Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat," jelas Welly Salam, Direktur Keuangan Sritex dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (25/6/2024).
Tak hanya dua masalah di atas, terjadinya over supply tekstil di China juga punya menjadi alasan lain.
"Situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung sehingga penjualan belum pulih. Perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha, serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," lanjut Welly Salam.
Terakhir, pada akhir 21 Oktober 2024, PT Sritex secara resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
Demikian perjalanan singkat PT Sritex, perusahaan tekstil raksasa asal Indonesia yang namanya telah mendunia. Semoga bermanfaat.
(sto/sip)