Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah melarang sekolah negeri menggelar acara study tour buntut kejadian kecelakaan maut bus rombongan pelajar di Subang. Pelaku usaha pariwisata menyebut kebijakan itu terlalu emosional.
Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Kota Solo Mirza Ananda mengatakan bahwa kebijakan tersebut perlu untuk dievaluasi ulang. Dan yang perlu dievaluasi terkait kendaraan dan infrastruktur jalan.
"Saya rasa ini kebijakan emosional tanpa dasar ya. Spontanitasnya kenapa substansi yang penyebab utamanya. Utamanya kan bukan study tour-nya tapi ketidaklayakan armada," ujarnya dihubungi awak media, Kamis (16/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan bahwa kebijakan itu berdampak besar. Yang berdampak langsung yakni tour leader hingga sopir bus.
Apalagi, kata Mirza study tour mempunyai segmen yang besar. Di mana lebih dari 50 persen jasa wisata bersumber dari study tour.
"Besar marketnya, saya sendiri student itu mungkin 50-60 persen. Besar, Kami satu tahun itu memberangkatkan 3-5 ribu siswa SD sampai Universitas. Tapi saya kebanyakan main di swasta," ucapnya.
Menurutnya, untuk sekolah negeri di Jawa Tengah sudah sejak pandemi COVID-19 tidak diberlakukan study tour. Sedangkan setelah pandemi selesai perusahaan pariwisata mulai bangkit.
"Sebenarnya kami dengan Asita jateng baru saja koordinasi dengan sekda dan Pj Gubernur untuk membuka yang kemarin ditutup itu. Lha ini belum pecah telur sudah ada ini lagi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (Disdikbud Jateng) Uswatun Hasanah menegaskan bahwa pihaknya melarang sekolah khususnya sekolah negeri untuk melakukan karya wisata atau study tour. Uswatun menyebut bahwa sebenarnya larangan itu sudah lama ditetapkan.
"Ketika kita berada di Provinsi Jateng dengan kebijakan sekolah negeri, kita kan yang mengatur langsung sekolah negeri ya, sekolah negeri dilarang untuk menyelenggarakan wisata itu dimulai pada saat sekolah itu zero pungutan. Jadi kalau zero pungutan kan tidak ada pungutan ke siswa padahal kan piknik itu ada pungutan," ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (15/5/2024).
Ada beberapa hal yang membuat pihaknya melarang study tour. Selain karena tidak bolehnya ada pungutan, study tour atau karya wisata itu dinilai berisiko dan tidak banyak berdampak pada kegiatan pembelajaran.
"Piknik yang diselenggarakan satuan pendidikan itu potensi adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran karena di situ profit kemudian, ketiga ada beberapa dampak yang tidak signifikan untuk kegiatan pembelajaran," tambahnya.
Dia juga menyebut banyaknya kejadian di mana terjadi peristiwa kecelakaan yang menimpa bus wisata sekolah sebagai salah satu alasan. Ketika hal itu terjadi, sekolah akan sangat sulit bertanggung jawab.
"Sudah banyak peristiwa-peristiwa kaitan dengan kecelakaan setidaknya yang barus aja yang menimpa anak-anak entah itu alasannya busnya rusak, macam-macam ya. Kemudian ketika terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang demikian maka sulit sekolah untuk bisa bertanggung jawab," ujarnya.
(ahr/cln)