Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menyebut hingga saat ini masih terdapat banyak petani yang belum menerima pupuk bersubsidi dari pemerintah. Hal itu disampaikan saat berdialog dengan petani di Desa Sokaraja Kidul, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas.
"Ada 17 sampai 20 persen (petani) tidak mampu mengakses atau menerima pupuk subsidi pemerintah. Kalau daerah yang terpencil tidak ada signal itu sulit mengakses," kata Amran kepada wartawan, Rabu (3/1/2024).
Dirinya menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan petani tidak mendapatkan akses pupuk bersubsidi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau PIN-nya lupa ini tidak mengambil pupuk, lalu kartu tani nya tercecer juga tidak bisa mengambil pupuk. Kemudian kalau orangnya sakit atau meninggal itu tidak berlaku lagi padahal tanahnya tetap ada. Nah ini harus tetap ditanami oleh anak-cucunya," terangnya.
Regulasi tersebut sebelumnya diatur dalam Permentan nomor 10 tahun 2020. Hal ini kemudian yang menjadikan aturan tersebut dicabut.
"Oleh karena itu kami mencabut kemudian merevisi sesuai permintaan petani bisa menggunakan KTP untuk bisa menebus pupuk subsidi di seluruh Indonesia. Itu masalah regulasi," jelasnya.
Kendala lainnya yang muncul setelah aturan ini dicabut adalah terkait dengan volume pupuk bersubsidi yang disediakan. Namun Amran mengaku sudah memikirkan keberlanjutannya.
"Kemudian masalah volume. Pupuk ini berkurang sehingga banyak saudara kita tidak kebagian. Seperti saudara kita petani di hutan itu tidak mendapatkan. Padahal itu jumlahnya jutaan. Mungkin kurang lebih 5 jutaan keluarga. Berarti 20 jutaan saudara kita di sana," ungkapnya.
"Saudara kita di sana paling sulit karena tidak punya tanah sehingga masuk hutan berkebun. Mereka tidak dapat pupuk subsidi, bantuan bibit benih dan seterusnya. Kami masukkan dalam Permentan baru ini mereka dapatkan pupuk subsidi tetapi volumenya bertambah. Petani sudah tidak perlu ragu lagi," pungkasnya.
(apu/ahr)