Warga terpencil di Pulau Parang Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara bertahun-tahun menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk kebutuhan sehari-hari. PLTS itu pun mampu menerangi ratusan warga di Pulau Karimunjawa.
Pulau Parang secara administrasi merupakan bagian dari Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Pulau Parang terpisah dari Pulau Karimunjawa. Dari Parang ke Karimunjawa harus naik kapal nelayan sekitar 2 jam lamanya.
Di Desa Parang sendiri terdapat sebuah kapal sebagai sarana transportasi warga keluar masuk pulau. Di Pulau Parang terdapat sekitar 350 kartu keluarga. Mayoritas warga bekerja sebagai nelayan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun untuk kebutuhan listrik, warga memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya. Kepala Desa Parang, Muh Zaenal Arifin mengatakan PLTS dibangun pada tahun 2014 silam. PLTS itu merupakan bantuan dari Kementerian ESDM RI.
PLTS dulunya dikelola oleh kelompok masyarakat. Lalu dikelola oleh pemerintah daerah. Terakhir pemeliharaannya dikelola oleh PLN.
"PLTS sudah tahun 2014, itu dulunya bantuan dari Kementerian ESDM yang tahun 2014, itu kan ditangani kelompok masyarakat, terus dilanjutkan pada tahun 2020 itu ditangani oleh Pemerintah Daerah Jepara," jelas Zaenal dihubungi detikJateng lewat sambungan telepon, Kamis (28/12/2023).
Ia mengatakan ada dua bantuan PLTS. Pertama dari Kementerian ESDM dengan kapasitas 75 kWP pada tahun 2014. Kemudian mendapatkan hibah dari Denmark PLTS dengan kapasitas 60 kWp.
"Terus tahun 2022 itu 2023 pemeliharaannya dari PLN," Zaenal melanjutkan.
Zaenal mengatakan PLTS tersebut mampu menerangi 350 rumah warganya. Meski kata dia belum maksimal karena kebutuhan penerangan di setiap rumah warga mencapai 1.500 wH per 24 jam.
"Ada 350 rumah warga, masih kurang maksimal untuk warga sesuai dengan kemampuannya belum maksimal itu dibatas 1.500 wH 24 jam," jelasnya.
Meski sudah ada PLTS, lanjutnya, saat musim penghujan warga pun harus menggunakan genset untuk mengganti PLTS. Sebab jika mendung baterai pada PLTS tidak terisi. Alhasil untuk penerangan warga menggunakan genset.
"Banyak genset yang hidup saat mendung, 24 jam pakainya itu 6-7 jam. Gantian misalnya baterai habis itu pakai genset buat ke pelanggan, setelah baterai penuh genset dimatikan sekitar 4 jam, terus kalau batre habis genset dihidupkan lagi," ungkapnya.
Zaenal pun berharap agar tahun depan ada penambahan kapasitas PLTS. Sehingga kebutuhan penerangan bagi warga di Pulau Parang tercukupi.
"Yang dibutuhkan penambahan kapasitas untuk PLTS kemarin sudah disurvei sudah diteliti untuk Parang itu sekitar 500 kWp, sehingga bisa maksimal untuk kebutuhan masyarakat," ungkapnya.
"Karena yang 75 kWp itu baterai sudah ganti tapi mungkin sistemnya yang belum ketemu, dari 60 kWp ditambah 500 kWp," Zaenal melanjutkan.
(ahr/rih)