Potrojayan merupakan salah satu kampung wisata yang ada di Kecamatan Serengan, Kota Solo. Di kampung ini wisatawan bisa melihat proses pembuatan belangkon sekaligus membeli penutup kepala tradisional yang unik itu.
Di kampung tersebut ada puluhan keluarga yang memproduksi belangkon. Mereka memproduksi beragam jenis belangkon, baik gaya Solo maupun Jogja.
Keberadaan Potrojayan sebagai kampung belangkon dimulai sejak sekitar tahun 1960-an. Saat itu di kampung tersebut tinggal seorang abdi dalem Keraton Solo yang bernama Mbah Joyo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia dipercaya untuk membuat belangkon di kalangan Keraton," terang Ananta (51), Ketua Paguyuban Maju Utomo saat ditemui detikJateng di Kampung Potrojayan, Senin (11/12/2023).
Selanjutnya, Mbah Joyo mengajak warga lainnya untuk membuat kerajinan yang sama. Gayung pun bersambut, warga yang kebanyakan penganggur itu lantas belajar cara membuat belangkon kemudian ramai-ramai memproduksinya.
Ada puluhan warga yang ikut membuat belangkon yang akhirnya membuat Kampung Potrojayan dikenal sebagai kampung belangkon. Julukan itu bertahan hingga saat ini karena masih banyak warga yang menggelutinya.
"2005 dinobatkan menjadi Kampung Belangkon dari Kelurahan Serangan. Pada waktu itu kan ada lomba desa gitu. Jadi untuk menjadi salah satu nilai plus di Kelurahan Serengan yang istilahnya ada sebuah perkampungan yang kebanyakan mata pencarian dari membuat belangkon, terus sekitar tahun 2010-an itu ada SK Wali Kota jadi sentra belangkon," jelasnya.
Menurutnya, predikat tersebut berdampak hingga saat ini. Pemerintah membenahi jalan-jalan di sekitar kampung itu agar lebih layak menerima kunjungan wisatawan. Warga juga menyediakan tempat di rumahnya untuk memamerkan hasil produksinya.
Mengubah Citra Kampung Hitam
Ananta menuturkan sebelum menjadi kampung belangkon, banyak warga di Potrojayan yang menjadi pengangguran. Mereka akhirnya memilih menjadi penjudi untuk mencari peruntungan.
Kondisi itu menjadi berubah saat warga mulai menggeluti pekerjaannya sebagai perajin belangkon.
"Pokoknya yang jelek-jelek ada di Kampung Belangkon ini, sama polisi istilahnya di-blacklist lah. Kemudian sekarang berubah," kata dia.
![]() |
Salah satu perajin belangkon, Latief (46) mengaku bisa memproduksi sekira 200 belangkon dibantu tujuh pekerja lainnya. Setiap pekerja membuat 20-30 belangkon per hari.
"Tergantung pesanan, kalau ramai 1 bulan itu pernah 1 kontainer aja nggak cukup," ungkapnya saat ditemui detikJateng di rumah produksinya.
Harga setiap belangkon pun berbeda-beda mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 400 ribu. Tergantung jenis dan bahan yang digunakan untuk membuat belangkon.
"Tergantung modelnya, belangkon Solo yang batik tulis bisa sampai Rp 350 ribu. Kalau Belangkon Solo yang bisa dicuci Rp 400 ribu, biasanya pesanan dari Keraton, orang-orang tertentu," jelasnya.
(ahr/ams)