Sejarah Pembangunan Jalan Pantura yang Macet 23 Km di Jalur Pati-Rembang

Sejarah Pembangunan Jalan Pantura yang Macet 23 Km di Jalur Pati-Rembang

Muthia Alya Rahmawati - detikJateng
Jumat, 17 Nov 2023 14:28 WIB
Kondisi terkini di jalanan Pantura Pati tepatnya Kecamatan Juwana, Jumat (17/11/2023).
Foto kondisi macet di jalanan Pantura Pati tepatnya Kecamatan Juwana, Jumat (17/11/2023): Dian Utoro Aji/detikJateng
Solo -

Dua hari ini tengah terjadi kemacetan panjang hingga 23 km di Jalan Pantura jalur Pati-Rembang. Akan tetapi, polisi mengatakan tidak ada kemacetan panjang, melainkan antrean panjang.

Kasat Lantas Polresta Pati, Kompol Asauri mengatakan, "Dapat kami sampaikan bahwa di wilayah Pantura Pati kami sebenarnya tidak ada kemacetan, adanya antrean panjang. Hal tersebut disebabkan karena perlambatan lalu lintas," katanya kepada wartawan di pati, Kamis (16/11/2023).

Ia mengatakan penumpukan arus lalu lintas Pantura Pati dari Batangan perbatasan dengan Kabupaten Rembang sampai Lingkar Selatan Pati. Dampak kemacetan tersebut membuat rugi para sopir. Karena uang transportasi harus habis untuk kebutuhan makan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rugi di waktu, uang, jalur pulang bawa uang ini untuk makan di sini," keluh sopir truk bernama Sarkam pada detikJateng, Kamis (16/11).

Lalu jika dilihat dari sisi lain, ternyata Jalan Pantura juga merugikan warga saat jalan tersebut masih dalam proses pembangunan. Berikut penjelasan lengkap sejarahnya.

ADVERTISEMENT

Sejarah Jalan Pantura

Lokasi Jalan Pantura

Jalan Pantura merupakan jalan yang terletak di sepanjang pesisir pantai utara Jawa. Nama "Pantura" pun diambil dari lokasi ini.

Menurut laman resmi Kementerian PUPR, Jalan Pantura merupakan alur jalan lintas provinsi yang menghubungkan kota-kota di 4 provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Jalan ini memiliki panjang total 1.161,47 km yang terbentang mulai dari kota Merak, Banten hingga kota Banyuwangi, Jawa Timur.

Dengan status 'Jalan Nasional' dan fungsi 'Arteri', Jalur Pantura mempunyai volume lalu lintas yang tinggi yang banyak dilalui kendaraan besar dan berat jenis truk dan bus.

Pun juga ketika musim liburan atau mudik lebaran, Jalan Pantura menjadi jalur pilihan dari para pemudik untuk kembali ke kampung halamannya masing-masing.

Sejarah Pembangunan

Jalan Pantura ini dibangun oleh seorang Gubernur Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, pada tahun 1808. Daendels membangun jalan ini dengan tujuan untuk mempermudah pengangkutan hasil pertanian dan perkebunan.

Selain itu, Jalan Pantura juga berperan penting dalam mobilisasi dan transportasi barang maupun pasukan antara Batavia (ibu kota koloni) dan Surabaya yang dianggap sebagai benteng pertahanan terhadap serangan laut Inggris.

Sering kita mendengar istilah 'kerja rodi' pada masa penjajahan Belanda untuk membangun Jalan Raya Anyer-Panarukan. Nah, jalan itulah yang kini menjadi Jalan Pantura yang kita kenal.

Daendels ketika itu menerapkan sistem kerja paksa bagi pekerja-pekerja pribumi untuk proyek ini. Target yang diberikan sangat tinggi dengan jangka waktu yang singkat.

Pekerja, bahkan penguasa daerah setempat diancam jika tidak bisa menyelesaikan target tersebut, maka mereka akan dibunuh. Akibatnya, 12.000 pekerja tewas ketika proyek itu karena kelelahan dan terkena penyakit malaria karena kondisi iklim dan lingkungan rawa serta hutan di Jawa pada masa itu.

Proyek pembangunan jalur ini terbagi menjadi dua fase. Fase awal, Daendels mendirikan jalur yang menghubungkan Pelabuhan Merak dan Ujung Kulon pada tahun 1808. Selanjutnya, pembangunan jalan dari Anyer, Batavia, menuju Merak dilaksanakan.

Tahun berikutnya, dia kembali membangun jalur yang menghubungkan Pandeglang dan Semarang. Terakhir, Daendels membangun jalur yang menghubungkan Semarang dan Demak.

Selain korban manusia, pembangunan jalan ini juga merusak beragam cagar budaya yang ada di wilayah yang dilewatinya. Banyak candi dan infrastruktur budaya lain yang rusak akibat proyek ini, seperti Candi Sukuh di Jawa Tengah dan Candi Jawi di Jawa Timur.

Hingga pada 1857, rakyat diberikan izin untuk melewati jalan ini melalui Surat Keputusan No. 4 tertanggal 19 Agustus 1857. Meski dulunya memakan banyak korban jiwa dan memunculkan beragam kontroversi, peran signifikan dari jalur warisan Daendels tersebut masih terasa hingga saat ini, bertahun-tahun setelah jalan-jalan itu dibangun.

Demikian informasi mengenai sejarah dari Jalan Pantura yang macet hingga 23 km di Jalan jalur Pati-Rembang. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis oleh Muthia Alya Rahmawati peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ams/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads