Area Sirkuit Mandalika, NTB, ternyata masih ditinggali warga karena pembebasan lahan belum tuntas. Padahal ajang balap MotoGP Mandalika 2023 akan digelar pada 13-15 Oktober mendatang.
Dilansir detikBali, salah satu warga yang masih tinggal di dalam Sirkuit itu bernama Sibawai. Sibawai mengaku rumahnya masih berdiri tegak. Berjarak sekitar 100 meter dari pagar utama lintasan Sirkuit Mandalika. Tepatnya di antara tikungan 9 dan 10.
"Saya Sibawai, yang masih ada di sirkuit. Samping sekali berhadapan dengan tribun 360, nampak sekali lahan kami yang ada pohon kelapanya di pinggir pantai, panorama utama sirkuit," kata Sibawai kepada awak media pada Rabu sore (4/9/2023) di kompleks Gubernur NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sibawai mengemukakan alasan dia dan sejumlah warga lain masih bertahan. Dia menyebut proses pembebasan lahan masih menemui jalan buntu.
"Kami masih bertahan di situ, sama dengan pemilik lahan lain bertahan dengan janji yang dilakukan. Beberapa kali verifikasi dari Pemprov, Satgas, belum ada progres sanding data, buntu," paparnya.
Sibawai mengaku kecewa dengan sikap pengembang KEK Mandalika. Dia mengklaim ada lahannya yang sudah terpakai namun belum dibayar sama sekali.
"Kecewanya apa, lahan kami yang sudah terpakai di sekitar tikungan 9 itu tidak dibayar sama sekali, sepeserpun. Kalaupun ada janji dalam pengertian saya mereka mengakui status, tapi sama sekali tidak ada. Saya punya dokumen, pipil garuda, luas totalnya 6 hektare," terang Sibawai.
Masyarakat yang tinggal di kawasan Sirkuit Mandalika menuntut penyelesaian pembayaran lahan mereka oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia/Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengelola kawasan.
"Intinya bahwa kami tetap menuntut penyelesaian lahan, meskipun memang ada upayalah, tapi mungkin upaya penyelesaian itu setelah MotoGP ini ya. Cuma kami tetap berharap ini bisa selesai sebelum MotoGP ada titik temu. Karena selama ini masyarakat dijanjikan terus. Janji manis," kata Juru Bicara Pejuang Lahan Mandalika Syamsul Qomar.
Qomar menyebut sampai sekarang belum ada upaya kongkret dari ITDC untuk menyelesaikan pembayaran lahan masyarakat. Dia mencatat sekitar 10 hektare lahan yang belum dituntaskan pembayarannya.
"Masih ada sekitar empat sampai lima warga yang tinggal. Kalau kami nilai dengan appraisal sekarang ya sangat besar (harganya). Kalau 10 hektare kali Rp 300 juta per are sangat besar sekali. Hitung saja. Itu ada datanya kami bawa, bisa diambil," jelas Qomar.
Pihak ITDC belum memberi tanggapan soal masalah itu. Pesan singkat yang dikirim ke Vice Presiden Operation The Mandalika ITDC Made Pariwijaya juga belum dijawab.
(aku/aku)