Para pedagang batik tulis di Pekalongan hingga kini tidak tertarik untuk memasarkan produknya secara online. Mereka lebih memilih berjualan secara konvensional.
Mereka menyebut pasar online hanya bisa digunakan untuk berjualan batik jenis printing.
Pengurus Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), H Ahmad Failasuf mengatakan selama ini dirinya juga memilih menjual produk batik tulis secara offline.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita banyaknya offline, hampir 90 persen offline. Batik kita batik tulis, jadi demi kepuasan pelanggan juga, bisa melihat secara langsung barangnya," kata Failasuf saat dihubungi, Senin (2/10/2023).
Menurutnya, pembeli batik tulis biasanya memilih datang ke gerai untuk melihat langsung barang yang akan dibeli. Apalagi, batik tulis memang harganya jauh lebih mahal dibanding batik printing.
"Saya sudah lima tahun online, itu susah. Yang online itu bisa untuk jualan batik printing. Kalau batik tulis mahal, kurang pas," ucapnya.
Meski demikian, lanjutnya, penggunaan media sosial menurutnya cukup efektif untuk mempromosikan produknya di dunia maya.
![]() |
"Saya pikir untuk saya, penjualan lebih banyak offline, online hanya penunjang promo," kata Failasuf.
Hal tersebut membuat penjualan produk batik tulis selama ini relatif aman dari dampak maraknya live shopping. Mereka justru sempat terpuruk saat pandemi dan saat ini sudah mulai merangkak naik.
"Ya masih lumayan, masih bagus. Alhamdulillah lebih bagus bila dibandingkan pandemi, ada peningkatan, dari 20, 30, 50, sekarang 60 persen. Iya belum kembali pulih," ungkapnya.
(ahr/apl)