Kali Jeratun di Undaan, Kudus, mengalami sedimentasi parah yang memicu banjir kala penghujan tiba. Petani terpaksa patungan mengeruk sungai karena terus mengalami gagal panen selama empat tahun terakhir.
Pantauan detikJateng di lokasi, Rabu (13/9/2023), ekskavator tampak tengah mengeruk Kali Jeratun yang menghubungkan tiga desa di Undaan. Sejumlah petani tampak menunggu di pinggir kali.
Pengerukan sedimentasi sungai yang dimulai sejak Senin (11/9) ini baru mendapatkan sekitar 300 meter. Diperkirakan sedimentasi sungai terjadi sepanjang 2 kilometer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu petani, Muhammad Rifai (49) mengaku terus mengalami gagal panen gegara sedimentasi Kali Jeratun ini. Tiap hujan turun, air sungai selalu meluap hingga ke lahan.
Menurutnya, petani yang terdampak meliputi Desa Wonosoco, Berugenjang, dan Lambangan. Rifai menyebut petani mengalami gagal panen selama empat tahun berturut-turut.
"Ini sungai ini memang tanggung jawab PUPR, pemerintah, petani tidak bertanggung jawab, sudah 4 tahun tidak pernah hasil panen, tanam dua kali sampai tiga kali gagal terus, karena dampaknya tanggul hilang, sama datar dengan sawah tidak ada respons dari pemerintah," kata Rifai kepada detikJateng ditemui di lokasi, Rabu (13/9/2023).
Dia mengatakan warga sering mengusulkan pengerukan sedimentasi kepada pemerintah. Akan tetapi hingga sekarang tidak ada realisasi.
Oleh karena itu, petani memutuskan untuk patungan mendatangkan alat berat demi mengeruk lumpur di Kali Jeratun.
"Kita sudah pernah mengajukan bolak-balik, pernah disurvei tahun 2021, cuman foto tidak ada hasilnya, petani menjerit, pupuk mahal, kalau mau tanam tidak ada modal hilang," jelas Rifai.
"Maka dari itu ini normalisasi Kali Jeratun khusus swadaya petani, ini khusus di wilayah Desa Wonosoco, Lambangan, Berugenjang, ini kurang lebih 100 petani," dia melanjutkan.
Rifai mengatakan kali yang mengalami pendangkalan diperkirakan sepanjang 2 kilometer. Petani pun iuran swadaya mulai Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu. Tergantung luasan sawah yang berada di sepanjang Kali Jeratun.
"Ini yang dikeruk sekitar 2 kilometer, iurannya satu bahu Rp 300 ribu per orang, sudah ada musyawarah di balai desa," jelasnya.
Menurutnya uang patungan baru terkumpul sekitar Rp 10 juta. Sementara anggaran untuk pengerukan sedimentasi diperkirakan mencapai Rp 50 juta. Petani pun berharap agar ada bantuan dari pemerintah atau pihak terkait.
"Diperkirakan nyampai perbatasan Babalan sekitar Rp 50 juta, sekarang baru terkumpul Rp 10 juta," ungkap dia.
Petani lainnya, Sarimin (51) mengatakan sudah lima tahun belakangan tidak ada normalisasi sungai. Imbasnya petani gagal panen saat musim penghujan karena kebanjiran. Sedangkan jika musim kemarau tidak ada air.
"Itu pendangkalan sudah ada lima tahun, ini jeritan petani itu memang kendala pertama petani itu mohon kewenangan para bapak semua diupayakan bisa sumbang bantuan, dilakukan pengerukan, ini swadaya petani semua," jelas Sarimin ditemui di lokasi.
"Petani 4 tahun tidak pernah panen, gagal total berturut-turut," dia melanjutkan.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Koordinator Daerah Irigasi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Nor Ali mengatakan wilayah sungai menjadi kewenangan pihaknya. Ali pun telah mengetahui adanya petani yang melakukan pengerukan sungai secara swadaya.
Ali mengaku telah menyampaikan keluhan petani di Undaan. Namun hingga kini belum ada realisasi.
"Untuk bantuan memang kita menyalurkan aspirasi kehendak warga bagaimana, sudah saya sampaikan ke dinas, setelah itu dinas melangsungkan ke BBWS, kita cuma jembatan, menyampaikan pendapat ke warga, ini sudah saya sampaikan," jelasnya ditemui di Desa Kutuk pagi tadi.
Menurutnya sawah yang terdampak sedimentasi Kali Jeratun sekitar 300 hektare. Menurutnya setiap musim penghujan petani gagal panen karena kebanjiran.
"Di sana ada sekitar 300 hektare untuk daerah Wonosoco, Lambangan dan Berugenjang, paling besar daerah Wonosoco," tambah dia.
(aku/apl)